Oleh: Dr. Adian Husaini Ketua Umum DDII (www.adianhusaini.id)
Hingga Rabu (19/5/2021) sore ini, dari Gaza dilaporkan, sudah lebih dari 200 orang Palestina yang gugur dibantai tentara Zionis Israel. Ribuan lainnya luka-luka. Kekejaman, kebiadaban, dan kedegilan Israel atas Palestina sebenarnya tidak aneh jika kita menengok sebagian ajaran agama Yahudi yang memandang rendah bangsa-bangsa non-Yahudi.
Cendekiawan Yahudi dan dosen di Hebrew University, Dr. Israel Shahak, menyimpulkan, bahwa negara Israel adalah sebuah negara yang sangat rasis. Dan ajaran semacam itu ada dalam ajaran agama Yahudi. Misalnya, jika melihat ada orang non-Yahudi yang tenggelam di laut, maka tidak boleh ditolong. Sebab, ia bukan orang Yahudi.
Israel Shahak menulis dalam bukunya, Jewish History, Jewish Religion (London: Pluto Press, 1994), bahwa negara Yahudi Israel merupakan ancaman bagi perdamaian dunia. Katanya, “In my view, Israel as a Jewish state constitutes a danger not only to itself and its inhabitants, but to all Jew and to all other peoples and states in the Middle East and beyond.”
Baca Juga: Satu Tentara Israel Tewas di Lebanon, Sinagog di Haifa Terkena Roket Hezbollah
Sebagai satu “negara Yahudi” (a Jewish state), Israel hanyalah milik setiap orang yang dikategorikan sebagai “Jewish” (Yahudi); di mana pun, orang Yahudi itu berada. Isreal Shahak menulis: “Israel ‘belongs’ to persons who are defined by the Israeli authorities as ‘Jewish’, irrespective of where they live, and to them alone.”
Menurut Isreal Shahak, banyak orang yang mengabaikan sikap orang Yahudi yang sangat diskriminatif terhadap bangsa lain. Kaum Yahudi, misalnya, dilarang memberikan pertolongan kepada orang non-Yahudi yang berada dalam bahaya. Cendekiawan besar Yahudi, Maimonides, memberikan komentar terhadap salah satu ayat Kitab Talmud: “It is forbidden to save them if they are at the point of death; if, for example, one of them is seen falling into the sea, he should not be rescued.”
Jadi, kata Maimonides, adalah terlarang untuk menolong orang non-Yahudi yang berada di ambang kematian. Jika, misalnya, ada orang non-Yahudi yang tenggelam di laut, maka dia tidak perlu ditolong. Israel Shahak juga menunjukkan keanehan ajaran agama Yahudi yang menerapkan diskriminasi terhadap kasus perzinahan. Jika ada laki-laki Yahudi yang berzina dengan wanita non-Yahudi, maka wanita itulah yang dihukum mati, bukan laki-laki Yahudi, meskipun wanita itu diperkosa.
Dalam Kitab Talmud Yahudi disebutkan: “Orang-orang asing (bukan Yahudi) tak lebih dari seekor anjing, sedangkan Hari Lebaran bangsa Yahudi tidak diperuntukkan bagi orang asing atau anjing. Bagi bangsa Yahudi diperkenankan memberi makan pada anjing, tetapi dilarang memberikan makanan daging kepada orang asing. Bahkan lebih baik memberi makan anjing, karena anjing lebih utama dari para goyim. (non-Yahudi. Pen)” (Lihat, buku Talmud dan Ambisi Yahudi, karya Zhafrul Islam Khan (judul asli: Talmud Tariikhuhu wa Ta’alimuhu, diterjemahkan oleh Musthafa Mahdamy, 1985).
