Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

ANIES BASWEDAN, DARI “SEKSI KEMATIAN” SAMPAI JADI MENTERI

IT MINA - Ahad, 26 Oktober 2014 - 21:30 WIB

Ahad, 26 Oktober 2014 - 21:30 WIB

2793 Views

Anies Baswedan, (Foto: en.wikipedia.org)
<a href=

Anies Baswedan, (Foto: en.wikipedia.org)" width="300" height="239" /> Anies Baswedan, (Foto: en.wikipedia.org)

Oleh: Chamid Riyadi, Journalist Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla (JK) mengamanahkan Anies Baswedan menjadi Menteri Kebudayaan, Pendidikan Dasar dan Menengah Kabinet Kerja periode 2014-2019.

Presiden mengatakan, intelektualitas dan jam terbang Anies tak lagi diragukan.

Anies Rasyid Baswedan Ph.D., lahir di Kuningan, Jawa Barat, 7 Mei 1969; adalah seorang intelektual dan akademisi. Anies antara lain menginisiasi Gerakan Indonesia Mengajar dan menjadi rektor termuda  sebuah perguruan tinggi di Indonesia pada tahun 2007, saat dilantik menjadi Rektor Universitas Paramadina pada usia 38 tahun.

Baca Juga: Pak Jazuli dan Kisah Ember Petanda Waktu Shalat

Anies merupakan cucu dari pejuang nasional Abdurrahman Baswedan, seorang jurnalis dan diplomat yang pernah menjabat sebagai Muda  Menteri Penerangan pada Kabinet dipimpin Perdana Menteri Mohammad Natsir. Natsir dan AR Baswedan sama-sama berasal dari Partai Islam Masyumi.

Kedua orang tua Anies berasal dari kalangan akademis. Ayahnya, Drs. Rasyid Baswedan, merupakan dosen di Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Indonesia, sementara ibunya, Prof. Dr. Aliyah Rasyid, M.Pd. merupakan guru besar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi,Universitas Negeri Yogyakarta.

Anies mengatakan, ia demikian akrab dengan sang kakek, politisi terkemuka saat itu, wartawan pula, yang perpustakaannya penuh buku.

Kakeknya itu juga ikut dalam misi diplomatik RI yang baru merdeka ke Timur Tengah tahun 1947 dipimpin Haji Agus Salim, yang berhasil menjadikan Mesir sebagai negara pertama yang mengakui Kemerdekaan RI. Kemudian disusul oleh pengakuan Mufti Besar Palestina.

Baca Juga: Jalaluddin Rumi, Penyair Cinta Ilahi yang Menggetarkan Dunia

Anies menikah dengan Fery Farhati Ganis, seorang sarjana psikologi dari Universitas Gadjah Mada pada tanggal 11 Mei 1996. Fery mendapat gelar magister dalam bidang parenting education dari Northern Illinois University. Pasangan ini dikaruniai empat orang anak: Mutiara Annisa, Mikail Azizi, Kaisar Hakam dan Ismail Hakim.

Anies dilahirkan di Kuningan, Jawa Barat pada tanggal 7 Mei 1969   Ia mulai mengenyam bangku pendidikan pada usia 5 tahun. Saat itu, ia bersekolah di TK Masjid Syuhada, Yogyakarta. Masjid yang dibangun untuk menghormati para syuhada yang meninggal dalam perang kemerdekaan.

Menginjak usia enam tahun, Anies masuk ke SD Laboratori, Yogyakarta.

Setelah lulus SD, Anies diterima di SMP Negeri 5 Yogyakarta. Dia bergabung dengan Organisasi Siswa Intra Sekolah di sekolahnya, dan menduduki jabatan sebagai pengurus bidang humas yang dijuluki sebagai “seksi kematian,” karena tugasnya mengabarkan kematian. Anies juga pernah ditunjuk menjadi ketua panitia tutup tahun di SMP-nya.

Baca Juga: Al-Razi, Bapak Kedokteran Islam yang Mencerdaskan Dunia

Anies Baswedan, menggambarkan keterlambatannya lulus SMA karena mengikuti program pertukaran pelajar ke Amerika. Lulus dari SMP, Anies meneruskan pendidikannya di SMA Negeri 2 Yogyakarta. Dia tetap aktif berorganisasi hingga terpilih menjadi Wakil Ketua OSIS, dan mengikuti pelatihan kepemimpinan bersama tiga ratus orang Ketua OSIS se-Indonesia. Hasilnya, Anies terpilih menjadi Ketua OSIS se-Indonesia pada tahun 1985.

