Kairo, MINA – Universitas Al-Azhar Mesir akan menyelenggarakan Konferensi Internasional Bela Al-Quds (World Conference in Support of Jerusalem) di Kairo pada tanggal 17-18 Januari mendatang.
Imam Besar Al-Azhar Syaikh Ahmed al-Tayeb menyatakan, konferensi merupakan langkah nyata untuk menyatakan penolakan atas keputusan Presiden AS Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel serta untuk terus mendukung identitas Arab dan Palestina pada Kota Suci Al-Quds (Yerusalem).
Al-Azhar bekerja sama dengan Dewan Sesepuh Muslim (Council of Muslim Elders) akan mengundang para pejabat, ilmuwan senior, pemimpin Islam dan Kristen, serta organisasi regional dan internasional yang peduli dengan Al-Quds. Kantor Berita MINA melaporkan dari sumber Egypt Today, Ahad (7/1).
Baca Juga: Oposisi Israel Kritik Pemerintahan Netanyahu, Sebut Perpanjang Perang di Gaza Tanpa Alasan
Presiden Palestina Mahmoud Abbas dijadwalkan akan mengambil bagian dalam peresmian konferensi tersebut.
Konferensi internasional bertujuan untuk menghasilkan keputusan yang sepadan dengan tantangan serius yang mengancam Al-Quds dengan keputusan yang tidak adil dan tidak melanggar hukum internasional.
Syaikh Tayeb menyerukan diadakannya konferensi tersebut sebagai bagian dari serangkaian kegiatan untuk menanggapi keputusan Pemerintah AS yang akan memindahkan kedutaan besarnya ke Al-Quds yang diduduki, dan pengakuan atas kota tersebut sebagai ibu kota Israel.
Desember lalu, Syaikh Tayeb mengumumkan penolakannya untuk bertemu dengan Wakil Presiden Amerika Serikat Mike Pence, dengan mengatakan, “Bagaimana saya bisa duduk dengan mereka yang memberikan apa yang tidak mereka miliki kepada orang-orang yang tidak pantas mendapatkannya.”
Baca Juga: Hamas Ungkap Borok Israel, Gemar Serang Rumah Sakit di Gaza
Al-Azhar dengan keras mengecam pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel, yang digambarkannya sebagai “langkah tidak sah dan sembrono” serta upaya yang tidak dapat diterima dan memalsukan sejarah. (T/RS2/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Semua Rumah Sakit di Gaza Terpaksa Hentikan Layanan dalam 48 Jam