Ariel Scheinermann, yang lebih dikenal sebagai Ariel Sharon lahir pada 26 Februari 1928, di Kfar Malal, yang merupakan sebuah pemukiman Yahudi di Mandat Inggris untuk Palestina (sekarang Israel). Ia berasal dari keluarga Yahudi yang sangat mendukung Zionisme. Sejak kecil, Sharon menunjukkan keberanian dan ketangguhan, yang kemudian membentuk kepribadiannya sebagai seorang pemimpin militer dan politik.
Setelah menjalani karier militer yang penuh kontroversi dan menjadi Perdana Menteri Israel, Sharon mengalami stroke parah pada 4 Januari 2006, yang membuatnya terbaring koma selama delapan tahun.
Meskipun sempat mendapatkan perawatan intensif, kondisinya terus memburuk, hingga akhirnya ia meninggal dunia pada 11 Januari 2014 di Rumah Sakit Sheba, Ramat Gan, Israel. Ironisnya, sosok yang selama hidupnya dikenal sebagai algojo berdarah dingin dan pelaku berbagai kejahatan perang itu justru menghabiskan tahun-tahun terakhirnya dalam keadaan tak berdaya, terbaring di ranjang rumah sakit tanpa bisa berbicara atau bergerak.
Kematian Sharon tidak hanya menandai akhir dari seorang pemimpin yang penuh kontroversi, tetapi juga mengingatkan dunia akan warisan brutal yang ia tinggalkan. Banyak rakyat Palestina dan korban kebijakannya yang menganggap kepergiannya sebagai keadilan yang tertunda, sementara para pendukungnya di Israel tetap mengenangnya sebagai seorang nasionalis garis keras. Namun, sejarah mencatat bahwa ia adalah dalang di balik berbagai tragedi kemanusiaan, termasuk pembantaian Sabra dan Shatila, yang tetap menjadi luka mendalam bagi rakyat Palestina dan Lebanon.
Baca Juga: Abu Haji Salim Mahmudi Lamno, Ulama Aceh ahli Tasauf
Pendidikan
Sharon menempuh pendidikan di sekolah-sekolah Yahudi di Palestina. Pada masa remaja, ia bergabung dengan kelompok pemuda Zionis, Hashomer Hatzair, yang mendukung pembentukan negara Yahudi di Palestina. Setelah menyelesaikan pendidikan dasar dan menengahnya, Sharon melanjutkan ke Akademi Militer Israel (Kaduri) pada tahun 1946, yang menjadi dasar dari karir militernya yang gemilang.
Sharon melanjutkan studinya di Universitas Tel Aviv setelah menjadi seorang perwira di tentara Israel. Ia belajar sejarah dan ilmu politik, namun karir militernya yang mengesankan membuatnya lebih terkenal di dunia militer dan politik daripada di dunia akademik.
Ariel Sharon adalah seorang jenderal dan politisi Israel yang memainkan peran sentral dalam berbagai konflik dan kebijakan agresif Israel terhadap Palestina serta negara-negara Arab. Ia dikenal sebagai tokoh militer yang kejam dan kontroversial, dengan rekam jejak yang dipenuhi aksi brutal terhadap warga sipil Palestina dan Lebanon.
Baca Juga: Abu Tumin, Ulama Kharismatik Aceh
Karier militernya dimulai sejak bergabung dengan Pasukan Pertahanan Israel (IDF), di mana ia dikenal sebagai komandan yang menggunakan taktik perang tanpa belas kasihan. Ia terlibat dalam Perang Arab-Israel 1948, Perang Enam Hari 1967, Perang Yom Kippur 1973, serta invasi Israel ke Lebanon 1982. Setelah pensiun dari militer, ia memasuki dunia politik dan menduduki berbagai jabatan penting, termasuk Menteri Pertahanan dan akhirnya Perdana Menteri Israel dari 2001 hingga 2006, sebelum jatuh dalam kondisi koma akibat stroke.
Daftar Kejahatan Ariel Sharon
Berikut ini ada beberapa daftar hitam kejahatan yang dilakukan oleh Ariel Sharon terhadap rakyat Palestina.
Pertama, Pembantaian Qibya (1953). Sharon memimpin Unit 101 dalam serangan terhadap desa Qibya di Tepi Barat, yang saat itu berada di bawah kekuasaan Yordania. Serangan brutal ini mengakibatkan lebih dari 60 warga sipil Palestina terbunuh, banyak di antaranya wanita dan anak-anak, serta penghancuran ratusan rumah.
Baca Juga: James Balfour, Arsitek Kejahatan Politik yang Membawa Sengsara Tanah Palestina
Kedua, Pendudukan dan Pemukiman Ilegal di Palestina. Sebagai Menteri Pertanian dan Menteri Perumahan pada 1970-an dan 1980-an, Sharon menjadi arsitek utama pembangunan pemukiman ilegal Israel di wilayah Palestina yang diduduki. Ia mendorong pendudukan besar-besaran, yang melanggar hukum internasional dan menciptakan ketegangan berkepanjangan antara Israel dan Palestina.
Ketiga, Pembantaian Sabra dan Shatila (1982). Sebagai Menteri Pertahanan Israel, Sharon bertanggung jawab atas invasi Israel ke Lebanon pada 1982. Dalam operasi ini, ia memungkinkan milisi Kristen Phalangis yang didukung Israel untuk memasuki kamp pengungsi Sabra dan Shatila di Beirut.
Akibatnya, sekitar 3.500 warga Palestina dan Lebanon dibantai secara brutal. Dunia internasional mengecam kejadian ini, dan sebuah komisi penyelidikan Israel (Komisi Kahan) menyatakan Sharon bertanggung jawab secara tidak langsung atas pembantaian tersebut, memaksanya mengundurkan diri dari jabatan Menteri Pertahanan.
Keempat, Pemicu Intifada Kedua (2000). Pada tahun 2000, Sharon melakukan kunjungan provokatif ke kompleks Masjid Al-Aqsa di Yerusalem dengan dikawal pasukan bersenjata, yang memicu kemarahan besar di kalangan rakyat Palestina. Insiden ini menjadi pemicu meletusnya Intifada Kedua, sebuah perlawanan rakyat Palestina yang berlangsung selama beberapa tahun dan menyebabkan ribuan korban jiwa.
Baca Juga: Wilhelmi Massay, Relawan Tanzania, Masuk Islam Setelah Menyaksikan Genosida di Gaza
Kelima, Kebijakan Kekerasan terhadap Palestina (2001-2006). Saat menjabat sebagai Perdana Menteri Israel, Sharon menerapkan kebijakan militer brutal terhadap Palestina, termasuk pemboman, serangan udara, dan pembunuhan terhadap pemimpin-pemimpin Palestina. Ia juga memerintahkan pembangunan tembok pemisah yang memperburuk kondisi warga Palestina dan memperkuat sistem apartheid Israel terhadap mereka.
Ariel Sharon adalah salah satu tokoh paling kontroversial dalam sejarah Israel, dengan jejak hitam panjang kekerasan dan kebijakan represif terhadap Palestina dan negara-negara Arab. Hingga kini, namanya tetap dikenang sebagai “Algojo Zionis” dan dalang dari banyak kejahatan perang yang dilakukan oleh Israel.[]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Abu Tanjong Bungong Ulama Ahli Falak Aceh