AISYAH RA, SOSOK EMANSIPASI DI MASA RASULULLAH

(Gambar: mselim3)
(Gambar: mselim3)

Oleh: Rendy Setiawan, Wartawan Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muththallib, seorang insan yang diangkat Ta’ala menjadi utusan-Nya untuk menegakkan kalimatut tauhid, menyebarkan kebaikan di muka bumi, menyampaikan kabar gembira bagi yang mengikutinya dan memberi peringatan bagi orang-orang yang menolak syariatnya.

, selain memiliki berbagai macam keutamaan sebagai Nabi dan Rasul, beliau juga dianugerahi istri-istri yang shalihah lagi cerdas. Salah satu diantara istri Rasulullah yang terkenal dengan kecerdasannya adalah binti Abu Bakar Radhiyallahu Anhumaa.

Aisyah berwajah rupawan. Wajahnya yang cantik berasal dari genetika ibunya yang bernama Ummu Ruman binti Amir. Namun, bukan karena kecantikannya itu alasan Nabi menikahinya. Hal ini jelas tercermin dalam salah satu hadits Nabi yang menyatakan, dalam memilih wanita sebagai calon istri adalah yang memiliki kualitas kepribadian, dan ini hendaknya menjadi kriteria utama.

Selama sembilan tahun hidup bersama Rasulullah, Ibunda Aisyah dikenal sebagai pribadi yang haus akan ilmu pengetahuan khususnya ‘Ulumuddin. Ketekunan dalam belajar menghantarkan beliau sebagai perempuan yang banyak menguasai berbagai bidang ilmu.

Di antara ilmu-ilmu yang dikuasai oleh ‘Aisyah adalah ‘Ulumul Qur’an, Hadist, Fiqih, Bahasa Arab dan Syair. Hal ini karena beliau adalah orang terdekat Rasulullah yang sering mengikuti pribadi Rasulullah.  Banyak wahyu yang turun dari Allah disaksikan langsung oleh Aisyah Radhiyallahu ‘Anha.

Pernah Aisyah suatu ketika berkata; “Aku pernah melihat wahyu turun kepada Rasulullah pada suatu hari yang sangat dingin, sehingga beliau tidak sadarkan diri, sementara keringat bercucuran dari dahi beliau.” (H.R. Bukhari).

Muslimah cerdas

Kecerdasan dan keluasan ilmu yang dimiliki Aisyah sudah tidak diragukan lagi. Bahkan beliau dijadikan tempat bertanya para kaum wanita dan para sahabat tentang permasalahan hukum agama, maupun kehidupan pribadi kaum muslimin secara umum.

Hisyam bin Urwah meriwayatkan hadis dari ayahnya. Dia mengatakan: “Sungguh aku telah banyak belajar dari ‘Aisyah. Belum pernah aku melihat seorang pun yang lebih pandai daripada ‘Aisyah tentang ayat-ayat Alqur’an yang sudah diturunkan, hukum fardhu dan sunnah, syair, permasalahan yang ditanyakan kepadanya, hari-hari yang digunakan di tanah Arab, nasab, hukum, serta pengobatan.”

Selain sebagai Muslimah cerdas, Aisyah juga dikenal sebagai perempuan yang banyak menghafalkan hadist-hadist Rasulullah. Sehingga beliau mendapat gelar Al-Mukatsirin (orang yang paling banyak meriwayatkan hadist).

Ada sebanyak 2.210 hadist yang diriwayatkan oleh Aisyah. Diantaranya terdapat 297 hadist  dalam kitab shahihain dan sebanyak 174 hadist yang mencapai derajat ‘Muttafaq ‘Alaihi’ atau hadits yang telah disepakati oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim. Bahkan, para ahli hadist menempatkan beliau pada posisi kelima penghafal hadist setelah Abu Hurairah, Ibnu , Anas bin Malik, dan Ibnu Abbas Ridwanullahu Ta’ala Ajma’in.

Aisyah juga dikenal sebagai pribadi yang tegas dalam mengambil sikap. Hal ini terlihat dalam penegakan hukum Allah, Aisyah langsung menegur perempuan-perempuan muslim yang melanggar hukum Allah.

