Oleh Bahron Ansori, wartawan MINA
Setiap Muslim harus meyakini dengan keimanan yang benar apa pun yang disampaikan Allah Subhanahu wata’ala dalam al Qur’an. Sebab jika tidak meyakini sedikit saja isi dari al Qur’an, maka hukumnya ia telah menjadi kafir. Inilah dalil bagi orang yang mengingkari, ragu-ragu, tidak percaya atas setiap pesan kebaikan yang ada di dalam al Qur’an.
Meragukan al Qur’an Berarti Kafir
Syeikh Muhammad Khudari Beik dalam kitab Tarikh at-Tasyri’ al-Islam menyatakan bahwa, “al Qur’an adalah lafadz (firman) Allah yang berbahasa Arab, yang diturunkan kepada Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam, untuk dipahami isinya dan selalu diingat, diamalkan, yang disampaikan dengan cara mutawatir, yang ditulis dalam mushaf, yang dimulai dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Nas.”
Baca Juga: Sujud dan Mendekatlah (Wasjud Waqtarib)
Sebagai salah satu dasar hukum Islam dan sebagai kalamullah, al Qur’an terjaga kemurniannya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman dalam surat Al Hijr ayat 9,
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan al Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (Qs. Al Hijr : 9)
Menurut ayat di atas, sejak al Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam hingga akhir zaman nanti kemurniannya akan tetap terjaga. Artinya, tidak akan pernah ada perubahan sekecil apapun pada al Qur’an karena baik manusia maupun jin tidak dapat melakukannya meskipun mereka bersekutu untuk merubah Al Qur’an.
Tidak sedikit jumlah ayat dalam al Qur’an yang menggambarkan ketidakmampuan manusia (dan jin) untuk membuat kitab yang serupa dengan Al Qur’an, di antaranya adalah surat At-Tur ayat 33-34 dan surat Al isra’ ayat 88. Dalam surat At-Tur ayat 33-34 Allah Ta’ala berfirman, yang artinya,
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-17] Berbuat Baik pada Segala Sesuatu
فَلْيَأْتُوا بِحَدِيثٍ مِثْلِهِ إِنْ كَانُوا صَادِقِينَ. أَمْ يَقُولُونَ تَقَوَّلَهُ ۚ بَلْ لَا يُؤْمِنُونَ
“Ataukah mereka berkata, “Dia (Muhammad) mereka-rekanya.” Tidak! Merekalah yang tidak beriman. Maka cobalah mereka membuat yang semisal dengannya (Al Qur’an) jika mereka orang-orang yang benar.” (Qs. At-Tur : 33-34).
Kemudian, dalam surat Al Isra’ ayat 88 Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Katakanlah, “Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa (dengan) Al Qur’an ini, mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun mereka saling membantu satu sama lain.” (Qs. Al Isra’: 88).
Mengapa al Qur’an tidak dapat dipalsukan atau dirubah oleh manusia atau jin? Karena banyak umat Islam yang menjaga al Qur’an dengan cara menghafal. Manfaat menghafal al Qur’an inilah yang menjadi jaminan tetap murni dan aslinya Al Qur’an hingga akhir zaman nanti.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-16] Jangan Marah
Karena itulah, bagi umat Islam, meyakini kemurnian dan keaslian Al Qur’an merupakan bagian dari rukun iman. Sebaliknya, ragu terhadap isi al Qur’an, walau hanya satu atau setengah ayat, maka hukumnya KAFIR.
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan Fatwa MUI Nomor 10 Tahun 2017 tentang Hukum Meragukan Kesempurnaan al Qur’an yang menyatakan bahwa meragukan kesempurnaan al Qur’an hukumnya adalah KAFIR.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,“Keraguan terhadap al Qur’an adalah kekufuran.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, al-Nasai, dan al-Thabrani).
Semoga siapa pun dari umat Islam ini yang membaca tulisan ini dan akhirnya memahami bahwa kehidupan ber-Jama’ah itu adalah suatu kewajiban yang sumbernya jelas dari al Qur’an dan as Sunnah tidak meragukannya dan berusaha untuk bersama-sama mengamalkannya atas dasar keyakinan akan perintah Allah dan Rasul-Nya.
Baca Juga: Bahaya Zina dan Sebab Pengantarnya
Apa itu Al-Jama’ah?
Bisa jadi, tidak setiap Muslim tahu dan kenal apa itu Al-Jama’ah. Dalam tulisan kali ini, penulis akan membahas dan mengulas tentang apa itu Al-Jama’ah dan seperti apa seharusnya kewajiban seorang Muslim terhadap Al-Jama’ah. Tulisan ini diringkas dari beberapa sumber, salah satunya adalah buku karya KH. Arif Hizbullah, M.A yang berjudul, “Jama’ah, Imamah dan Bai’at adalah Syariat Islam Berdasarkan al Qur’an dan as Sunnah”. Berikut bahasan yang bisa disarikan dari buku tersebut.
Makna menurut bahasa, Al-Jama’ah berasal dari kata, جَمَعَ – يَجْمَعُ – جَمْعًا / جَمَاعَةً artinya kumpulan atau himpunan. Jadi menurut bahasa Al-Jama’ah adalah kumpulan atau himpunan tertentu bukan sembarang himpunan atau kumpulan. Sekali lagi bukan sembarang kumpulan tanpa makna dan tujuan.
