Oleh Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Kantor Berita MINA (Mi’raj News Agency)
Republik Armenia secara resmi mengakui Negara Palestina, pada hari Jumat, 21 Juni 2024.
Pengakuan atas negara Palestina ini, menjadikan Armenia tercatat sebagai negara ke-5 sepanjang tahun 2024, setelah sebelumnya Spanyol, Norwegia dan Irlandia mengumumkan pengakuan mereka atas negara Palestina, pada tanggal 28 Mei 2024. Disusul kemudian, Slovenia mengambil langkah serupa, pada tanggal 5 Juni 2024.
Secara global, Armenia menjadi negara ke-148 dari 193 negara yang tergabung di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang telah mengakui negara Palestina.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Dalam hukum internasional, negara merdeka terbentuk setidaknya oleh empat unsur sebagaimana tertuang dalam Konvensi Montevideo 1993, yaitu: penduduk yang tetap, wilayah yang pasti, pemerintahan yang berdaulat dan pengakuan dari negara lain.
Adanya pengakuan negara lain, dalam hal ini pengakuan negara-negara di dunia terhadap keberadaan negara Palestina, tentu menjadi nilai penting bagi perjuangan kemerdekaan bangsa Palestina.
Pengakuan sebuah negara atas negara lain itu sendiri ada dua jenis, yakni de facto dan de jure. Pengakuan de facto artinya kesaksian sebuah negara bersifat faktual terhadap negara yang baru merdeka. Sedangkan pengakuan de jure dinyatakan secara resmi oleh negara lain yang mengacu pada hukum internasional terkait keberadaan suatu negara.
Adapun dalam hal ini, apa alasan Armenia mengakui negara Palestina, berikut beberapa uraiannya:
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
- Tanggapan atas situasi kemanusiaan di Gaza
Hal ini dikemukakan oleh Kementerian Luar Negeri Armenia, dalam pernyataannya yang menyatakan bahwa menanggapi situasi kemanusiaan yang sangat buruk di Gaza dan perang yang sedang berlangsung sebagai isu kritis dalam agenda politik internasional, memerlukan penyelesaian.
“Republik Armenia telah bergabung dengan resolusi Majelis Umum PBB yang menyerukan gencatan senjata segera di Gaza,” bunyi pernyataan itu.
Kementerian itu menekankan upaya Armenia untuk mencapai resolusi damai dan komprehensif terhadap masalah Palestina berdasarkan solusi dua Negara, sebagai satu-satunya cara untuk mencapai perdamaian dan keamanan.
Berdasarkan hal-hal di atas, pihaknya menegaskan kembali komitmen terhadap hukum internasional dan prinsip-prinsip kesetaraan, kedaulatan, dan hidup berdampingan secara damai antarnegara.
Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin
- Tanggapan atas dukungan senjata Israel terhadap Azerbaijan
Menurut David May, Analis Riset Senior Foundation for Defense of Democracies (FDD) berbasis di Washington DC, tindakan Armenia menunjukkan konflik kepentingan di kawasan.
Hubungan dekat Israel dengan Azerbaijan, sebagai penyeimbang terhadap Iran, menempatkan Israel dan Armenia di sisi yang berlawanan dalam konflik Armenia-Azerbaijan.
“Keputusan Armenia untuk mengakui negara Palestina bukanlah keputusan yang diperhitungkan berdasarkan kebijakan yang masuk akal, namun merupakan balasan atas dukungan Israel terhadap Azerbaijan,” ujar David May.
Suku Azeri (Azerbaijan), yang didukung persenjataannya oleh Turki dan Israel, menimbulkan kekalahan militer di pihak Armenia atas wilayah Nagorno-Karabakh yang disengketakan kedua negara.
Baca Juga: Bela Masjid Al-Aqsa Sepanjang Masa
Israel menjual senjata, berupa: rudal balistik, sistem pertahanan udara, sistem peperangan elektronik, dan drone kamikaze, ke Azerbaijan dalam konflik Nagorno-Karabakh.
