Oleh Widi Kusnadi (Redaktur MINA)
Dalam sambutan pada Rapat Kerja Nasional II Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Jakarta, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, Zulkifli Hasan, menyatakan, aksi demonstrasi dinamakan Bela Islam pada 4 November 2016 lalu dan 2 Desember mendatang, ada kaitannya dengan persoalan kesenjangan sosial yang semakin tajam di tengah masyarakat.
Kegelisahan masyarakat itu mendapat momentum yang tepat dengan adanya sebuah pernyataan Gubernur DKI Jakarta non aktif , Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) ketika menyinggung Alquran surah Al Maidah 51, sehingga ia kemudian ditetapkan sebagai tersangka kasus penistaan agama.
Zulkifli menunjukkan fakta kesenjangan sosial, bahwa berdasarkan data kepemilikan lahan dan pusaran ekonomi, lebih dari 90 persen rakyat Indonesia hidup biasa dan menguasai perekonomian kurang dari 10 persen. Sebaliknya, kurang dari 10 persen penduduk Indonesia, hidup kaya dengan menguasai perekonomian lebih dari 90 persen.
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
“Hal ini menunjukkan kesenjangan sosial cukup tajam dan menimbulkan kecemburuan sosial dari penduduk mayoritas,” katanya.
Penulis setuju dengan pernyataan Ketua MPR bahwa salah satu penyebab utama seseorang atau kelompok masyarakat melakukan aksi demonstrasi adalah masalah kesenjangan social yang mereka hadapi. Berikut penulis akan memaparkan data lebih lanjut tentang kesenjangan sosial, khususnya di Jakarta.
Penduduk Miskin Jakarta
Kepala Bidang Statistik Sosial BPS DKI Jakarta Sri Santo Budi Muliatinah dalam siaran pers menyatakan, jumlah penduduk miskin di Jakarta pada September 2015 mencapai 368.670 orang atau 3,61 persen. Sedangkan pada Maret 2016, jumlah penduduk miskin meningkat menjadi 384.300 orang atau 3,75 persen. Artinya ada peningkatan sebesar 15.630 orang atau meningkat 0,14 poin.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Sementara luas daratan Jakarta 661,52 km2 dengan jumlah penduduk 9.988.329 jiwa dengan tingkat kepadatan rata-rata 15.053 jiwa/ km2.
BPS DKI Jakarta juga meliris angka ketimpangan ekonomi (rasio gini) di Jakarta yang semakin meningkat. Bila pada 2014, rasio gini tercatat sebesar 0,43 persen, maka pada 2015, angka itu meningkat menjadi 0,46. Hal itu berarti kesenjangan antara orang kaya dengan orang miskin di Jakarta semakin lebar.
Kenaikan angka rasio gini di Jakarta disebabkan kenaikan pendapatan orang kaya yang terlalu cepat. Di sisi lain, kenaikan pendapatan masyarakat menengah dan bawah justru mengalami perlambatan, sehingga masyarakat menengah dan bawah tidak bisa mengejar laju pendapatan masyarakat kaya.
Di Jakarta, ada sebanyak 20 persen warga kaya yang mengalami peningkatan pendapatan drastis. Dari poin sebesar 49,79 pada 2014 menjadi 56,20 pada 2015. Sementara 40 persen masyarakat menengah mengalami penurunan pendapatan dari 14,66 ke 14,11. Sama halnya dengan 40 persen masyarakat bawah juga mengalami penurunan pendapatan dari 35,55 ke 29,70.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Sementara itu, jika dilihat secara nasional, menurut data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pada Agustus 2016, dana pihak ketiga (DPK) seluruh bank umum sejumlah Rp 4.366 triliun. 51% dari DPK tersebut dimiliki oleh perusahaan atau orang berasal dari Jakarta. Begitu pula dengan kredit bank umum seluruh Indonesia sebesar Rp 3.881 triliun hampir 49% nya diberikan kepada perusahaan atau orang berasal dari Jakarta.
Penggusuran di Jakarta
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, tahun 2016 merencanakan melakukan penggusuran besar-besaran. Setidaknya ada 325 lokasi yang menjadi target penggusuran. Jumlah penggusuran tahun ini lebih besar dari tahun sebelumnya (2015) dengan menggusur 113 titik.
Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pada Juni 2016 mengatakan, tujuan penggusuran adalah agar program Pemprov khususnya prorgam penanganan banjir seperti normalisasi sungai dan pembangunan tanggul di pesisir Ibukota dapat berjalan lancar. “Kita tahun ini besar-besaran bikin tanggul pesisir utara, banyak sekali yang harus kita pindahkan, termasuk sungai juga,” ujarnya.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Lokasi penggusuran, tersebar di lima wilayah Jakarta. Perinciannya adalah 55 lokasi berada di Jakarta Barat, 54 lokasi di Jakarta Utara, 57 lokasi di Jakarta Pusat, 77 lokasi di Jakarta Selatan, dan 82 lokasi di Jakarta Timur. Objek yang menjadi sasaran program penertiban tersebut cukup variatif, seperti permukiman warga, pedagang kaki lima (PKL), hingga rumah-rumah yang berada di sepanjang bantaran sungai.
Sementara itu, menanggapi rendahnya penyerapan dana APBD Jakarta, Ahok menyatakan pihaknya sangat berhati-hati dalam menggunakan dana akibat budaya korupsi telah begitu merasuki pejabat di eksekutif dan legislatif Jakarta. Lagi-lagi, masyarakat DKI harus dikorbankan, karena pembangunan terhambat.
Pemprov DKI Jakarta melakukan berbagai macam program, seperti memberikan Kartu Jakarta Pintar, Kartu Jakarta Sehat dan Jaminan Persalinan. Untuk menampung korban PHK, Pemprov DKI juga menambah tenaga honorer dengan gaji sesuai UMR. Sayangnya, program-program tersebut belum dapat mengurangi ketimpangan di Jakarta, malahan kasus dugaan korupsi yang juga cukup banyak jumlah kasus dan nilai uang yang disalahgunakan.
Kasus Dugaan Korupsi Jakarta
Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?
Berikut daftar kasus korupsi di DKI Jakarta yang diduga melibatkan Ahok baik sebagai gubernur dan sebelumnya sebagai wakil gubernur:
Kasus Transjakarta Busway
Pengadaan bus Transjakarta senilai Rp 1,2 triliun terbukti merugikan negara ratusan miliar rupiah. Bus yang belum sebulan didatangkan dari Cina berkarat dan rusak sehingga tidak bisa digunakan. Kejaksaan telah menetapkan dua orang PNS DKI sebagai tersangka tetapi tidak pernah berusaha menyentuh gubernur dan wakil gubernur sebagai penguasa anggaran, padahal dugaan keterlibatan keduanya banyak diapungkan berbagai pihak.
Direktur Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Uchok Sky Khadafi menilai kasus korupsi yang nilainya lebih dari Rp 1 triliun tidak mungkin hanya dilakukan pejabat eselon III.
Kasus uninterruptible power supply (UPS)
Polri memperkirakan kerugian negara akibat korupsi UPS mencapai Rp 50 miliar rupiah. Bareskrim Mabes Polri telah menetapkan dua orang pejabat kepala dinas dan satu orang perusahaan rekanan sebagai tersangka. Ahok telah dipanggil sebagai saksi dan bukan tidak mungkin akan segera ditetapkan sebagai tersangka.
Dalam keterangannya usai pemeriksaan, Ahok mengaku ditanya seputar tanda tangan Sekretaris Daerah (Sekda) dalam persetujuan pengadaan UPS. Mungkinkah Sekda tanda tangan untuk dana sebesar itu tanpa sepengetahuan Ahok?
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Kasus Tanah Sumber Waras
Hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tentang kasus korupsi pembelian tanah milik Rumah Sakit Sumber Waras oleh Pemda DKI dengan harga jauh di atas harga pasaran.
Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah tahun fiskal 2014 tersebut, BPK mensinyalir adanya indikasi kerugian daerah sebesar Rp191,33 miliar karena kasus jual-beli tanah yang diproyeksi menjadi lahan Rumah Sakit Khusus Jantung dan Kanker itu.
Reklamasi Teluk Jakarta
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi(KPK) Agus Rahardjo membenarkan bahwa pihaknya telah menerima informasi mengenai aliran dana sebesar Rp 30 miliar yang mengalir ke “Teman Ahok” dari perusahaan pengembang proyek reklamasi di Pantai Utara, Jakarta.
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Agus mengatakan akan menerbitkan surat penyelidikan terkait informasi tersebut dan telah mengetahui pihak-pihak yang akan diselidiki maupun arah penyelidikannya.
