Akankah 2022 Menjadi ‘Tahun Tahanan Palestina’?

(Foto: Anadolu Agency)

Hisham Abu Hawash (40) belum lama ini telah setuju untuk mengakhiri mogok makan selama 141 hari, dalam kesepakatan dengan otoritas Pendudukan Israel yang akan membuatnya dibebaskan bulan depan (26 Februari).

Abu Hawash melakukan mogok makan sebagai protes atas keputusan pendudukan Israel yang menahannya sejak 27 Oktober 2020 tanpa dakwaan atau pengadilan, di bawah perintah penahanan administratif yang dapat diperbarui. Protes semacam itu, menunjukkan tekad dan pembangkangan para tahanan Palestina yang ditahan oleh Israel, terlepas dari harga yang harus dibayar.

Keluarga Abu Hawash mengatakan, setelah dipindahkan ke rumah sakit dari penjara karena semakin memburuk kondisi kesehatannya, Abu Hawash mengalami koma; hidupnya pun terancam. Penderitaan yang dia alami adalah contoh dari apa yang dialami hampir 4.600 tahanan Palestina yang ditahan oleh Israel.

Mengingat besarnya dukungan publik untuk para tahanan, masalah ini dapat memicu konfrontasi besar-besaran dengan otoritas pendudukan setiap saat. Faksi-faksi perlawanan Palestina di Gaza memperingatkan Israel bahwa jika Abu Hawash meninggal dalam tahanan maka mereka akan menganggapnya sebagai pembunuhan politik, dan menanggapinya dengan tepat.

Hal itu tentu akan membuka pintu bagi konfrontasi militer antara perlawanan dan tentara pendudukan. Sampai Abu Hawash benar-benar meninggalkan penjara seperti yang disepakati, dan dalam kondisi sehat, konfrontasi seperti itu mungkin akan meletus.

Menurut tahanan dan lembaga hak asasi manusia, Pendudukan Israel menangkap sekitar 8.000 warga Palestina tahun lalu, termasuk 1.300 anak-anak dan 184 wanita dan anak perempuan. Diperkirakan ada 1.600 tahanan yang ditahan di bawah penahanan administratif. Penganiayaan dan penahanan semacam itu adalah bagian dari perang yang diluncurkan Israel dalam melawan rakyat Palestina, yang berjuang untuk kebebasan dan kemerdekaan Palestina.

Otoritas pendudukan Israel juga terus mengabaikan penderitaan para tahanan Palestina. Sejak enam orang melarikan diri dari Penjara Keamanan Tinggi Gilboa pada bulan September lalu, unit militer khusus telah ditempatkan terhadap orang-orang Palestina yang ditahan di penjara- sebagai pembalasan atas pelarian yang memalukan itu.

Namun, bagi warga Palestina, insiden tersebut telah mendorong masalah tahanan menjadi prioritas utama mereka. Perlawanan rakyat dalam solidaritas dengan para tahanan memperjelas bahwa orang-orang Palestina tidak akan meninggalkan mereka.

Baru-baru ini diumumkan bahwa perunding senior Israel untuk pembebasan warga Israel yang ditahan di Gaza, Moshe Tal, telah mengundurkan diri karena “kelalaian”, dan kegagalan pemerintah pendudukan Israel mencapai kesepakatan pertukaran tahanan, dengan kelompok-kelompok perlawanan di Gaza yang diblokade.

Keputusannya itu, tampaknya juga dipengaruhi oleh apa yang dikatakan mantan Juru Bicara Militer Ronen Manelis, mengenai penolakan pemerintah pendudukan Israel untuk membuat kesepakatan pertukaran tahanan pada 2018.

Implikasinya, jelas, bahwa otoritas pendudukan Israel tidak siap membayar harga yang diminta untuk pembebasan tentaranya yang ditangkap di Gaza.

Brigade Izz Ad-Din Al-Qassam menahan empat tahanan di dalam Jalur Gaza.

Kepala Biro Politik Hamas Ismail Haniyeh mengatakan kepada Al-Jazeera bahwa ‘jika Israel tidak yakin untuk mencapai kesepakatan, Hamas dan Brigade akan memaksa mereka’.

Ini adalah peringatan yang jelas bahwa lebih banyak tentara Israel akan ditangkap jika perlu untuk mendorong pertukaran tahanan. Tampaknya kondisi di lapangan sudah matang untuk setiap insiden yang memicu konfrontasi antara kelompok perlawanan dan pendudukan Israel.

Stabilitas pemerintah pendudukan Israel akan terancam oleh konflik semacam itu, yang dapat memaksanya menyetujui kesepakatan pertukaran tahanan baru dengan Palestina, sebagai persyaratan yang ditetapkan oleh kelompok-kelompok perlawanan.

Jika, seperti yang diantisipasi ini mengarah pada pembebasan ratusan tahanan Palestina — beberapa di antaranya telah ditahan selama beberapa dekade — maka 2022 memang bisa menjadi “Tahun Tahanan Palestina”. (AT/R6/P1)

Artikel ini pertama kali muncul dalam bahasa Arab di Felesteen pada 4 Januari 2022.

Sumber: Tulisan Majed Zebda di Middle East Monitor (MEMO)

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: siti aisyah

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.