Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ponpes Nurul Bayan Cetak Prestasi: Adelia Sabet Juara 1 Tahfidz 10 Juz di MTQ Majalengka

Bahron Ansori Editor : Widi Kusnadi - 2 jam yang lalu

2 jam yang lalu

9 Views

Adelia, Santriwati Tahfiz Nurul Bayan. (FOTO: Bahron/MINA)

SEJAK langkah kecil pertama yang diambilnya di Pesantren Tahfidz Qur’an Nurul Bayan Majalengka, Adelia—yang waktu itu masih kecil dan baru duduk di kelas 1 SD—telah memasuki jalan panjang yang diam-diam sedang disiapkan Allah untuknya.

Saat teman-teman seusianya asyik berlari mengejar layang-layang, Adelia sudah sibuk mengejar ayat-ayat Allah. Mushaf kecil yang sering digenggamnya bukan hanya kertas dan tinta, tetapi sahabat setia yang menuntunnya tumbuh dalam cahaya iman.

Di luar hafalan, Adelia hanyalah gadis sederhana yang suka menulis, membaca majalah Islami, dan buku-buku tentang mindset. Kebiasaannya itu membuat tutur katanya selalu teduh, seolah ia menyimpan kedewasaan jauh melampaui usianya. Namun siapa yang menyangka, di balik sikap lembut itu tersembunyi keteguhan yang tak mudah dipatahkan, tekad yang tumbuh dari cita-cita besar tentang masa depan orang tuanya di akhirat.

Motivasi terbesar Adelia adalah kedua orang tuanya. Baginya, tidak ada mahkota yang lebih indah dibandingkan mahkota cahaya yang kelak dikenakan Abi dan Umi di surga. Janji Rasulullah itu menjadi arah hidupnya. Ketika hafalan terasa berat, ketika rindu rumah datang menghantam, ketika pikirannya sempat ingin menyerah—bayangan wajah orang tuanya selalu membuatnya kembali bangkit.

Baca Juga: Konferensi Puncak Pendidikan Tinggi Indonesia Perkuat Konsolidasi Menuju Kampus Berdampak

Ada hari-hari ketika Adelia duduk di serambi pesantren sambil menahan air mata. Lelah. Rindu. Merasa kecil di hadapan mushafnya yang tebal. Tapi selalu ada suara lembut dari Umi melalui telepon, “Nak… takdir Allah selalu baik. Terkadang butuh air mata untuk menerimanya.” Kata-kata itu seperti pelita kecil yang tak pernah padam, membuat Adelia kembali percaya bahwa setiap ayat yang dihafal, sekalipun berat, sedang memuliakannya sedikit demi sedikit.

Ketika Ayat-Ayat Sulit Menjadi Mudah

Salah satu momen paling membekas dalam hidup Adelia adalah saat ayat-ayat yang selama ini terasa mengunci, tiba-tiba terbuka dengan mudah.

“Rasanya seperti Allah membuka pintu,” ujarnya sambil menahan haru.

Di balik momen sederhana itu, ada malam-malam panjang ketika ia belajar sabar, belajar ikhlas, dan belajar menunggu waktu terbaik dari Allah.

Baca Juga: Pentas Literasi Bertema Anti-Perundungan Tumbuhkan Kesadaran Pelajar tentang Bahaya Bullying

Lingkungan pesantren yang berada di kaki gunung memberikan kedamaian tersendiri.

“Setiap pagi aku melihat gunung, sawah, dan angin yang sejuk,” katanya.

Pemandangan itu seperti doa yang diam, menguatkannya untuk terus menghafal. Di tempat itu, Adelia menemukan rumah kedua yang membuat ayat-ayat lebih mudah menetap di hati.

Perjalanannya menuju MTQ bukanlah proses tanpa batu. Tantangan terbesarnya bukan juri atau lawan lomba, tetapi rasa malas yang kadang datang diam-diam, dan ayat-ayat yang terasa begitu jauh dari hafalan. Setiap kali itu datang, Adelia punya cara yang ia sebut sebagai “penyelamat”: bangun tahajjud lebih awal.

