Agar Tetap Istiqamah di Jalan Allah

Oleh: Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

di bermakna senantiasa mengikuti jalan lurus yang diridhai Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Kita selalu memohon jalan yang lurus itu, istiqamah itu, “Ihdinash shiraatal mustaqiim”. (Tunjukilah kami jalan yang lurus).

Istiqomah dalam beribadah dapat diartikan sebagai suatu sikap untuk senantiasa menjalankan apa yang diperintahkan oleh Allah. Perintah untuk beristiqamah tatkala beribadah ini sejalan dengan perintah untuk selalu berada di jalan yang lurus.

Allah menyebut di dalam ayat:

فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَمَنْ تَابَ مَعَكَ وَلَا تَطْغَوْا ۚ إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

Artinya: “Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”. (QQ Hud : 112).

Namun, tentu dalam menjalankan ibadah, apalagi suatu perjuangan besar, istiqamah itu menjadi tidak semudah yang dibayangkan, karena berbagai variabel penggodanya. Mulai dari tantangan dan hambatan kesulitan yang menghadang, terbatasnya sarana dan materi yang diperlukan, hingga godaan kemaksiatan dan kemalasan. Walaupun penggoda terbesar sesungguhnya dari dalam diri sendiri.

Dalam hal ini, ada beberapa cara yang bisa membantu kita untuk tetap istiqamah di jalan Allah. Di antara cara agar tetap istiqamah tersebut adalah:

Pertama, meluruskan niat.

Niat yang lurus, ikhlas dan jujur hanya mengharapkan ridha Allah. Sehingga kalau ada kendala-kendala teknis di lapangan, kita akan tetap beribadah dan berjuang. Sebab kita melaksanakan ibadah dan juang adalah karena Allah bukan karena materi atau manusia.

Allah mengingatkan kita di dalam ayat:

وَمَآ أُمِرُوٓاْ إِلَّا لِيَعۡبُدُواْ ٱللَّهَ مُخۡلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ وَيُقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤۡتُواْ ٱلزَّكَوٰةَ‌ۚ وَذَٲلِكَ دِينُ ٱلۡقَيِّمَةِ

Artinya: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya dalam [menjalankan] agama dengan lurus dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS Al-Bayyinah [98]: 5).

Di dalam hadits disebutkan:

إنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إلَى مَا هَاجَرَ إلَيْهِ

Artinya: “Sesungguhnya setiap amalan hanyalah tergantung dengan niat-niatnya dan setiap orang hanya akan mendapatkan apa yang dia niatkan, maka barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya dan barangsiapa yang hijrahnya karena dunia yang hendak dia raih atau karena wanita yang hendak dia nikahi maka hijrahnya kepada apa yang dia hijrah kepadanya”. (HR Bukhari dan Muslim dari Umar bin Khattab).

Maka, pada beberapa Kitab Kuning, seperti Kitab Riyadhush Shalihin, Al-Arba’in An-Nawawiy, buku kajian ilmu-ilmu keislaman diawali dengan Baabun Niyyaat, perkara niat.

Kedua, Memahami makna syahadat.

Dua kalimat syahadat bukan hanya tanda dia seorang Muslim. Namun lebih dari itu, merupakan komitmen hamba Allah dalam menjalani hidup senantiasa tertuju pada kalimat thayyibah Laa ilaaha illallaah, bahwa tidak ada Tuhan selain Allah.

Makna hakikatnya adalah bahwa kita hidup, beramal, bekerja, mengajar, berjuang, hatta berumah tangga pun semua tiada lain kecuali karena Allah. Tidak ada yang dituju dan diharap kecuali hanya Allah.

Sehingga, jika ada ujian melanda, godaan membujuk dan hambatan menghadang, kita tidak akan mundur satu inci pun dalam beribadah dan berjuang. Sebab kita berjuang karena Allah saja. Walaupun juga misalnya yang lain bermalas-malasan, dan hanya tinggal kita sendiri yang berjuang. Kita tetap maju, sebab kita berjuang bukan karena pimpinan atau teman. Tapi karena Allah. Itulah konsekwensi syahadat tauhid.

Kalimat Tauhid inilah ikatan terkuat seorang Muslim terhadap Tuhannya. Lalu, dalam keseharian mengikuti teladan Muhammad Rasulullah, utusan Allah, Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Sehingga dengan demikian kita akan selalu istiqamah di jalan Allah. Insya-Allah.

