Jakarta, 4 Sya’ban 1436/22 Mei 2015 (MINA) – Pada saat kasus penelantaran anak di Cibubur, Bekasi marak diberitakan, kasus lain yang mengerikan dan juga melibatkan anak terjadi di Sumbawa Barat, di mana seorang anak usia 12 tahun mensodomi dan membunuh bocah usia 6 tahun.
Lewat penelusuran penyidikan polisi sebagaimana dikutip oleh beberapa media disebutkan bahwa pelaku telah dikeluarkan dari sekolah tahun lalu karena kasus pelecehan pada teman sekolah dan sehari-hari hanya tinggal bersama ayahnya.
Praktis setiap kali ayahnya bekerja sang anak hanya mengurus dirinya sendiri dan akrab dengan aneka perangkat multimedia, TV kabel serta internet yang disediakan orangtuanya.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah menyampaikan keprihatinan sangat mendalam terhadap kasus ini.
Baca Juga: BKSAP DPR Gelar Kegiatan Solidaritas Parlemen untuk Palestina
Ledia kepada Mi’raj Islamic News Agency (MINA), Kamis (21/5), menyebutkan peristiwa itu bukan semata perkara pidana namun juga masuk ranah penelantaran anak.
“Ini adalah situasi yang rumit dan saling berkait. Di satu sisi ada persoalan tindak kriminal kekerasan seksual dan pembunuhan. Di sisi lain ini melibatkan persoalan penelantaran anak dan paparan pornografi,” ujar Ledia.
Sebab, lanjutnya, si anak yang dibiarkan tanpa pengawasan orangtua ternyata sudah terbiasa mengakses situs-situs porno dalam kesehariannya.
Anggota Legislatif Fraksi PKS itu juga mengingatkan bahwa penelantaran anak tak harus terjadi dari mereka yang tidak mampu dan hidup terpisah dari anak.
Baca Juga: Warga Israel Pindah ke Luar Negeri Tiga Kali Lipat
Kejadian di Bekasi dan Sumbawa itu menunjukkan bahwa orangtua anak-anak ini cukup mampu, dan tinggal dengan anak, tetapi kalau kita mengacu pada Undang-undang no 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, di mana anak nyatanya tidak terpenuhi kebutuhannya secara wajar, baik fisik, mental, spiritual, maupun sosialnya.
Ia menyebutkan, misalnya saja tidak cukup pengawasan pada anak, membiarkan anak mengurus dirinya sendiri hingga membiarkan anak mengakses tayangan atau situs kekerasan dan porno, maka orangtua sudah masuk kategori menelantarkan anak.
Berkaca dari kasus-kasus tersebut Ledia menunjukkan, persoalan rapuhnya ketahanan keluarga menjadi salah satu sumber ancaman bagi keselamatan anak, baik keselamatan secara fisik, emosi, mental dan spiritual.
Keluarga sebagai basis pertama dan utama pengasuhan dan perawatan anak untuk tumbuh kembang yang sempurna harus kembali dikuatkan fungsinya, katanya.
Baca Juga: Timnas Indonesia Matangkan Persiapan Hadapi Bahrain
Ia menambahkan, kesadaran pada orangtua dan calon orangtua tentang fungsi dan peran keluarga perlu kembali digiatkan. Sebab keluarga yang mampu menjadi lingkungan terbaik bagi tumbuh kembang fisik, emosi, mental dan spiritual anak akan menjadi pondasi lahirnya masyarakat dan negara yang sehat, sejahtera dan maju.
Untuk itu, Anggota Legislatif dari daerah pilihan Kota Bandung dan Kota Cimahi itu meminta pemerintah melalui kementerian dan lembaga terkait lebih aktif dan intensif mendorong program-program penguatan ketahanan keluarga dan menjalin kerjasama dengan berbagai pemangku kepentingan seperti tokoh masyarakat, ormas, LSM, lembaga sosial termasuk jajaran kelurahan, RW dan RT.
“Selama ini program ketahanan keluarga seperti yang dikeluarkan dari Kemensos, BKKBN, PKK, Posyandu, lebih banyak mengacu pada penguatan jasmani seperti program gizi dan peningkatan kesehatan, padahal penguatan sisi emosi, mental dan spiritual juga sangat penting. Karenanya perlu dibuat berbagai terobosan program untuk memenuhi kebutuhan ini semua,” ujar Ledia.
Sementara di DPR sendiri Ledia menyebutkan bahwa dirinya dan kawan-kawan tengah mewacanakan kehadiran RUU Ketahanan Keluarga, untuk memberikan satu bentuk arahan dan kepastian hukum bagi seluruh warga Indonesia dalam mewujudkan keluarga-keluarga Indonesia yang sehat jasmani, emosi, mental dan spiritual.
Baca Juga: Timnas Indonesia Matangkan Persiapan Hadapi Bahrain
“Belum dimajukan pada masa sidang tahun ini, tapi bisa jadi pada tahun yang akan datang,” pungkasnya.(L/R05/P4)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)