Sedangkan menurut istilah, Al-Jama’ah adalah Jama’atul Muslimin sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Muslim dari Hudzaifah bin Al-Yaman yang berbunyi:
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-15] Berkata yang Baik, Memuliakan Tamu, dan Tetangga
…تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُمْ…
“… Tetaplah engkau pada Jama’ah Muslimin dan Imaam mereka …”
Sementara yang dimaksud dengan Al-Jama’ah, seperti yang dijelaskan oleh Khalifah Ali bin Abi Thalib, yang berbunyi:
اَلسُّنَّةُ وَاللهِ سُنَّةُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاْلبِدْعَةُمَا فَارَقَهَا وَ اَلْجَمَاعَةُ وَاللهِ مُجَامَعَةُ أَهْلِ اْلحَقِّ وَإِنْ قَلُّوْاوَ اْلفُرْقَةُ مُجَامَعَةُ أَهْلِ اْلبَاطِلِ وَاِنْ كَثَرُوْا
“Demi Allah, sunnah itu adalah sunnah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bid’ah itu adalah apa-apa yang memperselisihinya. Dan demi Allah, Al-Jama’ah itu adalah berkumpulnya ahlul haq sekalipun mereka sedikit dan Firqah itu adalah berkumpulnya ahlul bathil sekalipun mereka banyak.”(Hamisy Musnad Imam Ahmad bin Hambal: I/109)
Setiap Muslim Diperintahkan Menetapi Al-Jama’ah
Baca Juga: Masih Adakah yang Membela Kejahatan Netanyahu?
Tahukah kita, Allah dan Rasul-Nya mengajak umat Islam untuk menetapi Al-Jama’ah, berada di dalamnya agar hidupnya terpimpin, terarah dan mudah untuk mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat, insya Allah. Setidaknya ada beberapa dalil yang harus diyakini mengapa Allah dan Nabi-Nya memerintahkan setiap Muslim untuk hidup dalam Al-Jama’ah. Untuk memantapkan hati bahwa ber-Jama’ah itu adalah kewajiban setiap Muslim, beberapa dalil berikut ini semoga menjadi penguat.
Pertama, firman Allah dalam Qs. Ali Imran ayat 103. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَاعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيْعًا وَلاَ تَفَرَّقُوْا وَاذْكُرُوْانِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوْبِكُمْفَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِفَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُوْنَ{أل عمران:103
“Dan berpegang teguhlah kamu sekalian pada tali Allah seraya ber-Jama’ah, dan janganlah kamu ber-firqah-firqah (bergolong-golongan), dan ingatlah akan ni’mat Allah atas kamu tatkala kamu dahulu bermusuh-musuhan maka Allah jinakkan antara hati-hati kamu, maka dengan ni’mat itu kamu menjadi bersaudara, padahal kamu dahulunya telah berada di tepi jurang api Neraka, tetapi Dia (Allah) menyelamatkan kamu dari padanya; begitulah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu, supaya kamu mendapat petunjuk.” (Qs. Ali ‘Imran: 103)
Kalimat, وَاعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيْعًا وَلاَ تَفَرَّقُوْا, “Dan berpegang teguhlah kamu sekalian kepada pada tali Allah seraya ber-JAMA’AH, dan janganlah kamu berfirqah-firqah (berpecah-belah)…” (Qs. Ali Imran: 103). Kata “Al-Jama’ah” pada ayat ini artinya adalah ber-Jama’ah (bersama-sama/bersatu padu).
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-14] Tidak Halal Darah Seorang Muslim
Sesuai dengan penjelasan dari para ahli tafsir antara lain; pertama, sesuai dengan makna yang diberikan oleh para ahli Tafsir, di antaranya Abdullah bin Mas’ud, ia menyebutkan bahwa kata Jami’an yang dimaksud adalah “Al Jama’ah” (Tafsir Al-Qurthuby:III/159, Tafsir Jaami’ul Bayan: IV/21).
Kedua, adanya qorinah lafdziyah, yaitu Wala Tafarroqu setelah kalimat Jami’an, Ibnu Katsir mengatakan bahwa yang dimaksud adalah “Allah memerintahkan kepada mereka dengan ber-Jama’ah dan melarang mereka berfirqah-firqah (pecah-belah).” (Tafsir Ibnu Katsir: I/189).
Ketiga, Az-Zajjaj berkata, “Kalimat Jami’an dibaca nashab, karena menjadi Haal.” (Tafsir Zaadul Masir: I/433). Maka artinya secara ber-Jama’ah dalam berpegang teguh pada tali Allah. (Tafsir Abi Suud: II/66).
Tidak semua kalimat “Jami’an” dalam al Qur’an artinya “bersama-sama (ber-Jama’ah / bersatu padu)”, seperti halnya tidak semua kalimat “Jami’an” berarti “keseluruhan/semuanya”. Sedikitnya ada empat ayat dalam al Qur’an yang kalimat “Jami’an” harus diartikan “bersama-sama (ber-Jama’ah/bersatu padu)”, yaitu: surat Ali Imran: 103, surat An-Nisa: 71, surat An Nur: 61 dan surat Al-Hasyr: 14. —- bersambung ke bagian 2 — (A/RS3/P1)
Baca Juga: Masih Kencing Sambil Berdiri? Siksa Kubur Mengintai Anda
Mi’raj News Agency (MINA)