Ketiga, Bertadarus Al-Quran

Membaca Al-Quran, bertadarus Al-Quran, setiap hari secara rutin adalah salah satu cara untuk mendekatkan diri pada Allah. Sehingga dengan kedekatan kepada Allah akan dapat membantu kita untuk lebih istiqamah beribadah dan berjuang di jalan Allah.

Sebab, Al-Quran adalah kitab suci umat Islam yang bisa meneguhkan hati, menenteramkan jiwa, membasuh kegalauan dan obat bagi setiap Muslim. Maka dengan demikian kita tidak mudah tergoyahkan oleh hal-hal yang mampu merusak iman.

Berapa waktu sich kesibukan kita dibandingkan dengan Nabi dan Para sahabat, dengan para Khalifah, para syuhada dan pejuang terdahulu? Mereka tetap menyediakan waktunya untuk membaca ayat-ayat suci Al-Quran pedoman hidupnya.

Allah menegaskan di dalam ayat:

قُلْ نَزَّلَهُ رُوحُ الْقُدُسِ مِنْ رَبِّكَ بِالْحَقِّ لِيُثَبِّتَ الَّذِينَ آمَنُوا وَهُدًى وَبُشْرَىٰ لِلْمُسْلِمِينَ

Artinya: Katakanlah: “Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan Al Quran itu dari Tuhanmu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)“. (QS An-Nahl [16]:102).

Keempat, bergaul dengan orang-orang shaleh.

Manusia sangat dipengaruhi di mana ia berada dalam komunitasnya. Maka, di group-group media sosial, manusia akan berkumpul dengan teman-temannya yang sevisi, sejalan, sehobi, dan seterusnya.

Di dalam ayat disebutkan:

ﻭَﺇِﺫَا ٱﻟﻨُّﻔُﻮﺱُ ﺯُﻭِّﺟَﺖ

Artinya: “Dan apabila ruh-ruh dipertemukan.” (QS At Takwir [81]: 3).

Sahabat Umar bin Khattab mengatakan bahwa kelak pada Hari Kiamat setiap manusia akan dibangkitkan Allah bersama dengan komunitasnya, kelompok yang mereka akrabi, saat mereka hidup di dunia.

Jika ia berkomunitas dengan orang-orang maksiat, maka ia akan dikumpulkan dengan mereka. Dan jika ia berkumpul dengan komunitas orang-orang shaleh, maka ia pun akan dikumpulkan bersama mereka.

Oleh karena itu sebagai orang beriman kita harus selalu memperhatikan dengan komunitas atau majelis yang seperti apa kita bergabung. Karena walau sekedar sebagai teman pergaulan saja, semua akan memiliki konsekwensi yang sangat besar kelak di hari kiamat.

Dengan bergaul bersama orang-orang shaleh, sedikit banyak kita akan ketularan shaleh. Lama-lama menjadi kebiasaan, hingga akhirnya menjadi karakter atau akhlak sehari-hari.

Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menggambarkan, “Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang shalih dan orang yang jahat adalah bagaikan berteman dengan pemilik minyak misk dan pandai besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak misk olehnya, engkau bisa membeli darinya atau minimal dapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau dapat baunya yang tidak enak.

Kelima, rajin berdoa dan berzikir kepada Allah.

Doa dan dzikir sangat penting untuk meneguhkan keistiqamahan kita. Sebab kita manusia tiada daya dan upaya kecuali atas pertolongan Allah.

Bagaimana kita mau memohon pertolongan, bimbingan dan kekuatan-Nya, jika kita tidak khusyud alam berdoa dan berdzikir.

Berdoa seolah tidak memerlukan, berdzikir seolah sambil lalu saja.

Di antara doa agar kita diberi keistiqamahan di antaranya:

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ

Artinya: “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).” (QS Ali Imran [3]: 7).

يَامُقَلِّبَ الْقُلُوْب ثَبِّتْ قَلْبِيْ عَلَى دِيْنِكَ

Artinya: “Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkan hati kami di atas agama-Mu.” (HR At-Tirmidzi, Ahmad, Al-Hakim).

Semoga kita diberi keistiqamahan dalam beribadah dan berjuang di jalan Allah. Aamiin. (RS2/P1)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: Ali Farkhan Tsani

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.