Oleh: Bunyan Saptomo, Ketua Komisi Hubungan Luar Negeri Majelis Ulama Indonesia (KHLN MUI) Pusat, Mantan Dubes RI untuk Bulgaria dan Albania, berkedudukan di Sofia
Ada dua tokoh Malaysia yang saya kagumi, yaitu: Pertama, Mahathir Muhammad (MM), Perdana Menteri terlama Malaysia dan sering disebut sebagai Sukarno kecil karena keberaniannya menentang Barat.
Kedua, Anwar Ibrahim (AI), Perdana Menteri Malaysia yang baru saja terpilih, dan di masa mudanya terkenal sebagai tokoh pemuda Muslim militan, yang kemudian menjadi tokoh kebangsaan dan pluralis.
Meskipun AI lebih muda dari MM, namun saya tahu AI lebih dulu, kalau tidak salah ingat melalui berita radio ketika ia ditahan karena sebagai tokoh protes tahun 1974.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Waktu itu AI sebagai Presiden Angkatan Belia Islam Malaysia (ABIM). Sebagai info, ketika masih remaja saya sudah mulai tertarik pada masalah internasional setelah ayah saya beli radio tahun 1970-an.
Tahun 1974-1976 saya sekolah di SMA Muhammadiyah Klaten dan mulai aktif di Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) di SMA itu. Keaktifan di IPM mulai tahun 1974 tersebut membawa saya mulai tertarik dengan berita mengenai ABIM yang dipimpin oleh AI setelah mendengar berita kerusuhan di Malaysia itu.
Ketertarikan tersebut semakin besar setelah saya mulai kuliah di UGM tahun 1977 dan aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Dari lingkungan HMI saya juga mendengar kabar bahwa AI juga pernah ikut training HMI.
Khusus mengenai AI, ada dua hal yang menjadi catatan dan harapan saya. Pertama adalah catatan dari pengamatan saya, yaitu telah terjadi pergeseran pada diri AI dari tokoh Islam militan menjadi tokoh pluralis (liberal).
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Awalnya AI adalah tokoh Islam militan. Nama AI tidak bisa dilepaskan dari ABIM, karena AI adalah salah satu pendiri ABIM tahun 1971 dan menjadi Presiden ABIM terlama (sampai 1982).
ABIM adalah organisasi Islam yang menurut para pengamat diinspirasi oleh Ikhwanul Muslimin (Organisasi Islam militan di Mesir). Oleh karena itu, maka orang sering menyebut ABIM sebagai organisasi Islam militan yang didirikan untuk memperjuangkan penerapan ajaran Islam di Malaysia.
Meskipun Malaysia resminya adalah negara Islam, namun ABIM menilai Pemerintah yang dipimpin UMNO kurang perhatian kepada penerapan ajaran Islam di negeri tersebut. Dari segi ideologi banyak pengamat menilai bahwa ABIM lebih dekat dengan Partai Islam Se-Malaysia (PAS).
Namun setelah AI kenal Nurcholish Madjid (NM) tokoh modernis HMI, dikabarkan AI mulai tertarik pada pemikiran NM yang sering disebut “Sekularisasi: Islam, Yes! Partai Islam, No”.
Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin
Kalau tidak salah AI pernah menyatakan “saya mengikuti pemikirannya (NM) yang memang lebih inklusif….”. Oleh karena itu tidak mengherankan Ketika AI kemudian memilih bergabung ke UMNO (partai kebangsaan, Nasionalisme Melayu) daripada ke PAS (partai Islam).
Di UMNO, AI dikabarkan menjadi kesayangan MM. Ketika MM menjadi Perdana Menteri, AI dipercaya beberapa kali untuk menjadi Menteri berbagai portofolio mulai 1982 sampai tahun 1993. Bahkan kemudian diangkat menjadi wakil PM sejak 1993 sampai dipecat dari pemerintah dan UMNO tahun 1998, karena permusuhannya dengan MM. Sejak itu AI dipersekusi oleh MM dan UMNO.
Setelah dipecat AI membentuk Partai Keadilan Rakyat (PKR) sebagai oposisi dengan ideologi “Liberalisme Sosial, Reformisme, Keadilan sosial, Nasionalisme sipil, dan Multirasial”. Namun kemudian disibukkan dengan masalah pengadilan atas dirinya karena tuduhan melakukan korupsi dan sodomi.
Dia sempat dipenjara dua kali sampai tahun 2015. Pada tahun itu juga AI membentuk Partai Aliansi Nasional Pakatan Harapan (PH) dengan ideologi “Demokrasi sosial, liberalisme sosial, Nasionalisme sipil, multirasialisme, kebebasan beragama, dan lain-lain”. Dikabarkan pula bahwa PH berafiliasi ke Liberalisme Internasional.
Baca Juga: Bela Masjid Al-Aqsa Sepanjang Masa
Dilihat dari jejak perjalanan AI dari ABIM ke UMNO sampai ke PH terlihat bahwa AI telah berubah dari seorang tokoh militan menjadi tokoh pluralis (liberal).
Kedua adalah harapan, AI sebagai PM Malaysia dapat membawa Malaysia bersama Indonesia menjadi pilar utama ASEAN. Harapan ini didasari fakta kedekatan AI dengan Indonesia.
Di masa lalu AI bersama Nurcholish Madjid pernah mendirikan organisasi Persatuan Pelajar Islam Asia Tenggara.
Baru-baru ini PM AI melalui Menlu Zamry menyatakan dukungan keketuaan RI di ASEAN dan akan segera berkunjung ke Indonesia.
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
Dengan kedekatan PM AI dengan Indonesia diharapkan dapat membangun aliansi kedua negara menjadi pemimpin ASEAN untuk mewujudkan visi ASEAN menjadi kawasan yang aman, makmur dan damai.
Selain itu, melihat latar belakang AI yang pernah menjadi Presiden Perhimpunan Bahasa Melayu, diharapkan bisa menggalang kesepakatan dengan Indonesia untuk menjadikan Bahasa Melayu-Indonesia (Bahasa MI) menjadi Bahasa resmi ASEAN.
Harapan saya juga, AI bersama Indonesia dapat memberikan solusi terbaik untuk masalah yang menimpa minoritas Muslim Rohingya di Myanmar, salah satu negara anggota ASEAN.
Terakhir, tidak lupa saya panjatkan doa, semoga AI sukses memimpin Malaysia menjadi negara yang semakin sejahtera, adil dan Makmur. Amin.
Baca Juga: Menjaga Akidah di Era Digital
Demikian secuil pengamatan dan harapan saya mengenai Anwar Ibrahim yang saat ini menjadi PM Malaysia. Semoga bermanfaat. Salam. (A/RS2/R1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Amerika itu Negara Para Pendatang!