Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Amerika-Israel, Dua Serigala Berbulu Domba di Panggung Dunia

Bahron Ansori Editor : Widi Kusnadi - 27 detik yang lalu

27 detik yang lalu

0 Views

Israel Amerika, srigala berbulu domba (foto: ig)

DUNIA internasional seringkali disuguhkan narasi bahwa Amerika Serikat dan Israel adalah negara demokratis yang menjunjung tinggi hak asasi manusia. Namun di balik citra manis itu, sejarah dan data menunjukkan pola dominasi, penjajahan, dan penindasan yang terus berlangsung. Analogi “dua serigala berbulu domba” mencerminkan realitas politik global yang terselubung: kekuatan besar yang menutupi agresi dengan retorika keadilan.

Amerika Serikat, dengan kekuatan militer dan ekonominya, memainkan peran sentral dalam geopolitik dunia. Intervensinya di berbagai negara—dari Irak hingga Afghanistan—sering dibalut alasan “membela demokrasi” atau “melawan terorisme.” Namun, hasilnya sering kali adalah kerusakan infrastruktur, runtuhnya sistem pemerintahan, dan penderitaan warga sipil. Hal ini menunjukkan adanya standar ganda dalam prinsip kemanusiaan yang mereka gembar-gemborkan.

Israel, di sisi lain, memainkan kartu korban Holocaust secara efektif untuk mendapatkan simpati global, namun melakukan penindasan sistematis terhadap rakyat Palestina selama puluhan tahun. Pendudukan ilegal atas tanah Palestina, pembangunan permukiman Yahudi, dan blokade atas Gaza menunjukkan wajah kolonialisme modern yang dibungkus dengan jargon keamanan nasional.

Kedekatan antara Amerika dan Israel bukan hanya sebatas diplomatik, tapi juga bersifat ideologis dan strategis. Amerika memberikan miliaran dolar bantuan militer kepada Israel setiap tahun. Dukungan ini tidak hanya bersifat politik, tetapi juga membentuk sistem impunitas terhadap kejahatan kemanusiaan yang dilakukan Israel.

Baca Juga: Ketika HAM Jadi Dagangan, Palestina Jadi Korban

Konflik di Gaza menjadi saksi bisu hubungan timpang ini. Ketika Israel melancarkan serangan udara yang menewaskan ribuan warga sipil, Amerika dengan cepat menyatakan dukungannya atas “hak Israel membela diri,” seraya mengabaikan hak hidup rakyat Palestina. Ini menunjukkan betapa kekuatan narasi dan media digunakan untuk membelokkan kebenaran.

Dalam berbagai forum internasional seperti PBB, Amerika sering memveto resolusi yang mengecam tindakan Israel, meskipun banyak negara lain menyatakan penolakan. Tindakan ini mencerminkan betapa dominannya kekuatan veto dalam menjaga kepentingan geopolitik tertentu, bukan nilai keadilan universal.

Fenomena ini menarik dikaji dalam perspektif ilmu politik dan hubungan internasional. Teori realisme menyatakan bahwa negara akan selalu mengedepankan kepentingan nasionalnya. Namun dalam praktiknya, kepentingan tersebut seringkali mengorbankan prinsip-prinsip moral, seperti yang dilakukan Amerika-Israel di kawasan Timur Tengah.

Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin, menolak segala bentuk penindasan dan penjajahan. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman, “Janganlah kalian condong kepada orang-orang yang zalim, nanti kalian akan disentuh api neraka…” (QS Hud: 113). Ayat ini menjadi peringatan keras terhadap sikap pasif terhadap ketidakadilan.

Baca Juga: Israel, Demokrasi Palsu dalam Bayang-Bayang Apartheid

Umat Islam tidak boleh tertipu oleh citra diplomatik dan retorika damai dari dua negara ini. Ketika domba berbulu ternyata serigala, maka kewaspadaan menjadi keharusan. Apalagi jika serigala tersebut menggunakan media, teknologi, dan sistem global untuk melegitimasi kejahatan.

Penelitian ilmiah dan jurnalistik menunjukkan bagaimana media Barat turut memainkan peran dalam memanipulasi opini publik. Framing berita lebih sering menunjukkan korban Israel ketimbang penderitaan rakyat Palestina, yang secara statistik jauh lebih besar dan sistematis.

Dalam konteks hukum internasional, banyak kebijakan Israel terhadap Palestina yang melanggar Konvensi Jenewa. Namun, hingga kini belum ada tindakan hukum tegas yang dijatuhkan. Amerika sebagai sekutu utama Israel kerap menghalangi jalannya keadilan di pengadilan internasional.

Dunia Muslim perlu membangun kekuatan baru yang berlandaskan keilmuan, diplomasi, dan persatuan umat. Ketergantungan terhadap narasi Barat harus digantikan dengan narasi alternatif yang dibangun oleh media independen dan akademisi Muslim yang jujur.

Baca Juga: Zionisme dan Runtuhnya Kemanusiaan

Penting pula bagi generasi muda untuk mengenal sejarah kolonialisme modern yang disamarkan sebagai misi perdamaian. Literasi kritis terhadap sejarah, politik, dan media harus diajarkan sejak dini agar tidak mudah terpedaya oleh simbol-simbol palsu keadilan global.

Kesadaran kolektif umat Islam harus diarahkan pada perjuangan membela yang lemah dan menolak segala bentuk kezaliman. Rasulullah SAW bersabda, “Tolonglah saudaramu yang zalim dan yang dizalimi.” Para sahabat bertanya, “Bagaimana menolong orang yang zalim?” Beliau menjawab, “Dengan mencegahnya dari berbuat zalim.” (HR Bukhari).

Maka, narasi “Amerika-Israel sebagai dua serigala berbulu domba” adalah seruan untuk membuka mata umat akan realitas global yang sering diselewengkan. Ke depan, hanya dengan ilmu, persatuan, dan komitmen terhadap keadilanlah umat Islam bisa menjadi mercusuar kebenaran dan pembela bagi kaum tertindas di panggung dunia.[]

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Makna dan Hikmah di Balik Setiap Prosesi Haji

Rekomendasi untuk Anda