Pengamat militer memperkirakan, Israel memasok Azerbaijan hingga 70 persen dari senjata tersebut.
Sementara itu, Israel prihatin dengan semakin eratnya hubungan Armenia dengan Republik Islam Iran. Armenia baru-baru ini menandatangani banyak perjanjian dengan Iran, mulai dari perdagangan senjata hingga transportasi, dan juga dilaporkan telah mentransfer drone bersenjata Iran ke Rusia untuk digunakan dalam agresi yang sedang berlangsung terhadap Ukraina.
Analisis menyebutkan, Israel memang telah lama memperhitungkan bahwa Azerbaijan adalah penyeimbang regional yang diperlukan terhadap Iran, sehingga memperumit hubungannya dengan Armenia.
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
Padahal Armenia adalah negara dengan sekitar 95% warganya dari jumlah total peduduk 2.777.991 (2024), beragama Kristen.
Sementara negara tetangganya, Azerbaijan, dengan jumlah penduduk lebih banyak mencapai 10.461.384 (2024), mayoritasnya sekitar 97% adalah Muslim. Dari jumlah tersebut, sekitar 85%-nya beraliran syiah, dan 15% lainnya sunni. Hal ini menjadikan Azerbaijan adalah negara dengan penganut Muslim beraliran syiah terbesar kedua di dunia, setelah Iran.
Hubungan Iran-Azerbaijan merenggang, sejak Azerbaijan berporos kepada Amerika Serikat, dan menjalin hubungan diplomasi dengan Israel. Bahkan sejak Juli 2021, Azerbaijan resmi memiliki kantor perwakilan di Tel Aviv.
Militer Israel bahkan memiliki pos penyadapan di dalam wilayah Azerbaijan, di dekat perbatasan Iran. Dalam hal ini, Iran tidak akan membiarkan keberadaan rejim Zionis Israel di dekat perbatasan Iran.
Baca Juga: Menjaga Akidah di Era Digital
Sementara itu Rusia bersama Iran mendukung Armenia dalam menghadapi Azerbaijan yang didukung As dan Israel. Walaupun di sisi lain, Rusia tetap menjalin hubungan dengan Azerbaijan, yang berbatasan langsung dengan Rusia.
- Armenia merasakan dampak perang
Perang etnis dan wilayah Nagorno-Karabakh yang terjadi di akhir 1980-an hingga tahun 1994, telah banyak mengakibatkan banyak korban di kedua belah pihak, Armenia dan Azerbaijan.
Dalam perang tersebut, kedua bekas negara bagian Uni Sovet itu saling berhadapan dalam perang yang berlarut-larut di kawasan pegunungan Karabakh, di mana Azerbaijan berusaha untuk menumpas gerakan Armenia di wilayah itu.
Konflik Nagorno-Karabakh ini dipicu oleh persengketaan wilayah, antara Armenia dan Azerbaijan atas wilayah Nagorno-Karabakh. Secara de facto wilayah ini dikuasai oleh Republik Nagorno-Karabakh yang diproklamasikan sendiri. Namun secara internasional diakui sebagai bagian dari Azerbaijan.
Baca Juga: Amerika itu Negara Para Pendatang!
Ketegangan sporadis dan pertempuran di perbatasan terus berlanjut di wilayah itu, meskipun suatu perjanjian gencatan senjata telah ditandatangani pada tahun 1994.
Sejak akhir 1980-an, dua negara bekas negara republik Soviet itu bertempur memperebutkan teritori Nagorno-Karabakh, yang mengakibatkan ribuan orang tewas dan puluhan ribu orang mengungsi.
Dari ketiga alasan tersebut, yang jelas dukungan Armenia untuk negara Palestina telah membuat pemerintahan zionis Israel meradang.
Bahkan Kementerian Luar Negeri Israel langsung memanggil Duta Besar Armenia Arman Akopian dan memberi teguran keras. []
Baca Juga: Indonesia, Pohon Palma, dan Kemakmuran Negara OKI
Mi’raj News Agency (MINA)