Kuwait City, MINA – Para sarjana dan akademisi Kuwait menggambarkan Kesepakatan Abad Ini yang diumumkan Presiden AS Donald Trump untuk perdamaian di Timur Tengah sebagai “tamparan dan kesepakatan yang memalukan.”
Mereka menegaskan pada simposium yang diselenggarakan oleh Masyarakat Reformasi Sosial di Negara Kuwait Selasa malam (4/2), dengan tema “Palestina, Sejarah, Sekarang dan Masa Depan”, seperti dilaporkan Al-Quds Online.
“Tidak ada satu inci pun tanah dari Palestina atau kompromi dan normalisasi dengan pendudukan Zionis Israel yang merampas,” kata Dr Ajeel al-Nashmi, mantan dekan Fakultas Syariah Universitas Kuwait.
Menurutnya, Allah telah menghubungkan tautan historis Masjidil Aqsa di dalam Al-Quran yang tidak dapat dihapuskan oleh siapa pun.
Baca Juga: Presiden Macron Bela Kebebasan Beragama di Tengah Meningkatnya Islamofobia di Prancis
Dia menekankan bahwa tidak diperbolehkan untuk mengabaikan sejengkal tanah pun dari tanah Palestina, dan menunjukkan bahwa hukum jihad berlaku bukan hanya untuk orang-orang Palestina, tetapi juga kewajiban semua kaum Muslimin.
Al-Nashmi mengingatkan konferensi di Al-Azhar tahun 1956 yang menyimpulkan bahwa rekonsiliasi tidak diizinkan dengan orang-orang Yahudi.
Prof. Ali Al-Kandari, guru besar Universitas Kuwait mengatakan, selama ini telah terjadi rasa ketidakadilan untuk merampas tanah selama 70 tahun.
“Untuk semua orang yang menyerukan normalisasi, tidak ada jaminan bahwa Israel tidak akan memperluas jajahannya. Kemarin Golan, hari ini Yerusalem, dan besok Yordania,” ujarnya.
Baca Juga: Mahkamah Internasional Lanjutkan Sidang Hari Ke-4 Minta Pertanggungjawaban Pendudukan Israel
Peneliti urusan Palestina Noureddine Khidr meninjau realitas Yerusalem Timur dan Masjid Al-Aqsa sejak pendudukan tahun 1967, telah berada dalam bahaya, seperti penggalian terowongan.
“Mereka juga mencari tempat untuk melakukan ritual mereka dan mencegah kaum Muslimin memasuki Masjidil Aqsa,” ujarnya.
Dia menambahkan bahwa rencana kesepakatan itu jika diterapkan akan semakin melegitimasi tembok apartheid yang memisahkan 3,5 kilometer persegi timur dari 63 kilometer persegi yang ditambahkan ke perbatasan Yerusalem pada tahun 1967. (T/RS2/P2)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Maladewa di hadapan Mahkamah Internasional: Israel Wajib Fasilitasi Masuknya Bantuan ke Gaza
Baca Juga: Meksiko di Hadapan Mahkamah Internasional: Tuntut Israel yang Telah Membunuh Warga Sipil Gaza