Arkeolog : Bukti-Bukti Kebesaran Islam di Aceh Harus Dijaga

(Foto: KWPSI)

Banda , MINA – Sebagai daerah yang menjadi pusat kejayaan peradaban di masa lalu‎, Aceh banyak menyimpan bukti-bukti kebesaran sejarah Islam yang sangat mudah ditemukan hingga kini, namun tidak terurus bahkan ditelantarkan.

Padahal dengan memiliki kerajaan Islam terbesar di‎ Nusantara dan Asia Tenggara itu, ‎Aceh terkenal keislamannya yang kental hingga saat ini sehingga berbagai benda peninggalan sejarah tersebut harus tetap dijaga dengan baik oleh generasi sekarang.

‎Demikian antara lain disampaikan Arkeolog Aceh dari Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh, Dr. Husaini Ibrahim MA, saat mengisi pengajian rutin Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI) di Rumoh Aceh Kupi Luwak, Jeulingke, Rabu (11/4) malam.

Pengajian yang dipandu moderator, Badaruddin S.Pd, M.Pd‎ selaku Kasi Kurikulum Dinas Pendidikan Dayah Aceh ini, juga turut dihadiri Kapolresta Banda Aceh, AKBP Trisno Riyanto, demikian keterangan tertulis KWPSI yang diterima MINA.

‎”Kita yang hari ini hidup dengan syariat Islam di Aceh, tentu berbangga dengan kebesaran Islam di masa lalu ‎untuk kita ulangi lagi kejayaannya. Karenanya, mari selamatkan peninggalan sejarah Islam‎ tersebut dan ini menjadi kewajiban kita bersama‎,” ujar Abu Husaini Ibrahim.

Dosen FKIP Unsyiah yang kini menjabat Ketua Laboratorium Sejarah ini menjelaskan, sangat banyak jejak-jejak sejarah dan masa lalu berupa benda seperti makam ulama besar, batu nisan orang-orang berilmu di Aceh bahkan Kerajaan Samudera Pasai, Peureulak, Lamuri hingga Gampong Pande. Ada bukti batu nisan‎ ulama-ulama sejak tahun 1070 M‎asehi.

‎”Selama ini kita terkesan tidak peduli dengan jejak-jejak Islam pada benda-benda peninggalan sejarah tersebut. Bukan berarti kita menkultuskan benda, tapi itu bisa menjadi pedoman untuk dipelajari lagi oleh generasi sekarang.‎ Bahwa Aceh dulu berjaya dengan peradaban Islam, maka untuk bisa berjaya lagi sekarang, kita bisa mengikuti jejak ulama-ulama yang berilmu tinggi dahulu, bukan malah membuang kotoran ke makam mereka,” terangnya.

Abu Husaini menambahkan, Aceh pada masa kerajaan tempo dulu memegang peranan sangat penting dalam menyangga atau membentengi kawasan Nusantara dari kolonialisme penjajah Eropa. Diantaranya menghalau penjajah Portugis dan Belanda.

“Tujuan Kerajaan Aceh menyerang Portugis sampai ke Melaka dan Johor adalah dalam rangka membentengi Islam di wilayah Nusantara dari kolonialisasi penjajah,” terangnya.

Disebutkan, andai tanpa kerajaan Aceh, maka Portugis dipastikan dengan mudah dapat menguasai Nusantara pada masa itu.

“Kita tahu bahwa penjajah Barat itu mengemban misi 3 G, yaitu Gold (keinginan untuk memiliki emas, hasil alam dan kekayaan), Glory (keinginan mempunyai kejayaan), dan Gospel (keinginan untuk menyebabarkan agama Nasrani). Dari semua penjajah Barat itu, Portugis adalah yang terburuk dalam mengemban misi agama,” lanjut Husaini Ibrahim.

Peran Aceh juga sangat besar dalam upaya dakwah dan penyiaran Islam di Nusantara dan membebaskan Nusantara dari cengkeraman kafir

“Barangkali kalau Portugis sempat menguasai Aceh maka Aceh sudah menjadi daerah non muslim dan nama-nama orang Aceh sudah berubah menjadi Thomas dan lain-lain, serta menjadi basis pengembangan agama lain seperti Timor Timur,” katanya.

Husaini menambahkan, orang Aceh pada masa lampau memiliki semangat dan kekuatan jihad yang tinggi sehingga mampu mengalahkan Portugis padahal Portugis itu adalah negara hebat dan kuat.

Diterangkannya, orang Aceh dulu sangat serius menjalankan ajaran Islam, dan bersatunya ulama dan umara dalam membangun peradaban Islam yang mengalami kejayaan hingga datangnya orientalis, Christian Snouck Hurgronje, seorang sarjana Belanda dan Penasehat Urusan Pribumi untuk pemerintah kolonial Hindia Belanda, yang merusak peradaban Islam di Aceh.

“Dia kemangkan sekulerisme. Dia pisahkan ulama dan umara sampai diciptakan ‎ajaran bahwa yang mengejar dunia bagaikan anjing mengejar bangkai, sehingga umat Islam dan ulama tidak perlu lagi mengurus urusan dunia dan dijauhkan, dari urusan politik. Ulama-ulama cukup belajar agama saja,” terangnya.

Selain itu, di tengah-tengah masyarakat diciptakan kenduri besar-besaran pada setiap hari Senin dan Kamis. “Di tengah-tengah masyarakat saat ini juga masih ada‎ sisa peninggalan Snock yaitu diperkenalkan kenduri hari Kamis dan Senin, padahal itu hari umat Islam untuk berpuasa sunat,” ungkapnya.

Snock yang memiliki nama Islam Abdul Ghafar juga menciptakan musuh-musuh dalam selimut dan pengkhianat di tengah masyarakat Aceh yang menjual Aceh kepada penjajah, hingga kerajaan Aceh menjadi lemah, serta melahirkan politik adu domba untuk mengacaukan kekuatan Islam yang dampaknya masih dirasakan hingga saat ini.(L/R01/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Rana Setiawan

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.