Washington, MINA – Amerika Serikat pada Selasa (8/10) memberlakukan pembatasan visa kepada pejabat Cina terkait penyalahgunaan minoritas Muslim.
Hal itu membuat marah Beijing, tetapi seorang pejabat AS mengatakan pembicaraan perdagangan tingkat tinggi masih akan berlangsung pada Kamis dan Jumat. New Straits Times melaporkan, Rabu (9/10).
Departemen Luar Negeri AS mengumumkan rencana pembatasan visa sehari setelah Departemen Perdagangan AS mengutip perlakuan buruk Cina terhadap Muslim Uighur dan etnis minoritas Muslim lainnya.
AS dalam keputusannya menambahkan 20 biro keamanan publik Cina dan 8 perusahaan ke dalam daftar hitam perdagangan.
Baca Juga: Hadiri Indonesia-Brazil Business Forum, Prabowo Bahas Kerjasama Ekonomi
Departemen Luar Negeri AS tidak menyebutkan nama pejabat Cina yang terkena dampak pembatasan visa. Menlu Mike Pompeo mengatakan pembatasan itu “melengkapi” tindakan Departemen Perdagangan.
Kedutaan besar Cina di Washington mengecam tindakan itu sebagai “dalih yang dibuat-buat” karena mencampuri urusan dalam negeri Cina.
“Urusan #Xinjiang adalah murni urusan dalam negeri Tiongkok yang tidak mengizinkan campur tangan asing. Kami mendesak AS untuk memperbaiki kesalahannya sekaligus dan menghentikan intervensinya dalam urusan internal Cina,” kata kedutaan di Twitter.
Indeks saham utama AS ditambahkan ke kerugian setelah pengumuman Departemen Luar Negeri, dengan indeks S&P 500 ditutup turun sekitar 1,6%.
Baca Juga: Rupiah Berpotensi Melemah Efek Konflik di Timur Tengah
Investor khawatir ketegangan yang meningkat antara Washington dan Beijing dapat merusak upaya untuk mengembalikan negosiasi perdagangan ke jalurnya.
Langkah AS beriringan dengan pembicaraan perdagangan AS-Cina di Washington, yang membahas persiapan pertemuan tingkat menteri.
Seorang juru bicara kantor Perwakilan Dagang AS mengatakan bahwa pembicaraan tingkat tinggi yang melibatkan Wakil Perdana Menteri China Liu He, Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin akan berlangsung sesuai rencana pada hari Kamis dan Jumat.
Seorang diplomat Cina mengatakan kepada Reuters bahwa Cina menginginkan kesepakatan.
Baca Juga: Komite Perlindungan Jurnalis Kutuk Israel atas Tebunuhnya Tiga Wartawan di Lebanon
Diplomat itu menambahkan bahwa penting bagi AS untuk menerima perbedaan antara sistem ekonomi kedua negara, khususnya model pembangunan yang dipimpin oleh negara Cina.
Sementara itu, Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva mengeluarkan peringatan keras tentang keadaan ekonomi global, mengatakan perlambatan ekonomi dapat memburuk tanpa tindakan untuk menyelesaikan konflik perdagangan dan mendukung pertumbuhan. (T/RS2/P2)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: OJK Dorong Literasi dan Inklusi Keuangan Syariah untuk Santri di Kalteng