Jakarta, 26 Sya’ban 1434/5 Juli 2013 (MINA) – Hakim Pengadilan Negeri Medan memutus bebas tiga orang terdakwa Rohingya anak-anak.
Ketiga terdakwa yang dibebaskan itu adalah Ismail Kamal Husein (16), Muhammad Yasin (15), dan Mahmud Huson (16) pada Rabu sore (3/7).
Hakim juga menyatakan para terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana yang dituduhkan pada mereka yaitu pembunuhan (Pasal 338 KUHP), Pengeroyokan yang menyebabkan mati (Pasal 170 KUHP), dan Penganiayaan yang Menyebabkan Mati (Pasal 351 KUHP) sebagaimana dakwaan alternatif Jaksa Penuntut Umum.
Keluarga dan Tim Kuasa Hukum yang hadir di persidangan terlihat tersenyum gembira dan menyambut putusan tersebut dengan lafaz “Allahu Akbar”.
Baca Juga: AWG Gelar Webinar Menulis tentang Baitul Maqdis
“Dari awal kami yakin mereka memang tidak bersalah dan putusan hakim sudah benar”, kata Khaerul Anwar Hasibuan, Ketua Pusat Informasi Advokasi Rohingya-Arakan (PIARA) Indonesia cabang Sumatera Utara sebagaimana yang dilansir oleh PIARA kepada Mi’raj News Agency (MINA).
Khaerul Anwar Hasibuan dan Dody Chandra, Direktur PAHAM Indonesia Cabang Sumatera Utara, yang mendampingi ketiga anak Rohingya tersebut menyatakan sangat mengapresiasi putusan hakim yang memutus bebas ketiga anak Rohingya tersebut.
Persidangan ketiga anak Rohingya ini terkait dengan kerusuhan di Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Medan pada 5 April 2013 yang melibatkan belasan Rohingya dengan Nelayan Myanmar beragama Budha yang menempati Rudenim yang sama.
Peristiwa kerusuhan dipicu oleh tindakan provokatif dari para Penganut Budha Myanmar yang melakukan tindakan pelecehan seksual dan penusukan yang kemudian memicu kerusuhan dan menyebabkan delapan orang Myanmar Budha tewas dan 17 orang Rohingya ditetapkan menjadi tersangka, tiga di antaranya adalah anak-anak.
Baca Juga: 30 WNI dari Suriah Kembali Dievakuasi ke Indonesia
Khairul menjelaskan kronologis kejadianya kepada MINA, ketika seorang tokoh Etnis muslim Rohingya yang berada di Rudenim menasehati penganut Budha Myanmar yang melakukan tindakan yang kurang pantas terhadap seorang perempuan muslim Rohingya.
Kemudian tokoh Etnis Rohingya tersebut bermaksud menyelesaikan permasalah pelecehan seksual yang dilakukan pengungsi Myanmar secara kekeluargaan. Namun, Budha Myanmar tidak puas dengan perdamaian itu, kemudian menusuk tokoh Etnis Rohingya menggunakan obeng. Secara otomatis Etnis Rohingya melakukan pembelaan terhadap tokoh yang ditusuk oleh para korban dan terjadilah bentrokan.
Sementara itu, terkait dengan 14 terdakwa Rohingya lainnya, Heri Aryanto, Direktur PIARA menegaskan bahwa pihaknya akan terus berkomitmen memberikan bantuan hukum kepada semua terdakwa tanpa terkecuali.
“Kami siap memberikan bantuan hukum yang terbaik untuk ke-14 terdakwa Rohingya yang akan disidangkan di Pengadilan Negeri Medan”, tegas Heri.
Baca Juga: Banjir di Makasar Rendam Rumah Dinas Gubernur dan Kapolda
Persidangan 14 Terdakwa Rohingya sendiri telah memasuki tahap pra penuntutan di Kejaksaan Medan, dan dalam waktu beberapa pekan ke depan akan segera disidangkan di Pengadilan Negeri Medan. “Kita menunggu proses hukum dan putusan apa yang akan diberikan kepada 14 terdakwa Rohingya ini,” tambahnya.
Rohingya merupakan etnis minoritas muslim yang mendiami wilayah Arakan sebelah utara Myanmar berbatasan dengan Bangladesh, yang dahulu wilayah ini dikenal dengan sebutan Rohang dan saat ini lebih dikenal dengan Rakhine. Itu sebabnya orang-orang muslim yang mendiami wilayah Rohang disebut dengan Rohingya.
Sejak kemerdekaan negara Myanmar pada 1948, Rohingya menjadi satu-satunya etnis yang paling tertindas di Myanmar.(L/P08/P02)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Angkatan Kedua, Sebanyak 30 WNI dari Suriah Kembali ke Tanah Air