DI EREA modern ini, banyak anak yang menunjukkan prestasi gemilang di bidang akademik, namun justru lalai dalam menjalankan kewajiban spiritual seperti shalat. Keberhasilan intelektual sering kali dijadikan tolak ukur utama keberhasilan pendidikan, padahal dalam Islam, pendidikan sejati mencakup aspek akidah, ibadah, dan akhlak.
Rasulullah SAW bersabda, “Perintahkanlah anak-anakmu untuk shalat pada usia tujuh tahun.” (HR. Abu Dawud). Ini menegaskan bahwa pendidikan spiritual adalah fondasi utama dalam pembentukan karakter anak.
Jika seorang anak tumbuh menjadi sosok cerdas namun abai terhadap shalat, hal ini perlu menjadi bahan introspeksi bagi para orang tua. Pendidikan rumah adalah pendidikan pertama dan utama yang sangat menentukan arah kehidupan anak.
Keteladanan dalam shalat tidak bisa digantikan dengan ceramah semata. Orang tua yang lalai mendidik anak untuk mencintai shalat, secara tidak langsung telah menanamkan nilai bahwa shalat bukan prioritas.
Baca Juga: Menghafal Qur’an Sejak Dini: Bekal Masa Depan Anak
Pendidikan formal sering kali berfokus pada capaian akademik dan karier masa depan, tanpa memperhatikan pendidikan iman. Padahal, dalam Islam, keberhasilan hidup bukan hanya tentang kecerdasan dunia, tetapi keselamatan akhirat.
Allah berfirman dalam QS. Taha:132, “Dan perintahkanlah keluargamu untuk melaksanakan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya.” Ini menunjukkan pentingnya kesabaran dalam mendidik anak agar terbiasa dalam ibadah.
Masalah ini juga mencerminkan kegagalan institusi pendidikan jika tidak menanamkan nilai ibadah secara menyeluruh. Sekolah yang sukses adalah yang bisa menyeimbangkan antara penguasaan ilmu pengetahuan dan kekuatan spiritual.
Kurikulum yang hanya mencetak “manusia mesin” tanpa ruh ibadah akan melahirkan generasi kering nilai. Oleh karena itu, pendidikan harus dimaknai sebagai proses pembentukan manusia seutuhnya, bukan sekadar pencetak pekerja.
Baca Juga: Kemenag Sediakan Beasiswa Pendidikan Jarak Jauh untuk Guru
Namun yang paling bertanggung jawab atas shalat anak tetaplah orang tua, bukan guru atau lingkungan semata. Orang tua adalah figur utama yang akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah.
Nabi SAW bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Maka, jika anak gagal dalam hal shalat, bisa jadi orang tua perlu mengakui adanya kegagalan dalam pembinaan spiritual.
Anak tidak lahir dalam kondisi mengenal ibadah, melainkan dibentuk oleh lingkungan dan kebiasaan yang ditanamkan sejak kecil. Bila orang tua lebih bangga pada ranking dan nilai ujian dibanding shalat anak, maka skala prioritasnya sudah keliru.
Pendidikan sejati adalah mencetak manusia bertakwa, bukan sekadar manusia berprestasi. Karena sehebat apapun anak di dunia, jika ia lalai kepada Allah, maka ia tergolong rugi dalam pandangan akhirat.
Baca Juga: Lebih 1.500 Santri Ikuti Tes Wawancara Beasiswa Kemenag 2025
Kesimpulannya, anak yang pintar tapi tidak shalat bukan hanya soal gagal pendidikan, tetapi bisa jadi refleksi dari kegagalan orang tua dalam menanamkan nilai-nilai agama sejak dini. Islam tidak memisahkan antara kecerdasan intelektual dan kedalaman spiritual.
Keduanya harus berjalan beriringan agar anak tumbuh menjadi pribadi utuh yang berakhlak mulia. Maka mari kita evaluasi, apakah kita hanya mendidik anak untuk sukses di dunia, atau juga menyiapkannya untuk bahagia di akhirat?[]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: PPG Angkatan II Guru Mapel Pendidikan Agama Digelar Awal September