Tajikistan, MINA – Tajikistan telah membentuk sebuah komisi untuk mempromosikan pakaian yang menurut pemerintah sesuai dengsn budaya warga negara Asia Tengah itu, sebuah prakarsa yang ditujukan untuk memerangi budaya ‘asing’.
Namun upaya itu tampaknya bertentangan dengan tujuan utama karena pemerintah mendiskreditkan kelompok tertentu dengan melarang penampilan Islami dan malah mempromosikan ‘busana Barat’.
“Komisi akan membantu merancang pakaian untuk pria dan wanita dengan mempertimbangkan tradisi Tajik, dan kehidupan ‘modern’,” kata Menteri Kebudayaan Shamsuddin Omurbekzoda kepada wartawan, Jumat (21/) waktu setempat, seperti dilaporkan Radio Free Europe Free Liberty (RFE/RL).
Komentar Omurbekzoda menunjukkan bahwa inisiatif tersebut merupakan bagian dari sejumlah langkah yang diambil pemerintah sekuler Presiden Emomali Rahmon untuk mencegah praktik-praktik Islam yang dikhawatirkan dapat mendorong ekstremisme di negara yang mayoritas Islam itu.
Baca Juga: Hongaria Cemooh Putusan ICC, Undang Netanyahu Berkunjung
Menteri Kebudayaan menyebut jilbab atau hijab Islam tidak sesuai dengan ‘iklim panas’ Tajikistan untuk alasan kebersihan, dan wanita yang mengenakan jilbab dapat memicu ‘ketakutan dan keraguan’ di tempat umum.
“Beberapa orang yang berdiri di samping mereka mungkin bertanya-tanya, ‘Bagaimana jika dia menyembunyikan sesuatu di balik jilbabnya,” kata Omurbekzoda.
Dia mengatakan bahwa direkomendasikan agar orang Tajik memakai ‘pakaian Eropa’, menambahkan bahwa dia tidak dapat membayangkan jika masyarakat negara itu mengenakan pakaian Arab.
Sebagai upaya memerangi ekstremisme Islam, otoritas negara telah melarang jilbab di kantor pemerintah dan sekolah, dan anak laki-laki berusia di bawah 18 tahun dilarang salat di masjid.
Baca Juga: Pusat Budaya dan Komunitas Indonesia Diresmikan di Turki
Warga Tajikistan mengatakan polisi kadang-kadang mengumpulkan pria yang memiliki jenggot lebat di jalanan dan di pasar-pasar dan memaksa mereka untuk mencukurnya. (T/R11/P2)
Mi’raj Islamis News Agency (MINA)
Baca Juga: DPR AS Keluarkan RUU yang Mengancam Organisasi Pro-Palestina