Doha, MINA – Jaringan Al Jazeera pada hari Senin (30/5) mengutuk hukuman 15 tahun penjara jurnalis Mesir Ahmed Taha. Al Jazeera menyebutnya sebagai vonis yang “tidak dapat dibenarkan” dan “tidak rasional”.
Taha, presenter Al Jazeera Mubasher, dijatuhi hukuman in absentia setelah namanya dimasukkan dalam kasus “menyebarkan berita palsu”.
Mesir sering menyebut media non-pemerintah dan laporan berita kritis sebagai “berita palsu”, The New Arab melaporkannya.
Jaringan pan-Arab tersebut menyatakan bahwa hukuman Taha adalah bagian dari “kampanye berkelanjutan” yang diluncurkan oleh otoritas Mesir terhadap Al Jazeera dan jurnalisnya.
Baca Juga: Lima Paramedis Tewas oleh Serangan Israel di Lebanon Selatan
Apalagi, putusan ini merupakan upaya mengkriminalisasi profesi jurnalistik yang dilindungi oleh hukum internasional, yang diberlakukan untuk memfasilitasi pekerjaan jurnalis yang sulit dan sering kali berbahaya untuk menyampaikan berita secara tidak memihak dan profesional, tambah pernyataan Al Jazeera.
Empat jurnalis Al Jazeera Mubasher lainnya, di antaranya Hisham Abdel Aziz, Bahaa El-Din Ibrahim, Ahmed Al-Najdi, dan Rabie Al-Sheikh tetap ditahan tanpa dakwaan.
Pengadilan darurat di Kairo pada hari Ahad (29/5) menuduh presenter itu melakukan wawancara televisi pada Februari 2018 dengan Abdel Moneim Abul Fetouh, mantan kandidat presiden yang sebelumnya menjadi tokoh terkemuka di Ikhwanul Muslimin.
Abul Fetouh, yang kemudian memimpin partai “Strong Egypt” setelah kepergiannya dari Ikhwanul Muslimin, juga dijatuhi hukuman 15 tahun penjara pada hari Ahad bersama penjabat pemimpin Ikhwanul Mahmoud Ezzat.
Baca Juga: Militer Israel Akui Kekurangan Tentara dan Kewalahan Hadapi Gaza
Kedua pemimpin itu dipenjara karena “menyebarkan berita palsu” dan “menghasut lembaga negara”.
Mesir telah lama dikritik oleh kelompok-kelompok hak asasi karena memenjarakan lawan-lawan pemerintah, termasuk anggota Ikhwanul Muslimin, sering kali atas tuduhan terorisme yang dibuat-buat. (T/RI-1/R1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Netanyahu Akan Tetap Serang Lebanon Meski Ada Gencatan Senjata