Di saat pasukan Irak melanjutkan operasi militer mereka untuk merebut kembali kota Mosul dari kendali kelompok Islamic State (ISIS/Daesh), perjuangan lain yang sama pentingnya juga sedang berlangsung untuk menyelamatkan Bendungan Mosul, terletak 60km di utara Mosul.
Setelah enam bulan lamanya mempersiapkan keamanan dan logistik, sebuah perusahaan Italia memulai pekerjaan memperbaiki bendungan. Pekerjaan itu dilakukan di bawah perlindungan lima ratus tentara Italia dan pasukan Peshmerga Kurdi.
Perusahaan Italia, TREVI, memerlukan waktu sekitar 18 bulan untuk mencegah fondasi Bendungan Mosul amblas lebih dalam ke bawah tanah, mencegah bencana besar yang bisa datang.
Baca Juga: Kesepakatan Gencatan Senjata Israel-Hezbollah Hampir Tercapai
Para ahli memperingatkan, jika bendungan runtuh, sebanyak 11.110.000.000 meter kubik air yang dikenal sebagai Danau Dahuk, akan menenggelamkan Mosul dan menciptakan genangan yang akan mempengaruhi kehidupan jutaan orang yang tinggal di sepanjang tepi sungai Tigris.
Pihak perusahaan mengaku tidak tahu, apakah pekerjaan mereka berpacu dengan waktu, tapi TREVI menegaskan mereka memiliki pengetahuan dan teknologi untuk membuat bendungan tetap aman.
Berdasarkan kontrak $ 300 juta yang didanai oleh Bank Dunia, perusahaan Italia itu melakukan pemeliharaan dan perbaikan karya selain konsolidasi fondasi bendungan dengan suntikan campuran semen, dalam proses yang disebut “grouting”.
Perusahaan itu juga melatih staf lokal untuk menggunakan teknologi.
Baca Juga: Kapal Wisata Mesir Tenggelam di Laut Merah, 17 Penumpang Hilang
Tetapi para ilmuwan mengatakan, perbaikan hanya solusi sementara dan penduduk Irak harus bersiap-siap untuk mengevakuasi diri dari tepian sungai Tigris.
“Tidak peduli berapa banyak grouting dan pemeliharaan yang perusahaan akan lakukan, mungkin bisa memperpanjang rentang hidup bendungan, tapi itu hanya akan menunda bencana,” kata Nadhir Al-Ansari, seorang profesor sumber daya air dan teknik lingkungan di Universitas Lulea di Swedia.
Menurut Ansari, bendungan sepanjang 3,4km, keempat terbesar di Timur Tengah itu, dibangun di atas dasar yang tidak stabil dan keruntuhannya tidak bisa dihindari.
“Ini hanya masalah waktu. Ini akan menjadi lebih buruk dari melemparkan bom nuklir di Irak,” kata Ansari.
Baca Juga: Sempat Dilaporkan Hilang, Rabi Yahudi Ditemukan Tewas di UEA
Ansari menjelaskan, survei batimetri (ilmu yang mempelajari kedalaman di bawah air dan studi tentang tiga dimensi lantai samudra atau danau) dari bagian bawah reservoir pada tahun 2011 menunjukkan adanya ratusan lubang pembuangan di utara bendungan, beberapa di antaranya seluas 20 meter, yang mungkin semakin bertambah jumlah dan ukurannya seiring waktu.
Sebuah penelitian secara mendalam oleh Pusat Penelitian Komisi Eropa yang dirilis April lalu, menempatkan tujuh juta warga Irak yang dapat terdampak oleh banjir bendungan setelah keruntuhannya. Laporan setebal 58 halaman oleh Pusat Penelitian Bersama itu mensimulasikan skenario yang berbeda yang mungkin timbul dari kerusakan bendungan.
Hingga 26 persen saja dari bendungan runtuh, penelitian memprediksi banjir akan menjadi bencana.
“Simulasi ini, menghasilkan gelombang air yang sangat tinggi, (hingga 25 meter] tiba di Mosul setelah 100 menit). Ibukota Baghdad tercapai setelah 3,5 hari dengan ketinggian air maksimal 8 meter,” kata laporan itu.
Baca Juga: Israel Perintahkan Warga di Pinggiran Selatan Beirut Segera Mengungsi
Banjir akan menghancurkan infrastruktur semua kota di sepanjang tepi sungai Tigris, termasuk Tikrit, sampai air akhirnya berhenti dalam jarak 700 km sebelah selatan dari bendungan.
Profesor Ansari yang merupakan mantan konsultan untuk Menteri Irigasi Irak pada 1995, berada di Brussels pada bulan Juni 2016 untuk mempresentasikan penelitiannya di Bendungan Mosul. Dia mengatakan kepada para pejabat dan diplomat Uni Eropa tentang pembahasan kebutuhan untuk mempersiapkan rencana evakuasi dan untuk mengidentifikasi lokasi yang mungkin dijadikan kamp pengungsi.
Sebuah simposium para ahli di Roma pada April lalu khusus membahas Bendungan Mosul. Ada kesimpulan mengerikan yang dicatat: “Pertanyaannya adalah bukan ‘apakah bendungan akan runtuh karena faktor saat ini’, tapi ketika realitas banjir yang proporsinya hampir menyerupai (banjir di) Alkitab bergegas menyusuri Sungai Tigris, membunuh jutaan orang, sangat jelas dan waktunya hampir habis.”
