Washington, 16 Syawal 1434/23 Agustus 2013 (MINA) – Kepala Pertahanan Amerika Serikat (AS), Chuck Hagel berbicara dengan sejawatnya dari Israel, Moshe Yaalon, Rabu (21/8), mebahas tentang Mesir, Iran, dan kekerasan yang sedang berlangsung di Suriah, termasuk klaim serangan senjata kimia.
Dalam sebuah pernyataan singkat, Pentagon mengatakan kedua tokoh sepakat untuk terus memelihara dialog intensif pada banyak tantangan yang dihadapi kedua negara itu.
Washington telah menuntut “akses langsung” bagi misi pemeriksaan PBB ke lokasi serangan menggunakan senjata bahan kimia yang diduga oleh pasukan pemerintah Suriah terhadap warga sipilnya.
Kelompok oposisi utama Suriah sebelumnya menuduh pemerintah membantai lebih dari 1.300 orang dalam serangan senjata kimia di dekat Damaskus, korban lainnya tersedak hingga tewas.
Baca Juga: AS Pertimbangkan Hapus HTS dari Daftar Teroris
Tim PBB di Suriah untuk menyelidiki tuduhan senjata kimia sebelumnya pemogokan dilontarkan terhadap kedua belah pihak selama konflik 29 bulan.
Washington menyimpulkan pada bulan Juni bahwa pasukan Presiden Bashar al-Assad memang menggunakan senjata kimia di masa lalu, termasuk sarin gas saraf, dalam serangan yang menewaskan hingga 150 orang.
Sebagai tanggapan itu, ia berjanji untuk secara signifikan menguatkan sikap terhadap Suriah dan mengatakan akan memberikan dukungan militer kepada pemberontak untuk pertama kalinya.
Namun, hal itu telah ditolak untuk menentukan dengan tepat apa yang dilakukannya karena informasi tersebut adalah rahasia, dan banyak bantuan diyakini belum mencapai kelompok-kelompok oposisi yang dipilih.
Baca Juga: Mahasiswa Yale Ukir Sejarah: Referendum Divestasi ke Israel Disahkan
Di Mesir, Washington berada di bawah tekanan untuk memotong bantuan militer ke Kairo di tengah tindakan keras militer terhadap pendukung presiden Muhammad Mursi. Bantuan AS ke Kairo mencapai 1,3 miyar dolar AS per tahun.
Israel telah menahan diri dari membuat pernyataan publik namun seorang pejabat yang tidak disebutkan namanya seperti dikutip dalam laporan media lokal awal pekan ini mengatakan bahwa Israel dan Barat harus mendukung militer Mesir.
Pada tahun 1979, Israel dan Mesir menjadi negara Arab pertama yang menandatangani perjanjian damai kedu anegara, berkoordinasi erat pada aktivitas militer yang semakin kacau di Semenanjung Sinai yang berbatasan dengan negara Yahudi itu dan Jalur Gaza. Kerusuhan Mesir telah meningkatkan kekhawatiran Israel terhadap stabilitas regional. (T/P014/P02)
Baca Juga: Israel Caplok Golan, PBB Sebut Itu Pelanggaran
Mi’raj News Agency (MINA)