Manila, 16 Shafar 1437/28 November 2015 (MINA) – Indonesia, Filipina dan Thailand dipandang sebagai negara yang menghadapi risiko tinggi mengalami berbagai bencana akibat iklim, demikian menurut penelitian yang dilakukan Bank Pembangunan Asia (ADB).
Ketiga negara rata-rata mengalami tujuh bencana terkait iklim setiap tahun, dan penelitian telah mengaitkan bencana ini pada peningkatan emisi karbon dioksida (CO2).
Penelitian berjudul “Peningkatan Global Bencana Terkait Iklim” mengatakan bahwa setiap peningkatan lebih lanjut dalam emisi CO2 akan menghantam dengan keras negara-negara ini, serta negara-negara rawan bencana lainnya seperti Bangladesh, Kosta Rika dan Mauritius.
“Bukti ilmiah telah memperlihatkan hubungan antara emisi gas rumah kaca dan perubahan kondisi iklim. Temuan dalam penelitian ini lebih jauh lagi menunjukkan dengan menambahkan hubungan antara perubahan iklim dan frekuensi bencana alam yang besar – setelah memperhitungkan pengaruh kepadatan penduduk dan pendapatan masyarakat,” kata studi ADB tersebut.
Baca Juga: Inggris Hormati Putusan ICC, Belanda Siap Tangkap Netanyahu
Pengkajian ini lebih lanjut mengungkapkan jika konsentrasi CO2 terus meningkat dengan tingkat tahunan saat ini dua bagian per juta (atau 0,5 persen) dari level yang sudah tinggi 400 bagian per juta, mereka akan mengalami dua kali lipat frekuensi banjir dan badai dalam 17 tahun, demikian laporan Philstar, sebagaimana dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA).
Paruh pertama dekade terjadi bencana terkait iklim yang mematikan, antara lain banjir besar di Thailand pada tahun 2011, Badai Sandy di Amerika Serikat pada 2012 dan Topan Besar Yolanda (Haiyan) di Filipina pada 2013.
2014 merupakan tahun terpanas di bumi dalam 134 tahun sejarah yang tercatat, dan 2015 juga bisa berubah menjadi lebih panas.
Sementara para ilmuwan bersikap ragu-ragu untuk menghubungkan salah satu dari peristiwa ini dengan perubahan iklim, pengaitan yang menarik, kata laporan itu.
Baca Juga: Guido Crosseto: Kami akan Tangkap Netanyahu Jika Berkunjung ke Italia
Seringnya terjadi banjir, badai, gelombang panas dan kekeringan dihubungkan dengan suhu dan curah hujan yang tidak normal.
Dalam analisis global yang mencakup empat dekade terakhir, penelitian menunjukkan bahwa kenaikan bencana terkait iklim tidak hanya pada meningkatnya tingkat terpaparnya dan kerentanan masyarakat, tetapi juga terhadap perubahan suhu dan curah hujan yang diakibatkan dari meningkatnya gas rumah kaca.
Penelitian yang diterbitkan sebagai Kertas Kerja Ekonomi ADB itu dipandang sebagai tepat waktu mengingat peringatan baru-baru ini oleh Badan Atmosfir dan Kelautan AS (USNOAA) dan pemantau iklim lainnya bahwa suhu global sudah mencapai setengah jalan menuju ambang batas “pemanasan dua derajat” untuk membatasi dampak bencana iklim.
Dirilis menjelang pertemuan perubahan iklim PBB di Paris pada Desember mendatang, temuan ini menambah urgensi terbaru untuk mengurangi emisi. (T/R07/R01)
Baca Juga: Militer Israel Akui Kekurangan Tentara dan Kewalahan Hadapi Gaza
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)