Oleh : Luthfiah Al-Qonati, Mahasiswi Ma’had Al-Imam Malik Purwokerto dan Aktivis di Masyarakat Relawan Indonesia (MRI) Purwokerto, Jawa Tengah
Sebagai seorang Muslim seharusnya kita paham tentang membiasakan diri dengan akhlak terpuji, yakni akhlak baik yang terlahir dari sifat-sifat baik yang tertanam dalam diri. Akhlak terpuji atau biasa disebut dengan akhlaqul karimah ini akan menjadikan seseorang memiliki moral yang mulia.
Ini karena salah satu poin penting dalam beragama khususnya agama Islam adalah akhlak. Itulah mengapa ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam diangkat menjadi Nabi, beliau tak segan-segan mengungkapkan, “Saya diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak-akhlak mulia”. Karena memang dengan akhlak ,perdamaian akan tercipta. Sesuai dengan namanya, Islam berarti damai.
Begitulah, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah sosok suri teladan terbaik, tidak ada yang mampu menandingi keindahan akhlak beliau.
Baca Juga: [Hadits Al-Arbain ke-24] Tentang Haramnya Berbuat Zalim
Tidak sedikit perilaku buruk yang harus Rasulullah terima saat berdakwah menyebarkan ajaran islam. Namun beliau selalu membalas keburukan itu dengan kebaikan. Maka pantaslah bila Allah Subhanahu wa Ta’ala memujinya di dalam salah satu ayatnya:
وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ
Artinya : “Sungguh telah ada pada dirimu (Muhammad) akhlak yang agung.” (QS Al-Qalam/68: 4).
Kita tentu mengetahui betul bahwa integritas seseorang itu sebenarnya ditentukan dengan akhlak atau etikanya. Bukan dengan kekayaan atau kecerdasan dan bahkan bukan pula ditentukan oleh amal ibadahnya. Karena secara realita kehidupan ini, banyak kita temukan orang kaya dan pintar sekalipun tapi berani untuk mencuri uang dengan cara yang korupsi, kekerasan, merampas dan lain sebagainya.
Tentu saja hal ini tidak pernah dibenarkan dalam agama Islam. Karena sekali lagi, Islam adalah akhlak. Islam harus menciptakan kerukunan, perdamaian, kasih sayang antar makhluk dalam hal apapun. Termasuk dalam menyampaikan ajaran-ajaran Islam atau biasa kita menyebutnya dengan istilah dakwah.
Baca Juga: Keutamaan Menulis: Perspektif Ilmiah dan Syari
Dakwah seharusnya dilakukan dengan cara yang baik dan benar. Bukan dengan cara kekerasan atau mencaci maki dan saling membenci antar manusia atau golongan-golongan tertentu.
Hal in agar jangan sampai semangat berlebihan dalam berdakwah justru memicu api kemarahan dan perpecahan jamaahnya. Dakwah tidak untuk untuk mengkafirkan atau men-judge seseorang atau terlalu mudah mengecap orang lain yang tidak sesuai dengan pemikiran si pendakwah tersebut. Mereka melakukan itu atas nama Islam yang berarti kedamaian. Pertanyaannya, bagaimana mungkin pesan kedamaian dilakukan dengan cara yang tidak damai?.
Allah mengingatkan di dalam ayat-Nya:
اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۗ اِنَّ رَبَّكَ هُوَ اَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهٖ وَهُوَ اَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ
Artinya : “Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah424) dan pengajaran yang baik serta debatlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang paling tahu siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia (pula) yang paling tahu siapa yang mendapat petunjuk.” (QS An-Nahl/16: 125).
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-23] Keutamaan Bersuci, Shalat, Sedekah, Sabar, dan Al-Quran
Dalam ayat tersebut telah dijelaskan tentang tata berdakwah dengan cara yang bijaksana dan baik. Bahkan jika objek dakwah membangkang, kita masih harus menyikapinya dengan baik, yakni dengan argumentasi yang baik pula. Karena memang pada hakikatnya kewajiban kita hanya berdakwah, mengajak dalam kebaikan dengan cara yang baik.