Suatu ketika dia mendengar bahwa kaum wanita dari Hamash di Syam mandi di tempat pemandian umum. Aisyah mendatangi mereka dan berkata, “Aku mendengar Rasulullah bersabda, ‘Perempuan yang menanggalkan pakaiannya di rumah selain rumah suaminya maka dia telah membuka tabir penutup antara dia dengan Tuhannya.” (HR. Ahmad, Abu Daud, dan Ibnu Majah)

Aisyah-pun pernah menyaksikan adanya perubahan pada pakaian yang dikenakan wanita-wanita Islam setelah Rasulullah wafat. Aisyah menentang perubahan tersebut seraya berkata, “Seandainya Rasulullah melihat apa yang terjadi pada wanita (masa kini), niscaya beliau akan melarang mereka memasuki masjid sebagaimana wanita Israil dilarang memasuki tempat ibadah mereka.”

Ibnu Saad mengatakan bahwa Hafshah binti Abdirrahman menemui Ummul Mukminin Aisyah. Ketika itu Hafsyah mengenakan kerudung tipis. Secepat kilat Aisyah menarik kerudung tersebut dan menggantinya dengan kerudung yang tebal.

Keutamaan Aisyah

Setelah ruh yang suci Rasulullah kembali kepada Rabbnya, Aisyah menghabiskan sisa hidupnya untuk perkembangan dan kemajuan Islam. Rumah beliau tak pernah sepi dari pengunjung untuk bertanya berbagai permasalahan syar’iat . Sampai-sampai Khalifah Umar bin Khattab dan  Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘Anhuma mengangkat beliau menjadi penasehat. Hal ini merupakan wujud penghormatan  Umar dan Utsman terhadap kemuliaan Ilmu yang dimiliki oleh Aisyah ra.

Aisyah binti Abu Bakar adalah istri yang paling disayang Nabi disamping Khadijah Al-Kubro. Kecintaan Nabi tersebut bukan karena kecantikannya, walaupun ia memang rupawan. Ia disayang Nabi karena kualitas takwanya, kesalihannya, kecerdasannya, dan determinasinya untuk belajar berbagai ilmu dan dedikasinya untuk mengabdi dan menyebarkan ilmu yang dimilikinya tersebut

Kecerdasan Aisyah dalam berorasi juga dikatakan oleh Muawiyah. Sementara Sahabat Masruq pernah ditanya oleh Muslim bin Subaih apakah Aisyah pintar ilmu faraidhnya? Masruq menjawab: “Aku melihat sendiri banyak dari para Sahabat yang bertanya ilmu faraidh kepada Aisyah.” (H.R. Ad-Darimi)

Kecerdasan, kesalihan dan dedikasinya pada keilmuan adalah tiga hal yang tampaknya menjadi penyebab utama Rasulullah untuk memilihnya sebagai pendamping hidup dan sebagai istri terfavorit setelah Khadijah binti Khuwailid. Dan terbukti dengan adanya fakta banyaknya kesaksian atas keutamaan Aisyah baik dari Rasulullah, para Sahabat bahkan dari Alqur’an.

Pertama, kesaksian Alqur’an.

Dalam QS Al-Ahzab 33:32, Allah berfirman;

يَـٰنِسَآءَ ٱلنَّبِىِّ لَسۡتُنَّ ڪَأَحَدٍ۬ مِّنَ ٱلنِّسَآءِۚ …  (٣٢)

Artinya: “Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain.” (Q.S. Al-Ahzab [33]: 32)

Dalam ayat ini secara umum Allah menekankan bahwa seluruh istri Nabi adalah perempuan pilihan terutama dalam segi kualitas kesalihan, dan kepribadian.

Imam Al-Qurthubi menyatakan, maksud dari ayat di atas adalah bahwa para istri Nabi melebihi umat Islam yang lain dari segi keutamaan (fadhal) dan kemuliaan (syarof). Kelebihan itu tidak hanya di antara sesama perempuan, tapi mencakup seluruh umat manusia yang muslim. Hal ini terbukti dengan dipakainya kata “ahad” yang bersifat umum, bukan kata “ihda” yang khusus perempuan.

Allah juga menegaskan posisi khusus istri-istri Nabi dalam QS Al-Ahzab;

ٱلنَّبِىُّ أَوۡلَىٰ بِٱلۡمُؤۡمِنِينَ مِنۡ أَنفُسِہِمۡ‌ۖ وَأَزۡوَٲجُهُ ۥۤ أُمَّهَـٰتُہُمۡ‌ۗ…  (٦)

Artinya: “Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka.” (Q.S. Al-Ahzab [33]: 6)

Demikian bentuk pujian Allah Ta’ala terhadap istri-istri Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Kedua, kesaksian Malaikat Jibril.

