Maryam Omar Rebhi Shehadeh, 10 tahun, bersama saudara-saudaranya, dan dua sepupunya, diserang oleh pemukim Israel sekitar pukul 17.30 waktu lokal pada tanggal 19 April 2025 di lingkungan Al-Dhubat, Beit Furik, sebuah kota Palestina di tenggara Nablus di Tepi Barat utara yang diduduki.
Insiden tersebut menurut dokumentasi yang dikumpulkan oleh lembaga Defense for Children International – Palestina (DCIP).
Maryam sedang bermain di belakang rumahnya bersama anak-anak lain, yang terletak sekitar 500 meter dari tembok Permukiman Itamar. Tiba-tiba seorang pemukim Yahudi Israel kemudian muncul dari pohon zaitun di dekatnya.
Pemukim itu menyergap Maryam. Gadis itu dibekap mulutnya dengan satu tangan dan mencengkeram lehernya dengan tangan lain. Maryam ditarik menjauh.
Seorang pemukim Yahudi kedua yang bersenjatakan pisau, mengancam sepupu-sepupu Maryam dan melemparkan batu ke arah mereka, menyebabkan mereka melarikan diri.
Adik Maryam yang berusia tiga tahun, Ahmad, mencoba menolong kakaknya. Dia mengikutinya saat para pemukim menyeret Maryam pergi. Para pemukim kemudian menyeret Maryam dan Ahmad sekitar 200 meter jauhnya dan mengikat keduanya di pohon zaitun dengan tali sebelum melarikan diri dengan ATV.
“Pemukim Israel hampir tidak pernah menghadapi konsekuensi apa pun karena menyerang warga Palestina, termasuk anak-anak,” kata Ayed Abu Eqtaish, direktur program akuntabilitas di DCIP. “Anak-anak Palestina seperti Maryam dan Ahmad yang tumbuh dekat dengan permukiman Israel jauh lebih mungkin menghadapi kekerasan di tangan pemukim Israel yang bertindak dengan impunitas penuh.”
“Lima menit kemudian, ayah, paman, dan penduduk desa saya tiba dan mendapati kami terikat,” kata Maryam kepada DCIP. “Mereka segera melepaskan ikatan kami dan mulai mencari para pemukim yang telah melarikan diri. Kami dibawa pulang, tetapi saya diliputi rasa takut akibat upaya penculikan, membuat saya merasa tidak aman di daerah kami. Adik laki-laki saya, Ahmad, juga menunjukkan tanda-tanda trauma.”
Baca Juga: Aktivis Global Sumud Flotilla Umumkan Mogok Makan di Penjara Israel
Para pemukim Yahudi Israel sering melakukan serangan terhadap warga Palestina, termasuk anak-anak, di seluruh Tepi Barat yang diduduki. Serangan-serangan itu terjadi dalam konteks kebijakan perluasan permukiman dan pemindahan paksa penduduk Palestina yang telah berlangsung lama di Israel, yang melanggar hukum internasional dan merupakan kejahatan perang.
Perusahaan-perusahaan permukiman Israel, yang didirikan secara ilegal di atas tanah Palestina yang dicuri, tidak hanya dikelola oleh negara Israel tetapi juga oleh perusahaan multinasional dan bisnis swasta.
Dewan Hak Asasi Manusia PBB telah mengidentifikasi 112 perusahaan yang terlibat dalam aktivitas permukiman, termasuk merek-merek global seperti Airbnb, Booking.com, JCB, dan Caterpillar. Perusahaan-perusahaan ini, serta bisnis yang dikelola oleh para pemukim seperti kilang anggur dan perkebunan, semuanya mendapatkan keuntungan dari pencurian tanah Palestina dan kekerasan yang berkelanjutan terhadap rakyat Palestina, yang mendukung usaha permukiman ilegal Israel.
Pendapat penasihat Mahkamah Internasional (ICJ) tahun 2024 menyatakan bahwa proyek permukiman Israel merupakan pelanggaran berat hukum internasional, yang setara dengan aneksasi de facto.
Baca Juga: Hamas Setujui Sebagian Rencana Trump dengan Catatan Perlu Negosiasi
ICJ menegaskan bahwa semua negara berkewajiban untuk tidak mengakui maupun mendukung rezim permukiman ilegal Israel, dan harus menghentikan semua perdagangan atau bantuan yang berkontribusi pada pemeliharaannya. Meskipun ada upaya oleh Uni Eropa dan gerakan akar rumput untuk memberi label pada barang-barang permukiman, tetapi pemerintah, khususnya Amerika Serikat, terus mengizinkan perdagangan ini. []
Sumber: DCIP
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Israel Gagas Zona Aman di Gaza Selatan, PBB: Konyol