Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

APA YANG SALAH DI YAMAN?

Rudi Hendrik - Ahad, 1 Februari 2015 - 14:35 WIB

Ahad, 1 Februari 2015 - 14:35 WIB

1311 Views

Rakyat Yaman percaya mereka baru saja menonton film yang panjang, membosankan dan buruk yang disutradari oleh Houthi dan Ali Abdullah Saleh. (Foto: AP)
Rakyat <a href=

Yaman percaya mereka baru saja menonton film yang panjang, membosankan dan buruk yang disutradari oleh Houthi dan Ali Abdullah Saleh. (Foto: AP)" width="300" height="169" /> Rakyat Yaman percaya mereka baru saja menonton film yang panjang, membosankan dan buruk yang disutradari oleh Houthi dan Ali Abdullah Saleh. (Foto: AP)

Oleh: Gamal Gasim, Professor Ilmu Politik Yaman

Ketika mantan Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh yang memerintah negara itu selama lebih 33 tahun, akhirnya mengundurkan diri dan seorang presiden baru terpilih pada Februari 2012, aktivis Yaman sangat senang.

Presiden baru, Abd-Rabbu Mansour Hadi adalah unik, karena dia seorang calon konsensus yang didukung oleh partai berkuasa, Kongres Rakyat Agung (GPC), dan Partai Pertemuan Bersama – Komite yang memayungi partai oposisi, termasuk di dalamnya kelompok Islam, Sosialis dan Arab Nasionalis Yaman.

Sebelum pemilu, Hadi adalah wakil presiden dari Saleh selama lebih 16 tahun dan tidak menunjukkan ambisi politik yang jelas, yang mungkin menyebabkannya terpilih dalam seleksi calon konsensus.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-25] Tentang Bersedekah Tidak Mesti dengan Harta

Pemilihan Hadi terjadi ketika kesepakatan politik yang lebih luas diusulkan oleh Dewan Kerjasama Teluk untuk membantu Yaman menghindari perang saudara. Kesepakatan itu tertuang dalam masa transisi, di mana diadakan dialog nasional di antara semua aktor politik Yaman, yang menguraikan sistem politik konstitusi dan masa depan Yaman.

Bagian penting lainnya dari kesepakatan itu adalah kekebalan Saleh dari penuntutan politik di masa yang akan datang, yang kemudian secara cerdik digunakan untuk merusak seluruh proses kemajuan pemerintah.

Selama dialog nasional, keputusan Yaman untuk mengejar solusi damai dalam masalah politik, keamanan dan ekonomi kronis, dipuji sebagai model resolusi konflik secara damai bagi negara-negara Arab Spring lainnya.

Mantan <a href=

Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh, masih berperan kuat setelah dilengserkan pada Februari 2012. (Foto: AFP)" width="300" height="169" /> Mantan Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh, masih berperan kuat setelah dilengserkan pada Februari 2012. (Foto: AFP)

Namun, beberapa pengamat menyadari pada saat itu, negara tersebut terus bergerak menuju penghentian sempurna dari transisi demokratis.

Baca Juga: Tafsir Surat Al-Fatihah: Makna dan Keutamaannya bagi Kehidupan Sehari-Hari

Lalu bagaimana bisa merubah pandangan terhadap demokrasi transisi Yaman yang menjanjikan, menjadi peningkatan risiko menuju negara gagal, atau Irak yang lain, di wilayah tersebut?

Pertanyaan ini dapat dijawab sebagian dengan menganalisa  kebijakan-kebijakan Hadi.

Hadi memulai kepresidenannya dengan mencoba menjadi manusia sendiri dan mencari suaranya sendiri, namun sayangnya ia tidak pernah mendapatkannya. Ironisnya, strategi Hadi tampaknya ingin menghilangkan atau mengurangi kekuatan politik aktor-aktor yang memasangnya sebagai kepala negara.

Dia berusaha untuk meniru strategi Saleh, yaitu “menari di atas kepala ular”, mengendalikan aktor-aktor politik Yaman dengan membenturkan mereka satu sama lain, namun Hadi tidak memiliki kecerdasan politik dan keterampilan sosial secerdas Saleh.

Baca Juga: Sejarah Al-Aqsa, Pusat Perjuangan dari Zaman ke Zaman

Pertama, Hadi terburu-buru merestrukturisasi militer dengan memberhentikan anak dan keponakan Saleh, serta pemimpin militer yang paling kuat di Yaman, yaitu Jenderal Ali Mohsen. Proses restrukturisasi ini adalah bencana, karena kekuatan militer menjadi sangat terpecah dan hilang, bahkan profesionalisme militer yang sebelumnya telah dinikmati selama pemerintahan Saleh, anjlok ke tingkat minimum.