Urusan mau mengikuti atau tidak, sepenuhnya adalah urusan Allah, seperti apa yang diungkapkan di akhir ayat tersebut, “Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang paling tahu siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia (pula) yang paling tahu siapa yang mendapat petunjuk.”
Begitulah, karena akhlak pulalah Islam dapat tersebar dengan mudah di Nusantara bahkan di Asia Tenggara. Islam dibawa oleh para pedagang dari Timur Tengah dengan cara yang ramah dan tidak dengan marah-marah. Bukan dengan cara memaki-maki tradisi masyarakat Nusantara sebelumnya.
Jika saja pendatang tersebut menyebarkan Islam melalui berdakwah dengan cara memaki dan memaksa, tentu Islam akan sulit diterima di Nusantara. Pesan-pesan yang disampaikan melalui perilaku yang terpuji justru sering kali mampu menyentuh hati seseorang, dan terbukti seringkali lebih efektif.
Baca Juga: Langkah Kecil Menuju Surga
Berdakwah dengan cara yang kurang baik dapat memicu permusuhan, bahkan antar pemeluk agama yang sama. Bahkan nilai-nilai Islam justru dikaburkan oleh dakwah yang dilakukan seperti ini. Pada akhirnya, bukannya membuat seseorang semakin dekat dengan kebenaran dan kedamaian, justru sebaliknya, semakin menjauhkan.
Maka dari itu, akhlak adalah hal yang paling penting dalam agama. Karena agama selalu dibaca, dilihat dan tergambar dengan akhlak dan etika. Bahkan berdakwah pun harus menggunakan akhlak. Mengajak untuk kebaikan haruslah dengan cara yang baik pula. Karena akhlak adalah sebagian cermin dari agama itu sendiri.
Jika kita mau membaca sejarah, bukankah banyak orang-orang masuk Islam justru karena perilaku Nabi yang terpuji, dan bukan karena suara lantangnya beliau dan gemaan takbir, atau bahkan ancaman dari Nabi?, tentu bukan karena itu.
Akhlak juga merupakan puncak kekuatan iman seseorang. Muara dari keimanan dan ibadah seseorang adalah akhlak dan kedamaian. Maka, jika kita masih saja mencaci, menghina dan bahkan menyakiti hati orang lain dengan perilaku atau ucapan kita sendiri, padahal ibadah tidak pernah kita tinggalkan, tentu harus kita pertanyakan keshahihan ibadah kita.
Baca Juga: Akhlak Mulia: Rahasia Hidup Berkah dan Bahagia
Jika kita mengaku iman kepada Allah, tetapi masih saja kita mengadu domba dan dengki kepada orang lain, apakah itu pantas masih kita pertahanankan? Bukankah masih harus kita pertanyakan iman kita.
Karena akhlak adalah jalan dakwah yang paling efektif. Bukan dengan kepalan tangan yang meninju ke langit sembari mengkumandangkan takbir dengan semangat menyalahkan orang lain. Bukan pula dengan cacian dan makian. Apalagi dengan pukulan. Karena Islam itu ramah bukan marah. Islam itu merangkul bukan memukul. Islam itu mendamaikan suasana bukan menggaduhkan suasana, itulah Islam.
Cukuplah hanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sebagai teladan kita semua dalam berdakwah. Menyampaikan Islam dengan Islami. Mengajarkan kedamaian dengan cara yang damai. Mengajarkan kasih sayang dengan lemah lembut.
Utuk itu, kita mulai dengan memperbaiki perilaku kita dan menghiasi diri kita dengan akhlak terpuji. Maka secara tidak langsung kita telah membawa pesan-pesan Islam lewat perilaku kita. Karena Islam itu tercermin dalam akhlak kita sehari-hari, bukan hanya karena untuk berdakwah. Namun akhlak itu sendiri merupakan dakwah nyata. (A/Luq/RS2)
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-22] Islam Itu Mudah, Masuk Surga Juga Mudah
Mi’raj News Agency (MINA)