Pada tahun 1987, dia terpilih untuk mengikuti program pertukaran pelajar AFS dan tinggal selama setahun di Milwaukee, Wisconsin, Amerika Serikat. Program ini membuatnya menempuh masa SMA selama empat tahun dan baru lulus pada tahun 1989.

Sekembalinya ke Yogyakarta, Anies mendapat kesempatan berperan di bidang jurnalistik. Ia bergabung dengan program Tanah Merdeka di Televisi Republik Indonesia (TVRI) Yogyakarta, dan mendapat peran sebagai pewawancara tetap tokoh-tokoh nasional.

Anies diterima masuk di Fakultas Ekonomi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Dia tetap aktif berorganisasi, bergabung dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan menjadi salah satu anggota Majelis Penyelamat Organisasi HMI UGM.

Baca Juga: Abdullah bin Mubarak, Ulama Dermawan yang Kaya

Di fakultasnya, Anies menjabat sebagai Ketua Senat Mahasiswa dan ikut membidani kelahiran kembali Senat Mahasiswa UGM setelah pembekuan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dia terpilih menjadi Ketua Senat Universitas pada kongres tahun 1992, dan membuat beberapa gebrakan dalam lembaga kemahasiswaan.

Anies membentuk Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) sebagai lembaga eksekutif memosisikan senat sebagai lembaga legislatif, yang disahkan oleh kongres pada tahun 1993. Masa kepemimpinannya juga ditandai dengan dimulainya gerakan berbasis riset, sebuah tanggapan atas tereksposnya kasus BPPC yang menyangkut putra Presiden Soeharto, Hutomo Mandala Putra.

Foto: aniesbaswedan.com

Foto: aniesbaswedan.com

Anies turut menginisiasi demonstrasi melawan penerapan Sistem Dana Sosial Berhadiah pada bulan November 1993 di Yogyakarta. Pada tahun 1993, Anies mendapat beasiswa dari untuk JAL Foundation untuk mengikuti kuliah musim panas di Sophia University, Tokyo dalam bidang kajian Asia. Beasiswa ini ia dapatkan setelah memenangkan sebuah lomba menulis mengenai lingkungan.

Setelah lulus kuliah, Anies bekerja di Pusat Antar Universitas Studi Ekonomi UGM, kemudian mendapat beasiswa Fulbrightdari AMINEF untuk melanjutkan kuliah masternya dalam bidang keamanan internasional dan kebijakan ekonomi di School of Public Affairs, University of Maryland, College Park pada tahun 1997. Ia juga dianugerahi William P. Cole III Fellow di universitasnya, dan lulus pada bulan Desember 1998.

Baca Juga: Behram Abduweli, Pemain Muslim Uighur yang Jebol Gawang Indonesia

Sesaat setelah lulus dari Maryland, Anies kembali mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan kuliahnya dalam bidang ilmu politik di Northern Illinois University pada tahun 1999. Dia bekerja sebagai asisten peneliti di Office of Research, Evaluation, and Policy Studies di kampusnya, dan meraih beasiswa Gerald S. Maryanov Fellow, penghargaan yang hanya diberikan kepada mahasiswa NIU yang berprestasi dalam bidang ilmu politik pada tahun 2004.

Dalam berbagai kesempatan, Anies Baswedan selalu mengatakan ada tiga hal yang ia jadikan pedoman dalam memilih karier. Apakah secara intelektual dapat tumbuh, apakah masih dapat menjalankan tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga, apakah mempunyai pengaruh sosial.

Anies Baswedan Sebagai Ketua Yayasan Gerakan Indonesia Mengajar

Gagasan ini sebenarnya berawal ketika Anies Baswedan masih menjadi mahasiswa UGM sekitar dekade 1990-an. Pada masa itu, ia bergaul dan belajar banyak dari seorang mantan rektor UGM periode 1986-1990: Prof. Dr. Koesnadi Hardjasoemantri (Pak Koes).

