Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Anak Jujur Bukan dari Teori, Tapi Keteladanan, Mari Mulai dari Rumah

Bahron Ansori Editor : Widi Kusnadi - Ahad, 11 Mei 2025 - 23:07 WIB

Ahad, 11 Mei 2025 - 23:07 WIB

13 Views

Ilustrasi

KEJUJURAN adalah fondasi utama dalam pembentukan karakter anak. Namun, banyak orang tua dan pendidik masih meyakini bahwa nilai ini cukup ditanamkan lewat ceramah atau perintah. Padahal, anak-anak bukan mesin yang menghafal perintah, melainkan peniru ulung. Mereka merekam, meniru, dan menyerap dari apa yang mereka lihat setiap hari, terutama dari orang tua dan guru mereka.

Dalam psikologi perkembangan, khususnya dalam teori pembelajaran sosial oleh Albert Bandura, dijelaskan bahwa anak belajar melalui observasi dan peniruan. Ketika anak melihat orang tuanya berkata jujur meskipun dalam kondisi sulit, ia akan menyerap pesan bahwa kejujuran adalah sikap yang layak ditiru, bukan sekadar dikatakan. Maka, sejatinya, kejujuran bukan dimulai dari teori, melainkan dari keteladanan yang nyata dalam keseharian.

Mari kita lihat fenomena sederhana di rumah. Seorang ayah berkata pada anaknya, “Nak, bilang saja ke tukang tagih kalau Ayah tidak di rumah.” Atau ibu yang mengembalikan uang kembalian belanja dengan jumlah yang tidak sesuai, namun tak dijelaskan kepada anak. Tanpa sadar, anak sedang menonton “film pendidikan karakter” dari orang tuanya. Dari sinilah muncul kebingungan moral: mengapa diminta jujur di sekolah, tetapi melihat ketidakjujuran di rumah?

Demikian pula di sekolah, guru yang tidak konsekuen dalam aturan, seperti membiarkan siswa mencontek atau memberikan nilai tanpa penilaian jujur, sedang mengajarkan kebohongan terselubung. Ketika kata dan perbuatan tak sejalan, pesan moral kehilangan kekuatannya.

Baca Juga: Mahasiswa USK Ikuti Student Mobility di Universiti Malaysia Perlis

Islam sendiri telah memberikan teladan luar biasa dalam sosok Rasulullah SAW yang sejak muda dikenal sebagai Al-Amin—orang yang paling dapat dipercaya. Bahkan sebelum diangkat menjadi Nabi, beliau sudah membangun reputasi jujur dalam interaksi sosial, perdagangan, dan kehidupan sehari-hari. Ini menunjukkan bahwa karakter jujur tak dibentuk dengan khutbah semata, melainkan dengan konsistensi dan keteladanan.

Bagi orang tua dan guru, membangun kejujuran anak harus dimulai dari diri sendiri. Jadilah pribadi yang tak malu mengakui kesalahan di depan anak. Tunjukkan kejujuran meski dalam hal kecil, seperti mengembalikan uang yang salah kembalian atau menyampaikan kebenaran meski pahit. Ini bukan hal remeh. Justru dari hal-hal kecil inilah terbentuk karakter besar.

Dalam dunia yang makin bising oleh tipu daya dan kepalsuan, kejujuran menjadi nilai langka namun sangat dibutuhkan. Jika ingin anak-anak kita tumbuh menjadi pribadi jujur, maka rumah dan sekolah harus menjadi tempat aman bagi nilai itu bertumbuh—bukan hanya dalam kata, tapi dalam laku nyata.

Mari mulai dari rumah. Mari mulai dari kita. Karena anak jujur bukan dari teori, tapi dari keteladanan yang hidup setiap hari.[]

Baca Juga: Perkuat Kerja Sama Internasional, USK Teken MoU dengan Universitas Palestina

Mi’raj News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda