Jakarta, MINA – Ahli Hidrologi, Yanto, PhD. mengatakan, tren bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor dan banjir bandang yang terus meningkat tiap tahun disebabkan krisis perubahan iklim yang diperparah ulah manusia.
Menurutnya, penguatan upaya mitigasi perubahan iklim Indonesia penting segera dilakukan, yang saat ini sedang menjadi sorotan dunia sebagai Presidensi G20 sepanjang tahun ini.
Hal tersebut dikemukakan Yanto saat menjadi pembicara Diskusi Publik Dwi Mingguan Persaudaraan Jurnalis Muslim Indonesia (PJMI) bertema “Kaitan Cuaca Ekstrem dan Bencana Hidrometeorologi”, di Sekretariat PJMI, Jakarta Timur, Rabu (28/9).
Diskusi Publik Dwi Mingguan memasuki edisi kedua ini merupakan kegiatan kolaborasi Barisan Nusantara (BN) dengan Persaudaraan Jurnalis Muslim Indonesia (PJMI).
Baca Juga: Longsor di Salem, Pemkab Brebes Kerahkan Alat Berat dan Salurkan Bantuan
“Tren jumlah bencana (Hidrometeorologi) selalu naik setiap tahun mulai terjadi 1980 di mana awal terjadinya perubahan iklim,” kata Yanto.
Dalam diskusi publik kali ini yang dimoderatori Sekjen PJMI Suratman, Yanto juga menekankan, kebutuhan untuk melakukan upaya dan strategi pemerintah dalam penanganan perubahan iklim sangat mendesak karena bencana kekeringan dan banjir semakin berdampak pada kehidupan banyak orang, khususnya masyarakat Indonesia.
“Kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan iklim perlu ditingkatkan, selain tentunya dengan cepat melakukan pengurangan emisi karbon,” ujarnya.
Selain itu, pentingnya menanamkan kesadaran pada masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana menjadikan masyarakat lebih siap dan tidak khawatir akan adanya ancaman bencana yang bisa datang kapan saja.
Baca Juga: Tausiyah Kebangsaan, Prof Miftah Faridh: Al-Qur’an Hadits Kunci Hadapi Segala Fitnah Akhir Zaman
“Ketangguhan Bencana pada masyarakat diharapkan menjadikan masyarakat mengerti bagaimana menyikapi bencana hidrometeorologi yang sebenarnya,” pungkas Yanto.
Merujuk data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), sejak awal tahun 2022 hingga Selasa (27/9), tercatat 2.597 bencana terjadi di Indonesia yang didominasi oleh bencana cuaca ekstrem, banjir dan tanah longsor.
Bencana alam menimbulkan korban meninggal dunia 144 jiwa, hilang 25 jiwa, 750 luka-luka dan terdampak dan mengungsi mencapai 3.010.512 jiwa.
Adapun, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat telah mengeluarkan beberapa peringatan dini cuaca ekstrem. Sejumlah wilayah yang masuk ke dalam kategori waspada potensi cuaca ekstrem meliputi beberapa kawasan, mulai dari Aceh hingga Papua Barat.
Baca Juga: Pembukaan Silaknas ICMI, Prof Arif Satria: Kita Berfokus pada Ketahanan Pangan
Rangkaian peristiwa bencana hidrometeorologi terjadi saat penyelenggaraan Presidensi Indonesia di G20, saat pemerintah berkomitmen untuk mengatasi perubahan iklim dan mengelola lingkungan secara berkelanjutan.
Program Sinergi PJMI-BN
Sekjen Barisan Nasional (BN) Dr. Suryadi Nomi, mengapresiasi kegiatan kolaborasi Barisan Nusantara (BN) dengan Persaudaraan Jurnalis Muslim Indonesia (PJMI) melalui pelaksanaan diskusi publik dwi mingguan yang digelar seriap hari Rabu malam.
Dia mengharapkan diskusi ini menjadi trendsetter isu-isu yang dapat mencerahkan masyarakat.
Baca Juga: Menteri Yusril Sebut ada Tiga Negara Minta Transfer Napi
“Kerjasama program sinergi ini harus terus berlanjut. BN memiliki pakar dan cendekiawan yang mumpuni di bidangnya masing-masing,” ujarnya.
Suryadi juga menyatakan, kehadiran media sangat strategis dalam memberikan edukasi dan peringatan yang dapat merubah kehidupan masyarakat menjadi lebih baik
“Peran media dalam kehidupan sehari-hari yakni sebagai komunikator serta agent of change dan sarana interaksi,” pungkasnya.(L/R1/P2)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: ICMI Punya Ruang Bentuk Kader-kader Indonesia Emas 2045