Jakarta, MINA – Indonesia Global Compact Network (IGCN) sebagai local network UN Global Compact di Indonesia dan juga anggota dari B20 Integrity & Compliance Task Force, mengajak publik dan pihak swasta khususnya korporasi atau bisnis untuk bersama-sama berkolaborasi dalam aksi kolektif untuk berkomitmen memberantas korupsi.
Pernyataan tersebut disimpulkan melalui pertemuan side event B20 dengan judul: “Dialog Kebijakan Publik-Swasta Tingkat Tinggi Dalam Mempromosikan Transparansi dan Akuntabilitas,” digelar secara virtual pada Selasa (27/9).
Dialog hari ini juga menyimpulkan, Aksi Kolektif Anti Korupsi perlu didukung oleh berbagai pihak.
Ke depannya, Aksi Kolektif Anti Korupsi berencana untuk mengumpulkan lebih banyak organisasi di Indonesia, terutama di sektor agribisnis untuk berkomitmen dalam melakukan reformasi anti korupsi yang dimulai dari internal, eksternal hingga aksi kolektif.
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa
Dalam pidato pembukaannya, Olajobi Makinwa, Chief, Intergovernmental Relations, UN Global Compact menyatakan, transparansi dan akuntabilitas adalah dua sisi mata uang yang sama pentingnya.
“Transparansi diperlukan agar kita dapat meminta pertanggungjawaban lembaga, manajer, atau pemimpin dalam menjalankan tugas yang diamanatkan. Namun, transparansi tanpa akuntabilitas tidak ada artinya,” kata Makinwa.
Dia menyatakan, korupsi akan menjadi kanker di seluruh dunia, transparansi dan akuntabilitas penting untuk didukung oleh aksi kolektif bersama sektor swasta.
Sebagai salah satu aksi nyata untuk mendorong upaya pemberantasan korupsi, IGCN dan B20 Integrity & Compliance Task Force terus mempromosikan Aksi Kolektif Anti Korupsi.
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Direktur Eksekutif IGCN Josephine Satyono menjelaskan, tujuan dialog Aksi Kolektif Anti Korupsi hari ini adalah untuk memfasilitasi dan mempercepat inisiatif anti korupsi, mengidentifikasi tantangan dalam memberantas korupsi di sektor publik dan sektor swasta, juga mempromosikan transparansi dan good governance.
“Agenda ini jadi forum untuk mengadvokasi pentingnya aksi kolektif inklusif yang melibatkan para pembuat keputusan di sektor publik dan swasta,” tuturnya.
Kegiatan ini didukung oleh mitra strategis IGCN yaitu Koalisi Anti Korupsi Indonesia (KAKI), Transparency International Indonesia (TII), Universitas Paramadina, dan International Chamber of Commerce (ICC) Indonesia.
Josephine juga menyebutkan, telah terjadi dua diskusi kelompok pada Juli dan Agustus 2022 yang berhasil mengidentifikasi indikator korupsi terutama di sektor agribisnis.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
“Temuan utama dari diskusi tersebut adalah kurangnya integritas dan konflik kepentingan, sistem pelaporan yang tidak efektif dan kurangnya upaya tindak lanjut, lemahnya data dan kebijakan yang tidak konsisten serta tumpang tindih,” tutur Josephine.
Untuk itu, lanjut dia, diskusi tersebut juga menyepakati perlunya aksi kolektif dari berbagai pihak; mengingat korupsi adalah permasalahan sistemik yang melibatkan banyak pemangku kepentingan.
“Visi untuk menciptakan lingkungan bisnis yang lebih bersih perlu terus didorong bersama antara pemerintah, sektor swasta, masyarakat sipil,” tambah Josephine.
Perbaikan Tranparansi
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Pentingnya aksi kolektif ditegaskan kembali oleh Haryanto T. Budiman, Ketua B20 Indonesia Integrity & Compliance Task Force.
Menurutnya, aksi kolektif berarti ikut melibatkan pihak multilateral dan multi pihak karena tidak ada satupun negara, korporasi atau industri bisa mencapai target anti korupsinya dengan upaya sendiri.
“Setiap pihak memiliki tanggung jawab untuk memberantas korupsi, serta sekaligus ikut menjadi bagian dari solusi anti korupsi,” ujarnya.
Haryanto juga mengemukakan, B20 telah merekomendasikan empat rekomendasi kebijakan yang dituangkan ke dalam 40 kebijakan sub-aksi untuk memastikan ada tindakan yang lebih konkrit untuk diimplementasikan.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Dukungan bisnis untuk memberantas korupsi disampaikan oleh Shinta Kamdani, Ketua B20 Indonesia.