Baca Juga: Suyitno, Semua yang Terjadi adalah Kehendak Allah

Pada tahun 1950-an, Pak Koes menginisiasi sebuah program bernama Pengerahan Tenaga Mahasiswa (PTM), yakni sebuah program untuk mengisi kekurangan guru SMA di daerah, khususnya di luar Jawa. Dalam beberapa kasus, PTM ini justru mendirikan SMA baru dan pertama di sebuah kota kabupaten. Pak Koes adalah inisiator sekaligus salah satu dari delapan orang yang menjadi angkatan pertama PTM ini.

Prof. Koes berangkat ke Kupang dan bekerja di sana selama beberapa tahun. Sepulangnya dari Kupang, ia mengajak serta 3 siswa paling cerdas untuk kuliah di UGM. Salah satunya adalah Adrianus Mooy yang di kemudian hari menjadi Gubernur Bank Indonesia. Cerita penuh nilai dari PTM inilah salah satu sumber inspirasi bagi Indonesia Mengajar.

Selepas dari UGM, Anies Baswedan mendapat beasiswa untuk melanjutkan kuliah di Amerika Serikat. Tinggal, belajar dan bekerja di sana membuatnya memahami bahwa anak-anak Indonesia membutuhkan kompetensi kelas dunia untuk bersaing di lingkungan global. Tetapi, kompetensi kelas dunia saja tak cukup. Anak-anak muda Indonesia harus punya pemahaman empatik yang mendalam seperti akar rumput meresapi tanah tempatnya hidup.

Semua proses di atas, secara perlahan membentuk ide besar Gerakan Indonesia Mengajar. Konstruksi dasarnya mulai terumuskan pada pertengahan 2009. Ketika itu, Anies mendiskusikan dan menguji idenya pada berbagai pihak. Gagasan ini kemudian siap mewujud ketika beberapa pihak berkenan menjadi sponsor.

Baca Juga: Transformasi Mardi Tato, Perjalanan dari Dunia Kelam Menuju Ridha Ilahi

Proses untuk mendesain dan mengembangkan konsep Indonesia Mengajar pun dimulai pada akhir 2009, dengan membentuk tim kecil yang kemudian berkembang hingga menjadi organisasi seperti sekarang ini. Sampai saat ini pun, Anies Baswedan merupakan salah satu pendiri dan juga Ketua Yayasan Gerakan Indonesia Mengajar.

Menjadi Rektor Termuda di Indonesia, (Foto: aniesbaswedan.com)

Menjadi Rektor Termuda di Indonesia, (Foto: aniesbaswedan.com)

Beberapa Penghargaan Anies Baswedan

Tingkat Nasional

Harian Rakyat Merdeka menganugerahkan The Golden Awards pada peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) harian ini yang ke 14 pada Juni 2013. Anies dipilih atas inspirasinya di bidang pendidikan melalui Gerakan Indonesia Mengajar. Selain Anies tokoh yang mendapatkan penghargaan ini adalah Johan Budi SP (Juru Bicara KPK) dan Ignasius Jonan (Dirut PTKAI).

Baca Juga: Dato’ Rusly Abdullah, Perjalanan Seorang Chef Menjadi Inspirator Jutawan

Pada Agustus 2013, Anies Baswedan mendapatkan Anugerah Integritas Nasional dari Komunitas Pengusaha Antisuap (Kupas) serta dari Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia. Penilaian ini didasari atas survey yang dilakukan pada 2012 tentang persepsi masyarakat terhadap sejumlah tokoh nasional. Anies terpilih bersama beberapa tokoh lain seperti Komaruddin Hidayat, Abraham Samad, serta Mahfud MD.

Menurut Ketua Kupas Ai Mulyadi Mamoer, mereka yang terpilih adalah mereka yang jujur, bertanggungjawab, visioner, disiplin, bisa bekerja sama, adil dan peduli.

Kemudian Dompet Dhuafa memberikan penghargaan Dompet Dhuafa Award 2013 kepada Anies Baswedan pada Juli 2013. Penghargaan ini diberikan kepada tokoh-tokoh yang dinilai telah memberikan inspirasi kebajikan bagi masyarakat dan berkontribusi bagi bangsa. Anies Baswedan menerima penghargaan kategori pendidikan. Ia dipilih karena usahanya melunasi janji kemerdekaan di bidang pendidikan melalui Gerakan Indonesia Mengajar.

