Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Amnesty Internasional Sebut Myanmar Apartheid

Rudi Hendrik - Selasa, 21 November 2017 - 20:24 WIB

Selasa, 21 November 2017 - 20:24 WIB

129 Views

Elise Tillet, Anggota Amnesty International di Myanmar saat menjelaskan kondisi Rohingya di Jakarta, Selasa (21/11). Foto: Rina/MINA

rohingya.jpeg" alt="" width="1280" height="960" /> Elise Tillet, Anggota Amnesty International di Myanmar saat menjelaskan kondisi Rohingya di Jakarta, Selasa (21/11). (Foto: Rina/MINA)

 

Jakarta, MINA – Studi Amnesty Internasional selama dua tahun di Rakhine, Myanmar, menyimpulkan apa yang menimpa Muslim Rohingya di negara itu adalah sebuah kejahatan sistematik apartheid.

Elise Tillet, Anggota Amnesty International di Myanmar mengungkapkan diskriminasi yang sistematik dari militer Myanmar tersebut ditujukan agar mereka keluar dari tanah itu. Saat ini sekitar 100 ribu warga Rohingya masih bertahan di dalam Myanmar, sementara lebih dari 600 ribu lainnya sudah melarikan diri.

Elise menceritakan penderitaan kehidupan warga yang dibatasi dari semua lini kehidupan mereka, bahkan yang paling utama adalah tidak diakuinya mereka sebagai warga.

Baca Juga: Cuaca Jakarta Berpotensi Hujan Ringan Akhir Pekan Ini

“Dalam dua tahun ini, bayi yang lahir bahkan tidak memiliki akta kelahiran karena tidak diberikan,” ungkapnya kepada wartawan di Jakarta, Selasa.

Selama dua tahun di sana, Elise juga mendapati banyak pos penjagaan di hampir semua tempat, bahkan di kampung-kampung pedalaman yang sulit diakses oleh darat.

“Bahkan ada kampung yang saya datangi hanya bisa diakses oleh perahu kecil dan diberlakukan buka tutup dari jam 7 pagi sampai 5 sore serta dijaga ketat,” katanya sembari menambahkan yang melewati jam itu akan ditahan militer.

Mengenai kebebasan beragama, Elis mengakui bahkan warga Rohingya dilarang melakukan perkumpulan lebih dari empat orang, dalihnya akan digunakan sebagai pemberontakan. Oleh karenanya mereka kesulitan beribadah.

Baca Juga: Hari Terakhir Pelunasan, Seluruh Kuota Haji Khusus 1446 H/2025 M Sudah Terisi

Sementara kesehatan, warga Rohingya juga tidak diberikan akses, sehingga banyak dari mereka terpaksa harus dibawa organisasi internasional yang membantu di sana agar diberikan surat rekomendasi untuk kesehatan.

Kejahatan apartheid lainnya, menurut Elise, anak-anak Rohingya dilarang bersekolah di lembaga pendidikan umum. Tidak seperti warga lainnya, mereka kesulitan untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Antisipasinya, anak-anak belajar dari warga Rohingya lainnya yang pendidikannya lebih tinggi, kebanyakan adalah tingkatan SMP.

“Ini membunuh generasi namanya,” katanya.(L/RE1/R01)

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Penelitian Terbaru, Gen Z di AS Pro Perjuangan Palestina dan Anti Israel

Rekomendasi untuk Anda

Internasional
Asia
Indonesia
Dunia Islam
Indonesia