Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Antropolog Aceh: “Poros Abdul Somad” Kekuatan Baru dari Tanah Melayu

Rana Setiawan - Sabtu, 1 Desember 2018 - 13:38 WIB

Sabtu, 1 Desember 2018 - 13:38 WIB

7 Views

(Foto: Jauhari Samalanga)

Banda Aceh, MINA – Antropolog yang juga penulis buku “Acehnologi”, Dr Kamaruzzaman Bustamam-Ahmad mengatakan, bahwa Ustaz Abdul Somad saat ini menjadi poros baru bagi kekuatan politik di Indonesia.

Menurutnya, saat ini ada tiga mazhab politik di Indonesia yang sedang bertarung menjadi pemenang peradaban negeri ini ke depan. Ketiganya sama-sama mengambil posisi Islam sebagai poros, namun memasang variabel lain sebagai kekuatan inti.

“Varian Jawa Islam NU, Jawa Islam Arab, dan Islam Melayu, ketiga varian kekuatan ini sedang dinarasikan menjadi kekuatan baru di Indonesia dan kita masyarakat sedang melihat ini,” katanya pada seminar bertajuk “Aceh dan Radikalisme” di Prodi Antropologi STISIP Al Washliyah, Banda Aceh, Jumat (30/12).

Ia menjelaskan varian Jawa-Islam-Nahdlatul Ulama (NU) menjadi kekuatan penguasa saat ini di mana memainkan peran dalam percaturan politik tanah air.

Baca Juga: MUI Tekankan Operasi Kelamin Tidak Mengubah Status Gender dalam Agama

Sementara varian Jawa-Islam-Arab yang dideskripsikan dengan gerakan yang berafiliasi kepada Habieb Rizieq, Gerakan 212, dan isu-isu khilafah menjadi varian kekuatan yang dianggap berseberangan dengan varian Jawa-Islam-NU.

Kamaruzzaman menerangkan, di luar dua kekuatan itu, poros Abdul Somad yang hadir dari kawasan Melayu juga memainkan peran penting perebutan massa di tanah air.

“Saat ini varian atau poros kekuatan Islam-Melayu dengan sosok ustaz Abdul Somad menjadi kekuatan tengah di luar dua varian di atas. Varian Abdul Somad saat ini sedang diperebutkan dan diawasi terus karena ia membawa poros Melayu sebagai kekuatan baru,” ujarnya.

Tiga kekuatan di atas, menurut lelaki yang akrab disebut KBA ini menjadikan masyarakat terkotak atau terkelola berdasarkan afiliasi di alam maya di mana ketiga varian itu terus dinarasikan masing-masing kelompok. [BACA: Indonesia Dihadapkan Pada Tiga Ancaman]

Baca Juga: Prof. El-Awaisi Serukan Akademisi Indonesia Susun Strategi Pembebasan Masjidil Aqsa

“Kita bisa saling membenci karena berbeda panutan di dunia maya. Kita saat ini hidup dalam teologi ketakuan dan permusuhan,” katanya menjawab pertanyaan peserta berkait siapa sosok dan bagaimana menentukan pilihan pada Pilpres 2019 mendatang.

Keadaan itu, menurut KBA, sering memaksa sesama anak negeri berantem padahal kejadian perkara ada di Jakarta.

KBA juga mengulas bagaimana tatanan dunia saat ini yang diatur sedemikia rupa dalam wujud virtual. Manusia saat ini, menurutnya terkubu pada jejak-jejak maya yang saling terhubung.

“Kita bagian dari negara virtual, agama virtual dan menyemut memanuti tokoh-tokoh virtual yang terus berkelindan dalam sistem alam digital,” tambahnya.

Baca Juga: Syeikh Palestina: Membuat Zionis Malu Adalah Cara Efektif Mengalahkan Mereka

Selain KBA, hadir sebagai pemateri pada seminar itu antara lain Direktur Bandar Publishing Dr Mukhlisuddin Ilyas, Ketua STISIP Al Washliyah Dr Dicky Wirianto, dan Sekretaris Al Washliyah Aceh, Baharuddin AR, MSi. (L/AR/R01/B05)

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Guru Tak Tergantikan oleh Teknologi, Mendikdasmen Abdul Mu’ti Tekankan Peningkatan Kompetensi dan Nilai Budaya

Rekomendasi untuk Anda

MINA Millenia
Indonesia
Indonesia
Indonesia
Indonesia
Indonesia