Baca Juga: Lima Paramedis Tewas oleh Serangan Israel di Lebanon Selatan
Simposium juga menghasilkan dua pilihan. Pertama, mencoba mencegah banjir dengan investasi besar-besaran untuk memperkuat bendungan atau membangun struktur baru. Atau yang kedua, fokus pada bagaimana mengevakuasi jutaan nyawa dari kehancuran yang akan datang setelah kegagalan tak terelakkan dari bendungan itu.
Bom waktulumnya, bendungan ini dikenal sebagai “Bendungan Saddam”. Strukturnya mulai dibangun pada tahun 1981 di atas pondasi gipsum yang lemah dan mudah larut, anhidrit dan batu kapur karst yang mulai mengikis pada pengisian reservoir kembali pada tahun 1985.
Di bawah pemerintahan Presiden Irak Saddam Hussein, Jenderal Taha Ramadan memilih lokasi itu dengan tujuan memberikan pekerjaan dan meningkatkan kondisi kehidupan penduduk di daerah Mosul.
Pada saat itu, Turki dan Suriah sudah menyita perairan penting lainnya, yaitu Sungai Efrat, mengubah sebagian besar wilayah Irak menjadi padang gurun.
Baca Juga: Militer Israel Akui Kekurangan Tentara dan Kewalahan Hadapi Gaza
Saddam dan rombongannya mengabaikan peringatan Konsorsium Konsultan Swiss bahwa lokasi untuk Bendungan Mosul sangat berisiko dan akan membutuhkan grouting terus menerus secara rutin.
Pada tahun 1988, Saddam sepakat untuk membangun Bendungan Badush dengan tujuan sebagai pelindung gelombang jika Bendungan Mosul mengalami kegagalan.
Namun, proyek itu dihentikan pada tahun 1991, ketika sanksi dijatuhkan kepada Irak pasca Perang Teluk pertama dan Bendungan Badush hanya selesai 40 persen.
Setelah penggulingan Saddam, Korps Insiyur Amerika Serikat melakukan program bernilai $ 27 juta untuk memasok sistem grouting bendungan kepada Kementerian Air Irak.
Baca Juga: Netanyahu Akan Tetap Serang Lebanon Meski Ada Gencatan Senjata
Sebuah laporan oleh Korps Insinyur AS pada tahun 2006, memperingatkan bahwa kondisi bendungan sangat genting.
“Bendungan Mosul adalah bendungan yang paling berbahaya di dunia,” kata Korps.
Inspektur Jenderal Khusus untuk Rekonstruksi Irak pada tahun 2007, Stuart Bowen, Jr, mengkritik program grouting dan mengatakan bahwa tidak ada anggaran yang dialokasikan untuk bendungan.
Singkatnya, korupsi dan salah urus dari dana yang dialokasikan untuk konservasi bendungan merubah bendungan menjadi bom waktu.
Baca Juga: Agresi Israel Hantam Pusat Ibu Kota Lebanon
Grouting kembali dilakukan di bawah pengawasan Kementerian Sumber Daya Air Irak, tapi kelompok militan ISIS merebut bendungan itu bersama pembangkit listrik tenaga air 750 MW pada awal Agustus 2014, membuat pekerjaan grouting terganggu.
Dua minggu kemudian, AS, pasukan darat Kurdi dan Irak membersihkan lebih dari 500 militan ISIS dari tempat tersebut. Mereka menemukan bahwa sebagian besar peralatan telah dicuri atau dihancurkan. Sementara pabrik semen masih di bawah kendali ISIS.
Gangguan yang diberikan ISIS menciptakan alarm baru tentang kemungkinan runtuhnya bendungan segera terjadi.
Pada awal Maret 2016, Jenderal Lloyd Austin III, Kepala Komando Pusat AS, mengatakan kepada Kongres AS bahwa jika Bendungan Mosul gagal, itu akan menjadi bencana.
Baca Juga: Perdana Menteri Malaysia Serukan Pengusiran Israel dari PBB
“Akan ada ribuan orang di hilir yang akan terluka atau terbunuh dan mengungsi. Dan kerusakan bisa sepanjang semua jalan menuju Baghdad, atau hingga ke Baghdad,” kata Jenderal.
Dalam komunike yang dirilis bulan Maret itu, Kedutaan AS di Baghdad mengatakan bahwa antara 500.000 hingga 1,47 juta warga Irak yang tinggal di sepanjang sungai Tigris, mungkin tidak akan bertahan hidup.
Pemerintah Irak dilaporkan telah menyarankan orang yang tinggal di sepanjang sungai Tigris untuk menjauh dari tepi sungai.
Sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh Duta Perdamaian untuk Irak, pada pertemuan mereka di Roma, Italia mengatakan bahwa situasi buruk Bendungan Mosul belum memperoleh tanggapan serius dari para pejabat terkemuka Irak.
Baca Juga: Anak-Anak Gaza yang Sakit Dirujuk ke Yordania
Panel mengkritik Pemerintah Irak karena “terus-menerus mengecilkan masalah”.
Menteri Sumber Daya Air Irak Mohsin Al-Shammari mengatakan, rumor keruntuhan Bendungan Mosul hanya ditujukan untuk mengganggu urusan negara. “Bahayanya tidak dekat, itu jauh,” katanya kepada TV Irak Al-Sumeria baru-baru ini. (P001/R01)
Sumber: tulisan Barbara Bibbo di Al Jazeera
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)