DI LUAR sana, fitnah berkeliaran seperti angin panas yang membawa debu. Ia datang tiba-tiba, tanpa permisi, dan seringkali menghantam hati yang sedang lengah. Media sosial berubah menjadi arena pertempuran opini, kabar bohong berseliweran, dan skandal demi skandal menjadi tontonan sehari-hari. Kita hidup di masa ketika fitnah terasa seperti udara—tak terlihat, tapi dapat dirasakan dampaknya.
Di tengah suasana seperti itu, setiap muslim membutuhkan tempat untuk berpegangan. Tempat yang tidak hanya menguatkan pikiran, tetapi juga menenangkan hati. Tempat itu bernama Al-Jama’ah.
Al-Jama’ah bukan sekadar kumpulan orang. Ia adalah ruang yang memelihara iman, mengokohkan langkah, dan menjadi benteng ketika dunia luar penuh gejolak. Dalam jama’ah, kita menemukan teman seperjalanan dan seperjuangan yang saling menguatkan. Ada nasihat yang meneduhkan, ada teguran yang menyelamatkan, ada teladan yang menuntun.
Dan di sinilah keindahan itu muncul: ketika seorang muslim tidak berjalan sendirian, fitnah kehilangan banyak kekuatannya.
Baca Juga: Ayah yang Tak Sempurna Tapi Selalu Berusaha
Jama’ah: Cahaya yang Menguatkan di Tengah Gelapnya Fitnah
Di akhir zaman, fitnah datang bagaikan gelombang besar—tak hanya dalam bentuk berita bohong dan kemaksiatan terbuka, tetapi juga dalam bentuk kegoyahan hati. Banyak orang merasa kuat di luar, tetapi rapuh di dalam. Banyak yang tampak bahagia di media sosial, tapi sesungguhnya lelah menahan badai batin.
Hidup berjama’ah membuat seseorang tidak lagi menanggung itu sendirian.
Jama’ah menawarkan ritme hidup yang menenangkan: saling mendoakan, saling mengingatkan, dan saling menjaga. Setiap pertemuan menghidupkan iman. Setiap nasihat membersihkan hati. Setiap amanah melatih kedewasaan. Tanpa kita sadari, jama’ah perlahan membentuk pelindung yang meneguhkan kita saat badai fitnah menerjang.
Baca Juga: Menetapi Jama’ah, Menjaga Diri dari Zaman Penuh Luka
Karena itulah orang yang istiqamah bersama jama’ah, dengan izin Allah, lebih terjaga dari tipu daya akhir zaman. Ia tidak mudah terseret arus karena selalu ada tangan yang menariknya kembali ketika ia mulai menjauh.
Di luar jama’ah, hidup terasa seperti perjalanan panjang dalam hutan gelap tanpa petunjuk. Tapi bersama jama’ah, lentera itu menyala; suara-suara kebaikan menggema; hati menemukan arah. Jama’ah adalah tempat merawat hati—agar tetap lembut, tetap hidup, dan tetap dekat dengan Allah—ketika dunia semakin menenggelamkan manusia dalam kebingungan.
Akhir zaman bukan masa untuk berjalan sendirian. Ia masa untuk berpegangan erat. Maka genggamlah jama’ah itu kuat-kuat, rawat ikatannya, dan nikmati ketenangannya. Sebab di luar sana fitnah tidak pernah berhenti, tetapi di dalam jama’ah, cahaya tak pernah padam.[]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Dialog dan Experiential Learning Pada Kisah Nabi Musa dan Nabi Khidr















Mina Indonesia
Mina Arabic