“Saya bangga untuk menyatakan bahwa Aksi Kolektif Anti Korupsi IGCN sejalan dengan B20 Integrity & Compliance Task Force yang fokus pada pendekatan anti korupsi, kepatuhan, integritas, dan transparansi,” kata Shinta.
Hal ini sekaligus menekankan pentingnya kerjasama publik-swasta ke tingkat yang lebih tinggi.
“B20 bisa menjadi jembatan bagi sektor swasta dan pemerintah untuk mendorong aksi kolektif ini,” pungkasnya.
Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?
Menanggapi perjuangan anti korupsi ini, Valerie Julliand, UN Resident Coordinator in Indonesia menuturkan, target SDGs 16 sebenarnya ambisius dan sulit dicapai, namun perlu untuk menciptakan
masyarakat yang damai, inklusif, berkelanjutan, dan berkeadilan.
“Di tingkat PBB, kami mempromosikan nilai fundamental termasuk integritas yang menjadi dasar demokrasi dan hak asasi manusia,” imbuhnya.
Julliand menambahkan, semua lapisan masyarakat perlu merefleksikan prinsip-prinsip PBB dan memastikan bahwa akuntabilitas berjalan dengan baik.
Terkait kebijakan anti korupsi, Wakil Menteri Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej menyatakan Indonesia sudah memiliki Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas-PK) yang mencantumkan arah dan strategi, implementasi, tujuan, sasaran, dan indikator evaluasi, serta koordinasi untuk angka pendek dan menengah.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
“Pemantauan dan evaluasi implementasi Stranas-PK, tidak hanya dilakukan oleh Setnas-PK, akan tetapi juga dilakukan oleh NGO/LSM sebagai organisasi masyarakat sipil,” kata Edward.
Dia juga mengatakan, partisipasi masyarakat paling signifikan terdapat pada penegakan hukum dan reformasi birokrasi, meski demikian akses dan pelibatan masyarakat masih belum optimal dan terakhir dampak yang dirasakan masyarakat, baru pada fokus penegakan hukum dan reformasi birokrasi, sedangkan dampak pada fokus lainnya belum dirasakan.
Sementara, Pahala Nainggolan, Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mengatakan, saat ini, sudah terjadi perbaikan pada sistem digitalisasi dan transparansi pada sistem pelacakan di Pelabuhan.
“Namun, tantangan masih terjadi pada sistem tata niaga impor pangan, sistem procurement pemerintah, dan sektor perizinan yang masih perlu terus disempurnakan,” katanya menanggapi diskusi panel mengenai sejauh mana implementasi kebijakan anti – korupsi di Indonesia,
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Pahala juga menekankan pentingnya law enforcement dan komitmen dari pemerintah untuk konsisten dalam mengimplementasikan Stranas-PK.
Korupsi Faktor Penghambat Pembangunan Berkelanjutan
Korupsi adalah salah satu faktor penghambat pembangunan berkelanjutan yang perlu dimitigasi dengan aksi kolektif yang didukung banyak pihak.
Berdasarkan penilaian Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 2021, yang dicetuskan oleh Transparency International, Indonesia memiliki skor 38 dari 100 poin dan berada di peringkat ke-96 dari 180 negara yang dinilai.
Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin
Data ini bukanlah hal yang membanggakan karena semakin kecil IPK, maka semakin minim kepercayaan publik terhadap negara tersebut.
Sementara itu, dari sebaran kasus korupsi berdasarkan lembaga, menurut data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak 2004 hingga 2022 banyak didominasi oleh lembaga pemerintah pusat yakni sebanyak 409 kasus.
Jika dilihat berdasarkan profesi atau jabatan, pelaku korupsi, berasal dari sektor swasta dengan menduduki peringkat tertinggi, dengan jumlah total 310 kasus sejak 2004 hingga Januari 2022.
Lebih lanjut lagi, studi dari Bank Dunia mengungkapkan terdapat kerugian sebesar USD 1,26 triliun per tahun di negara-negara berkembang akibat korupsi, penyuapan, pencurian, maupun penggelapan pajak.
Baca Juga: Bela Masjid Al-Aqsa Sepanjang Masa
Hal ini sangat merugikan negara maupun organisasi karena akan tersangkut dalam isu hukum, turunnya kredibilitas, kerugian finansial, dan moral.(L/R1/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)