Anies Baswedan juga menerima penghargaan Tokoh Inspiratif dalam Anugerah Hari Sastra Indonesia. Penghargaan ini diberikan pada saat perayaan Hari Sastra Nasional pada 3 Juli 2013 di Balai Budaya Pusat Bahasa, Rawamangun, Jakarta. Anies mendapat penghargaan kategori tokoh inspiratif. Anies dirasa memiliki track record serta kepedulian dalam memperjuangkan kemajuan untuk Indonesia.

Baca Juga: Hambali bin Husin, Kisah Keteguhan Iman dan Kesabaran dalam Taat

Tingkat Internasional

Gerald Maryanov Award

Pada 2004 Anies Baswedan menerima penghargaan Gerald Maryanov Fellow dari Departemen Ilmu Politik Universitas Northern Illinois.

100 Intelektual Publik Dunia

Baca Juga: Dari Cleaning Service Menjadi Sensei, Kisah Suroso yang Menginspirasi

Pada 2008 Majalah Foreign Policy memasukkan Anies Baswedan dalam 100 Intelektual Publik Dunia. Anies merupakan satu-satunya orang Indonesia yang masuk pada daftar hasil rilis majalah tersebut. Dalam daftar itu nama Anies sejajar dengan tokoh dunia seperti Noam Chomsky (tokoh perdamaian), para penerima nobel seperti Shirin Ebadi, Al Gore,Muhammad Yunus, dan Amartya Sen.

Young Global Leaders

Jiwa kepemimpinan Anies Baswedan juga membuahkan hasil dengan hadirnya nama Anies dalam salah satu Young Global Leaders pada Februari 2009 yang diberikan oleh World Economic Forum.

20 Tokoh Pembawa Perubahan Dunia

Setelah mendapat penghargaan 100 Intelektual Publik Dunia, pada April 2010, Anies Baswedan terpilih sebagai satu dari 20 tokoh yang membawa perubahan dunia untuk 20 tahun mendatang versi majalah Foresightyang terbit di Jepang. Dalam edisi khusus “20 orang 20 tahun”, Majalah ini menampilkan 20 tokoh yang diperkirakan akan menjadi perhatian dunia. Mereka akan berperan dalam perubahan dunia dua dekade mendatang.

Menurut majalah itu Anies Baswedan dinilai sebagai salah satu tokoh calon pemimpin Indonesia masa mendatang. Nama Anies berdampingan dengan Vladimir Putin (Perdana Menteri Rusia), Hugo Chavez (Mantan Presiden Venezuela), David Miliband (Menteri Luar Negeri Inggris), Rahul Gandi (Sekjen Indian National Congress India), serta Paul Ryan (politisi muda Partai Republik dan anggota House of Representative AS).

PASIAD Education Award

Anies Baswedan menerima penghargaan dari The Association of Social and Economic Solidarity with Pacific Countries (PASIAD) kategori Pendidikan dari Pemerintah Turki pada tahun 2010. Penghargaan ini diberikan kepada pengajar, pelajar maupun individu yang telah berkontribusi untuk dunia pendidikan. Ia menerima penghargaan ini karena telah membuat anak-anak muda terbaik untuk mengajar di daerah terpencil yang jauh dari akses pendidikan melalui program Indonesia Mengajar.

Nakasone Yasuhiro Award

Anies Baswedan menerima Nakasone Yasuhiro pada Juni 2010. Penghargaan ini diberikan langsung oleh Mantan Perdana Menteri Jepang, Yasuhiro Nakasone. Penghargaan ini diberikan kepada orang-orang visioner yang membawa perubahan dan memiliki daya dobrak, demi tercapainya abad 21 yang lebih cerah. Anies dirasa adalah salah satu sosok visioner tersebut. Hanya beberapa orang asal Indonesia yang pernah menerima penghargaan bergengsi ini, seperti Rizal Sukma (Peneliti CSIS) dan Wayan Karna (Dekan ISI Denpasar).

500 Muslim Berpengaruh di Dunia

Penghargaan yang diterima Anies Baswedan juga hadir dari kawasan Timur Tengah. The Royal Islamic Strategic Studies Center, Jordania, memasukkan nama Anies dalam daftar The 500 Most Influential Muslims pada Juli 2010. Penghargaan ini diberikan untuk 500 tokoh Muslim paling berpengaruh di dunia. (T/P010/P2)

Disarikan dari berbagi sumber.

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

 

Rekomendasi untuk Anda

Indonesia
Indonesia
Indonesia
Indonesia
Indonesia
Indonesia