London, 17 Rabi’ul Akhir 1437/27 Januari 2016 (MINA) – Organisasi HAM Arab di Inggris (AOHR) mengajukan gugatannya kepada Pengadilan Pidana Internasional (ICC) atas keputusan pemerintahan Mesir yang telah menutup perlintasan Rafah dan menggenangi perbatasan Gaza – Mesir dengan air laut.
Dalam keterangannya, AOHR menjelaskan dua bentuk kesalahan yang dilakukan pemerintah Mesir, meningkat menjadi kejahatan kemanusiaan dan kejahatan perang. Kedua masalah ini telah diajukan kepada ICC sejak 10 Oktober lalu.
AOHR kembali mengajukan gugatannya pada Senin (26/1) kemarin, setelah gugatan pertamanya tidak diindahkan ICC, demikian The Palestinian Information Center (PIC) dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA), melaporkan.
“Dakwaan ini bertujuan memberikan batasan penutupan perlintasan Rafah yang menyebabkan bencana kemanusiaan bagi penduduk Gaza. Selain untuk menghentikan aksi penenggelaman perbatasan antara Gaza dan Mesir dengan air laut, juga telah menghancurkan ekosistem lingkungan. Mesir diminta bertanggung jawab atas semua kejahatan ini,” tulis keterangan AOHR.
Baca Juga: Sempat Dilaporkan Hilang, Rabi Yahudi Ditemukan Tewas di UEA
Disebutkan pula dalam dakwaan itu, sejak Juni 2006 silam, penduduk Gaza mengalami blokade parah yang diterapkan pemerintah Israel dan Mesir. Pada 3 Juni 2013, pemerintah Mesir yang dipimpin Abdul Fatah As-Sisi kembali memblokade Gaza hingga sekarang.
Lebih lanjut, keterangan itu menambahkan, Pemerintah Mesir juga menutup perlintasan Rafah saat perang musim panas 2014 lalu. Meskipun keadaan darurat yang sangat dibutuhkan bagi pasien dan yang terluka, Mesir tetap menutup Rafah.
“Tidak hanya penutupan perlintasan yang telah melanggar kemanusiaan yang dilakukan pemerintahan Mesir. Mereka juga menenggelamkan perbatasan Gaza – Mesir sejak pertengahan 2015 lalu dengan air laut. Mereka menggali jalur perbatasan dan mengalirkan air dengan pipa besar hingga menimbulkan kerusakan lingkungan dan mencemari air minum serta merusak bangunan,” tegas pernyataan AOHR.
Sementara itu, Tuby Kadman, ahli hukum di Timur-Tengah menyebutkan, keputusan pemerintaan Mesir di perbatasan jelas-jelas telah melanggar undang-undang perang.
Baca Juga: Israel Perintahkan Warga di Pinggiran Selatan Beirut Segera Mengungsi
“Dengan demikian kebijakan tersebut termasuk kejahatan perang. Pengadilan seharusnya melakukan pemeriksaan terkait semua data yang telah diajukan dalam dakwaan tersebut. Keputusan pemerintahan Mesir mempengaruhi kehidupan bangsa Palestina di Gaza,” tegasnya.
Sesuai dengan pernyataan dari Kantor Koordinator Kemanusiaan dibawah naungan PBB di wilayah jajahan (OCHA) menyebutkan, antara Desember 2014 hingga Januari 2015, hanya sekitar 37 hari perlintasan Rafah dibuka. Hingga kini masih tersisa 30 ribu pendaftar masih menunggu giliran untuk dapat melintas. (T/P011/R02)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Lima Paramedis Tewas oleh Serangan Israel di Lebanon Selatan