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
Barangkali logika semacam inilah yang dipakai oleh serdadu-serdadu Yahudi dalam membunuhi warga Palestina, tanpa henti. Sebagian kaum Zionis mencari legitimasi penggunaan kekerasan pada sejarah nenek moyang mereka sebagaimana tertulis dalam Bibel: “Bersoraklah, sebab Tuhan telah menyerahkan kota ini kepadamu. Dan kota itu dengan segala isinya akan dikhususkan bagi Tuhan untuk dimusnahkan.” (Yosua, 6:16-17). Hanya seorang pelacur dan seisi rumahnya yang diselamatkan. (Yosua 6:17). “Mereka menumpas dengan mata pedang segala sesuatu yang dalam kota itu, baik laki-laki maupun perempuan, baik tua maupun muda, sampai kepada lembu, kuda, dan keledai.” (Yosua, 6:21).
Melihat track record perilaku kaum Yahudi Zionis selama ini, sebenarnya, pembantaian ribuan warga Palestina di Gaza saat ini memang tidak aneh. Zionis Yahudi terus menumpahkan darah warga Palestina. Mereka belum puas mencaplok wilayah Palestina, membunuh dan mengusir jutaan penduduknya.
Apalagi, jika dukungan terhadap aksi kekejaman Israel diberikan dengan mencar legitimasi pada ayat-ayat Bibel, seperti dalam Kitab Kejadian 12:3: “Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau, dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau, dan olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat.”
Esther Kaplan, dalam bukunya, With God on Their Side, (2004) memaparkan banyak contoh bagaimana kaum Kristen fundamentalis (disebutnya “The Zionist Christians”) sangat mendukung aksi pendudukan Israel atas Pelestina. Jerry Falwell, tokoh Kristen fundamentalis AS, misalnya, tahun 1980 menulis buku “Listen America!” yang menjelaskan keharusan kaum Yahudi kembali ke tanah mereka, sebagai salah satu pertanda kedatangan Kristus yang kedua.
Baca Juga: Survei: Mayoritas Warga Israel Lebih Memilih Perang di Gaza Segera Berakhir
Karena itu, kaum fundamentalis AS memberikan dukungan yang sangat kuat bagi pendudukan Israel atas Palestina. Tahun 2002, saat Presiden Bush menyerukan penarikan tank-tank Israel dari Tepi Barat, Falwell menghimpun 100.000 email untuk memprotes Presiden Bush.
Jadi, sejak awal, gerakan Zionis memang sudah menggunakan klaim-klaim keagamaan Yahudi untuk merampas wilayah Palestina. Aksi ini kemudian dilegitimasi oleh PBB melalui Resolusi Majelis Umum PBB No. 181 tahun 1947. Melalui resolusi itulah kaum Yahudi merasa berhak menguasai setengah wilayah Palestina.
Sejak awal, para tokoh Zionis lebih percaya kepada logika kekuatan. Pada 29 April 2003, saat peringatan Holocaust, Ariel Sharon berpidato: “The murder of six million Jews has demonstrated that the Jewish people can only achieve security through strength.” Dengan mengenakan peci khas Yahudi (kipa) Sharon menegaskan, bahwa hanya kekuatan (strength) yang dapat menyelamatkan bangsa Yahudi. Karena itu, ia tidak terlalu percaya pada penggunaan cara-cara yang dinilainya menunjukkan kelemahan, seperti diplomasi, perundingan, dan sejenisnya.
Itulah contoh-contoh pikiran dan tindakan kaum Yahudi yang menggunakan berbagai kekuatannya untuk menindas bangsa bukan Yahudi. Sungguh susah dipahami jika ada yang mendukung penjajahan dan penindasan bangsa Yahudi atas bangsa lain. Semoga kita tidak ikut-ikutan hal-hal yang aneh seperti itu. Kita fokus untuk berbuat baik dan menolong kaum yang tertindas, dengan berbagai cara semampu kita. Wallahu A’lam bish-shawab. (Depok, 19 Mei 2021). (AK/R4/P1)
Baca Juga: Menjaga Akidah di Era Digital
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: UNRWA: Kondisi Kehidupan di Gaza Sungguh Tak Tertahankan