Bogor, 22 Sya’ban 1438/19 Mei 2017 (MINA) – Dakwah mencegah kemungkaran atau Nahi Munkar harus tegas namun bersih dari kekerasan.
Demikian, Pembina Pondok Pesantren Al-Fatah Indonesia, KH Abul Hidayat dalam tausiahnya mengenai strategi dakwah pada acara Dialog Lintas Generasi yang diselenggarakan Jama’ah Muslimin (Hizbullah) di Masjid At-Taqwa, Pondok Pesantren Al-Fatah, Cileungsi, Bogor, Jum’at (19/5).
Di tengah maraknya perkembangan pergerakan dakwah, Dai dituntut untuk menyampaikan kebenaran tanpa melakukan kekerasan.
“Menyeru yang makruf dengan jelas dan menarik. Melarang yang mungkar dengan tegas tetapi dalam ketegasan bersih dari kekerasan,” ujar Kyai yang biasa dipanggil ustadz AHI ini.
Baca Juga: Syubban Jambi Kibarkan Bendera Palestina di Puncak Gunung Dempo
Abul Hidayat menjelaskan, dalam menyampaikan dakwah sebaiknya dilakukan dengan menyentuh hatinya, yakni menyampaikan kebenaran dengan perkataan yang manis dan lemah lembut.
“Seperti nabi Musa dengan Harun. Dua nabi yang diutus menghadap Firaun. Apa kata Allah? Firman Allah, Katakan kepada dia dengan perkataan yang lemah lembut. Ke Firaun aja disuruh lemah lembut,” katanya.
Sebab menurutnya, cara tersebut tidak akan meniupkan api kemarahan, melainkan akan menghembuskan angin kekhawatiran yang akan membuat penerima dakwah tidak menolak mentah-mentah apa yang disampaikan.
Lebih lanjut ia mengatakan, dakwah hendaknya dilandasi dengan kesabaran, karena dakwah bukan lah hal yang mudah untuk dilakukan.
Baca Juga: Ulama Palestina: Ujian Pertama untuk Bebaskan Al-Aqsa adalah Shubuh Berjamaah
“Pakailah sifat sabar dalam menghadapi berbagai perbedaan. Jika terjadi perpisahan, akhirilah dengan perpisahan yang baik dan berkesan di dalam hati. Dakwah itu tidak semudah menggoreng tempe, di cemplungkan, dibolak balik, mateng, dimakan. Jadi kita harus sabar dengan perbedaan itu, jangan putus asa,” ujarnya.
Kemudian, Abul Hidayat mengatakan, strategi berikutnya adalah jika terjadi perbedaan maka selesaikan dengan penyelesaian yang baik. Sebab jika tidak, hal ini akan berakibat pada putusnya hubungan antara pemebawa dan penerima dakwah.
Selain itu, ia juga mengatakan, pembawa dakwah harus bersikap simpatik dan hendaknya memulai pembicaraan dari kesamaan-kesamaan bukan dari perbedaan.
“Kemudian pembawa dakwah hendaknya bersikap simpatik, jangan jadi orang yang dibenci umat jadi begitu datang orang sudah benci, karena apa, kasar misalnya, karena agak sombong, tidak simpatik, memihak, tetapi jangan sampai menutup kebenaran ajaran Islam,” katanya.
Baca Juga: UAR Korwil NTT Ikuti Pelatihan Water Rescue
Selanjutnya, hal terpenting lain, dalam berdakwah hendaknya dimulai dari diri sendiri, dengan memperkuat keimanan dan mendekatkan diri pada Allah serta membersihkan hati dari segala sifat tercela, setelah itu berdakwah kepada orang lain. (L/ism/B01/B05).
Mi’raj Islamic News Agency (MINA).
Baca Juga: Cuaca Jakarta Diguyur Hujan Kamis Ini