Aisyah adalah satu-satunya istri Nabi yang mendapat kiriman salam dari Malaikat Jibril. Dalam sebuah hadits riwayat Bukhari dan Muslim, Rasulullah berkata pada Aisyah: “Wahai Aisyah, ini Malaikat Jibril mengucapkan salam untukmu”. Aisyah berkata: Wa alaihissalam wa rahmatullah (Padanya keselamatan dan rahmat Allah).” (Muttafaqun ‘Alaihi)

Dalam hadits lain riwayat At-Tirmidzi dikisahkan bahwa malaikat Jibril dengan bentuknya yang asli pernah datang menghadap Rasulullah dengan memakai baju sutra hijau, lalu berkata pada Nabi: “Aisyah ini adalah istrimu di dunia dan akhirat.”

Ketiga, kesaksian Nabi.

Aisyah merupakan salah satu istri Rasulullah, baik saat masib berada di dunia maupun setelah hidup di Syurga kelak. Dalam sebuah hadits riwayat Tabrani, Rasulullah berkata pada Aisyah: “Hai Aisyah, aku melihat dirimu sebagai istriku di surga.”

Dalam sebuah hadits riwayat Bukhari dan Muslim, diceritakan bahwa ‘Amr bin ‘Ash Radhiyallahu ‘Anhu pernah bertanya pada Rasulullah: “Siapakah manusia yang paling engkau cintai?

Rasulullah menjawab: “Aisyah.”

Amr bin Ash bertanya lagi: “Siapa yang dari kaum laki-laki?” Rasulullah menjawab: “Ayahnya Aisyah” (yakni Abu Bakar). Amr bertanya lagi: “Lalu siapa?” Nabi menjawab: “Umar bin Khattab.” Lalu Nabi menyebut beberapa nama Sahabat laki-laki yang lain. (Muttafaqun ‘Alaihi)

Aisyah juga mendapat beberapa gelar dan julukan kehormatan antara lain Ummul Mu’minin atau ibu orang-orang beriman. Ia juga mendapat gelar As-Shiddiqiyah atau wanita yang jujur. Dan julukan Al-Humaira‘ atau yang kemerah-merahan karena wajahnya yang putih halus kemerahan.

Keempat, kesaksian Sahabat Nabi.

Di mata para Sahabat Nabi, Aisyah dikenal sebagai sosok ulama wanita yang sangat mumpuni di bidang hadits. Banyak hadits Nabi yang berasal darinya. Dan banyak ulama hadits(muhaddis) laki-laki yang berguru padanya. Namun, kemampuan Aisyah tidak saja di ilmu hadits tapi juga mencakup ilmu-ilmu yang lain seperti ilmu faraidh, sastra, pidato, dan lain-lain.

Musa bin Talhah bersaksi tentang kemampuan orasi Aisyah: “Aku belum pernah melihat seorangpun yang lebih fasih berbicara dari Aisyah“ (H.R. Tirmidzi).

Akhir Hayat

Ummul Muhsinin, ‘Aisyah meninggal pada Malam Selasa, 17 Ramadhan setelah shalat witir, pada 58 H di masa Khalifah Mu’awiyah bin Abu Sufyan. Yang demikian itu menurut pendapat jumhur ulama. Ada juga yang berpendapat bahwa beliau wafat pada 57 H, dalam usia 63 tahun sekian bulan.

Pada hari itu, banyak sekali orang-orang yang berkumpul untuk menshalatinya. Para sahabat Anshar berdatangan, bahkan tidak pernah ditemukan satu hari pun yang lebih banyak orang-orang berkumpul padanya daripada hari itu, sampai-sampai penduduk sekitar Madinah turut berdatangan.

Ibunda ‘Aisyah dikuburkan di Pekuburan Baqi’ di Madinah. Shalat jenazahnya diimami oleh Abu Hurairah dan Marwan bin Hakam yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Madinah.

Begitulah perjalanan Ummul Mukminin, Aisyah yang patut menjadi contoh, menjadi tauladan bagi segenap perempuan-perempuan masa kini, yang menggembar-gemborkan ‘emansipasi wanita’, menganggap Islam tidak menghargai wanita dan tidak berbuat adil terhadap mereka.

Kehidupan pribadi ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha telah menjadi pelajaran yang amat berharga untuk kita, Islam menghargai dan menghormati keutamaan wanita. Keberadaan Aisyah sudah cukup membuktikan bahwa perempuan juga diberikan posisi yang layak di zaman Rasulullah dan para shahabat. Wallahu A’lam. (P011/P2)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0