Oleh : Ali Farkhan Tsani
Allah Ta’ala mengingatkan kita di dalam firman-Nya :
قُلۡ إِن كَانَ ءَابَآؤُكُمۡ وَأَبۡنَآؤُڪُمۡ وَإِخۡوَٲنُكُمۡ وَأَزۡوَٲجُكُمۡ وَعَشِيرَتُكُمۡ وَأَمۡوَٲلٌ ٱقۡتَرَفۡتُمُوهَا وَتِجَـٰرَةٌ۬ تَخۡشَوۡنَ كَسَادَهَا وَمَسَـٰكِنُ تَرۡضَوۡنَهَآ أَحَبَّ إِلَيۡڪُم مِّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ وَجِهَادٍ۬ فِى سَبِيلِهِۦ فَتَرَبَّصُواْ حَتَّىٰ يَأۡتِىَ ٱللَّهُ بِأَمۡرِهِۦۗ وَٱللَّهُ لَا يَہۡدِى ٱلۡقَوۡمَ ٱلۡفَـٰسِقِينَ
Artinya : “Katakanlah: “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.” (Q.S. At-Taubah [9] : 24).
Baca Juga: Langkah Kecil Menuju Surga
Pada ayat lain, Allah berfirman,
ٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّمَا ٱلۡحَيَوٰةُ ٱلدُّنۡيَا لَعِبٌ۬ وَلَهۡوٌ۬ وَزِينَةٌ۬ وَتَفَاخُرُۢ بَيۡنَكُمۡ وَتَكَاثُرٌ۬ فِى ٱلۡأَمۡوَٲلِ وَٱلۡأَوۡلَـٰدِۖ كَمَثَلِ غَيۡثٍ أَعۡجَبَ ٱلۡكُفَّارَ نَبَاتُهُ ۥ ثُمَّ يَہِيجُ فَتَرَٮٰهُ مُصۡفَرًّ۬ا ثُمَّ يَكُونُ حُطَـٰمً۬اۖ وَفِى ٱلۡأَخِرَةِ عَذَابٌ۬ شَدِيدٌ۬ وَمَغۡفِرَةٌ۬ مِّنَ ٱللَّهِ وَرِضۡوَٲنٌ۬ۚ وَمَا ٱلۡحَيَوٰةُ ٱلدُّنۡيَآ إِلَّا مَتَـٰعُ ٱلۡغُرُورِ
Artinya : “Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (Q.S. Al-Hadid [57] : 20).
Dua ayat tersebut cukup menjadi peringatan bagi orang beriman bahwa cinta dunia merupakan faktor besar yang melemahkan daya juang dan kepekaan terhadap pemberdayaan umat. Faktor ini pula yang meruntuhkan perjuangan mengamalkan dan menegakkan syariat Allah di muka bumi ini.
Baca Juga: Akhlak Mulia: Rahasia Hidup Berkah dan Bahagia
Sebagai contoh, manakala panggilan azan dikumandangkan, seruan jihad didengungkan, ajakan amar ma’ruf nahi mungkar disampaikan, para pecinta dunia lebih memilih, lebih mencintai, dan lebih memperhatikan kepentingan keluarga, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluarga, harta kekayaan, perniagaan, dan rumah-rumah tempat tinggal.
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّا جَعَلۡنَا مَا عَلَى ٱلۡأَرۡضِ زِينَةً۬ لَّهَا لِنَبۡلُوَهُمۡ أَيُّہُمۡ أَحۡسَنُ عَمَلاً۬
Artinya : “Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya.” (Q.S. Al-Kahfi [18] : 7).
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-22] Islam Itu Mudah, Masuk Surga Juga Mudah
Islam tidak melarang umatnya memiliki harta kekayaan. Namun, mencintainya secara berlebihan di pandang keji. Harta akan bermanfaat jika harta itu menjadi alat bantu dalam mewujudkan prioritas hidup yakni beribadah dan berjuang untuk menegakkan agama Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan menyebarkan petunjuk-Nya.
Semoga kegemaran kita berbuat baik, beribadah, beramal sholeh sepanjang Ramadhan, akan terus menjadi kebiasaan sehari-hari. Amin.
Mi’raj News Agency (MINA)