Kedua, Hadi tidak mengadopsi strategi yang efektif untuk menangani kelompok-kelompok bersenjata, seperti Houthi, yang mulai mengerahkan pengaruh lebih besar di berbagai wilayah di negara itu. Sementara ia tidak mendukung pemimpin militer pro-pemberontakan, militer loyalis Saleh yang memberikan kontribusi signifikan terhadap kelompok Houthi sehingga dapat menguasai kontrol sejumlah provinsi Yaman, termasuk kontrol militer yang tak terduga di ibukota Sanaa, pada 21 September 2014.

Kekalahan cepat militer Yaman dalam berbagai pertempuran melawan Houthi, juga diduga karena kelompok asal utara itu menerima bantuan militer dan teknis dari Iran, sehingga merusak legitimasi Hadi lebih parah. Houthi juga diduga mendapat dukungan dari aktor politik utama seperti partai Islah dan Jenderal Mohsen.

Selain itu, Hadi gagal total dalam strateginya untuk mengontrol dan mengarahkan GPC menjauh dari kepemimpinan dan pengaruh Saleh. Bahkan, Hadi diusir dari partai setelah November 2014, Dewan Keamanan PBB memberikan sanksi kepada GPC untuk memberlakukan pembekuan aset dan larangan perjalanan pada Saleh dan dua pemimpin Houthi lainnya.

Baca Juga: Bebaskan Masjidil Aqsa dengan Berjama’ah

Meskipun langkah ini salah, namun Hadi tidak sepenuhnya bertanggung jawab atas kegagalan transisi demokrasi Yaman. Aktor politik utama lainnya juga telah membuat perhitungan strategis yang salah sehingga menguntungkan Houthi.

Partai Islah dan Partai Sosialis Yaman tidak memiliki strategi yang jelas dan terkoordinasi untuk secara efektif mengarahkan roda perubahan di Yaman. Fokus utama mereka lebih kepada perekrutan anggota untuk posisi kunci di pemerintahan dan sipil daripada solusi untuk masalah ekonomi dan politik yang mengguncang negara itu.

Sebagai contoh, pemerintah transisi gagal total dalam memecahkan masalah pemadaman listrik terus menerus dan kekurangan gas. Kekuatan suku kecil di provinsi Marib terus menyerang saluran listrik yang menyalur ke ibukota, tanpa konfrontasi serius dengan pemerintah koalisi.

Selain itu, korupsi dan kegagalan menegakkan supremasi hukum meratakan frustrasi warga Yaman dan menyebabkan meningkatnya sinisme politik.

Baca Juga: Tak Perlu Khawatir Tentang Urusan Dunia

Ketika Houthi dengan kuat mengendalikan Sanaa, pertanyaannya adalah “Apakah Saleh dan Houthi akan mampu mempertahankan aliansi mereka dan memulihkan stabilitas di negara itu?”

Ada kemungkinan Saleh dan Houthi memiliki komitmen yang kuat dalam kerjasama dan rencana untuk berbagi pemerintahan, dan mereka dapat meyakinkan masyarakat internasional tentang legitimasi genting mereka, terutama dengan dalih memerangi unsur Al-Qaeda di Yaman.

Tapi itu akan sangat sulit untuk memenangkan hati dan pikiran rakyat Yaman.

Kebanyakan rakyat Yaman percaya, mereka baru saja selesai menonton film panjang, membosankan dan buruk yang disutradarai oleh Saleh dan Houthi, di mana sekuel lanjutannya akan lebih buruk lagi.

Baca Juga: Keutamaan Al-Aqsa dalam Islam, Sebuah Tinjauan Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis

Mengingat sejarah politik Saleh dan Houthi, aliansi keduanya tidak mungkin berlangsung lama, terutama jika salah melihat peluang politik untuk menghilangkan kekuatan kubu lain yang bertujuan memonopoli kekuasaan.

Kunci untuk stabilitas keseluruhan di Yaman tidak hanya terletak pada apa yang para aktor politik lainnya akan lakukan selanjutnya, tetapi juga dari peran unit militer yang tersisa akan bermain seperti apa.

Militer kini menghadapi pilihan yang jelas, apakah akan mendukung Houthi untuk memainkan peran baru di titik kritis ini atau mengambil langkah lain. (T/P001/P2)

Sumber: Al Jazeera

Baca Juga: Selamatkan Palestina sebagai Tanggung Jawab Kemanusiaan Global

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda

Dunia Islam
Palestina
Indonesia
Dunia Islam
Dunia Islam