“Informasinya sudah ada. Siapa yang kemungkinan kita gali, arahnya sudah ada, kan tinggal memperdalam saja sebenarnya. Iya akan diterbitkan (surat penyelidikannya),” ujar Agus saat ditemui di Gedung KPK, Jakarta.
Sebelumnya, anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Junimart Girsang menyebutkan dana pengembang reklamasi sebesar Rp 30 miliar untuk Teman Ahok disalurkan lewat Sunny dan orangnya Cyrus (Network),” kata Junimart di ruang rapat Komisi III di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Solusi Masalah Sosial Jakarta
Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin
Di tengah isyu kesenjangan sosial ini, warga Jakarta akan mengikuti pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur awal tahun depan.
Sosok pemimpin memang menjadi cermin maju dan mundurnya suatu daerah, termasuk Jakarta. Di tengah gegap gempita pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak pada Februari 2017 mendatang, para calon Gubernur dan wakil Gubernur yang akan bertarung memperebutkan kursi nomor satu dan dua Jakarta juga berlomba menawarkan program-programnya kepada masyarakat Jakarta.
Dalam pidato politiknya, pasangan calon Agus Yudhoyno dan Sylviana Murni menyampaikan permasalahan apa saja yang masih menggantungi ibu kota saat ini.
Dalam mengatasi masalah sosial ekonomi, Ia menjanjikan pelatihan kerja, bantuan dana, pengembangan koperasi dan UMKM, serta pengembangan ekonomi berbasis komunitas.
Baca Juga: Bela Masjid Al-Aqsa Sepanjang Masa
Program ini akan menurunkan angka pengangguran dari 5,7% saat ini menjadi 3,7% dalam 5 tahun yang akan datang. “Besaran anggaran tambahan untuk 5 tahun hingga Rp10 triliun” paparnya.
Sedangkan untuk masalah penggusuran, menurut Agus, pembangunan bisa dilakukan tanpa harus memindahkan. “Membangun tak harus mencabut warga dari habitatnya,” ujar Agus.
Akibat dipindahkan, lanjut Agus, warga mesti memulai hidup baru. Padahal, menurut Agus, tidak ada orang yang mau kehilangan tempat tinggalnya. Sebab, akan kesulitan untuk memulai hidup baru di tempat yang baru.
Sementara itu, pasangan Anies Sandi menyampaikan, penggusuraan bukan solusi membenahi Jakarta. Ada cara lain yang bisa dilakukan untuk menertibkan permukiman tanpa merugikan warga.
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
“Yang perlu digaris bawahi, solusi itu bukan sekedar tidak menggusur atau menggusur, yang diperlukan adalah mencari solusi. Mereka punya kehidupan sosial, akses tempat kerja nanti. Bukan semata-mata digusur,” kata Anies di sela-sela blusukan di Kampung Waru Doyong, Oktober lalu.
Anies mengatakan, dirinya masih mencari solusi terhadap penertiban atas permukiman yang menduduki tanah negara. Solusi ini dipastikan Anies berdasarkan akal sehat dan hati nurani sehingga tak ada pihak yang merasa dirugikan.
Pasangan Ahok-Djarot sebagai calon petahana pada Pilgub DKI 2017 keuntungan sendiri dibanding dua2 paslon lain yang menjadi pesaing mereka. Salah satu keuntungan tersebut adalah perubahan yang sudah mereka buat di Jakarta.
Hal tersebut disampaikan oleh jubir tim sukses Ahok-Djarot Miryam Haryani dalam diskusi ‘Politik SARA dan Problem Rill Jakarta. Menurut Miryam, kerja nyata Ahok-Djarot mulai dari pembenahan infrastuktur, menangani banjir dan macet menjadi nilai yang tidak dimiliki calon pesaing mereka.
“Saya rasa yang sudah diberikan Ahok-Djarot sudah memuaskan. Tidak berandai-andai, nanti dan akan tapi sudah dilakukan. Sudah luar biasa kepemimpinan mereka, sudah dikenal, sudah sayang, tinggal ke TPS dan coblos,” ujar Miryam.
Siapapun pemenang Pilkada nanti, isyu kesenjangan sosial yang makin lebar, harus menjadi salah satu prioritas utama untuk ditangani.
(R03/P2)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)