Baca Juga: Jelang Hari Guru, Program Sertifikasi Guru Catat Peningkatan

“Saat itu hati paling jujur,” katanya lirih.

Detik Ketika Namanya Diumumkan

Hari ketika panitia menyebut namanya sebagai Juara 1 MTQ ke-55 se-Kabupaten Majalengka kategori Tahfidz 10 Juz adalah hari yang seolah menghimpun seluruh perjuangan panjangnya. Air mata Adelia jatuh—bukan karena bangga pada dirinya, tapi karena ia merasa Allah benar-benar melihat upayanya. Ia teringat malam-malam ketika ia ingin pulang, ingat doa Umi yang tidak pernah terputus, ingat ustadzah yang terus berkata, “Pelan-pelan, Nak… yang penting jangan berhenti.”

Bagi Adelia, kemenangan itu bukan selesai, tetapi mulai.

“Juara itu amanah,” ujarnya.

Baca Juga: Profesor Muda IPB University Raih Habibie Prize 2025 atas Inovasi Pakan Ramah Lingkungan

Ia takut terlena, takut berhenti memperbaiki diri. Karena bagi dirinya, menjadi hafidzah bukan perlombaan, tetapi perjalanan seumur hidup. Surah Maryam—surah favoritnya—menjadi cermin hidupnya: ketangguhan, kesabaran, dan keyakinan bahwa pertolongan Allah selalu datang pada waktu terbaik.

Seorang Gadis yang Sedang Tumbuh Menjadi Cahaya

Kini, setelah menjadi juara, perubahan terbesar yang Adelia rasakan adalah kedekatannya dengan Allah. Setiap kali sedih, setiap kali tertekan, ia kembali pada istighfar, ayat-ayat tentang surga, dan murottal yang lembut. Semua itu menjadi jalan pulang bagi hatinya yang sedang tumbuh.

Cita-cita Adelia terbang tinggi: ia ingin menjadi pendakwah, ahli agama, sekaligus pengusaha yang memegang prinsip-prinsip Islam. Baginya, ilmu dan usaha adalah dua sayap yang bisa membuat seorang muslim bermanfaat bagi banyak orang. Ia ingin hidupnya penuh kontribusi, bukan hanya prestasi.

Ketika diminta menyebut satu orang yang paling ingin ia ucapkan terima kasih, Adelia memilih Umi tanpa ragu.

Baca Juga: Habibie Prize 2025 Tekankan Sains sebagai Bentuk Kepahlawanan Modern

“Beliau yang paling percaya aku bisa,” katanya.

Meski dari keluarga sederhana, doa Umi dan kerja keras Abi telah menjadi bahan bakar utama bagi keberhasilannya hari ini.

Untuk dirinya yang kala itu baru berusia 10 tahun, Adelia sudah punya motto, “Jangan takut melangkah. Gagal itu urusan nanti. Yang penting kamu berani mencoba.” Pesan itu bukan hanya untuk masa kecilnya, tetapi untuk setiap anak yang sedang berjuang menapaki jalan penghafal Qur’an.

Kini, di usianya yang baru 17 tahun, Adelia bukan hanya juara MTQ. Ia adalah bukti bahwa tekad bisa tumbuh di rumah sederhana, bahwa cahaya bisa lahir dari kaki gunung, dan bahwa Al-Qur’an selalu memilih penjaga-penjaganya.

Baca Juga: SMA Alfa Centauri Bandung Gelar Kreativitas Peduli Lingkungan

Perjalanan Adelia masih panjang, dan setiap langkahnya kini adalah ayat baru yang sedang ia hafalkan—dengan lisan, dengan hati, dan dengan amal.[]

Mi’raj News Agency (MINA)

 

Baca Juga: Perundungan Darurat Mental yang Sering Kita Abaikan

Rekomendasi untuk Anda