AS Berlakukan Sanksi Besar-Besaran terhadap China, Myanmar, dan Korea Utara

Washington, MINA – Pemerintahan Presiden AS Joe Biden mengumumkan sanksi baru terhadap lusinan orang dan entitas di , , dan , dengan tuduhan melakukan pelanggaran hak asasi manusia.

Departemen Keuangan pada Jumat (10/12) juga menambahkan perusahaan kecerdasan buatan China SenseTime Group ke daftar hitam investasi, Press TV melaporkan.

SenseTime, pengembang terkemuka teknologi pengenalan wajah, ditempatkan pada daftar “perusahaan kompleks industri militer China” di mana orang Amerika dilarang berinvestasi.

Perusahaan tersebut dituduh telah mengembangkan program pengenalan wajah yang dapat menentukan etnis target, dengan fokus khusus untuk mengidentifikasi etnis Uyghur.

Kanada dan Inggris juga bergabung dengan Amerika Serikat dalam menjatuhkan sanksi terkait pelanggaran hak asasi manusia di Myanmar, di mana militer telah menganiaya Muslim Rohingya dan etnis minoritas lainnya.

Gejolak telah mencengkeram Myanmar sejak pemimpin de facto Aung San Suu Kyi dan Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) digulingkan pada 1 Februari 2021 melalui kudeta militer, dengan protes hampir setiap hari dan muncul gerakan pembangkangan sipil nasional.

Junta di Myanmar merebut kekuasaan atas dugaan kecurangan dalam pemilihan umum yang dimenangkan oleh partai Suu Kyi pada November 2020. Tuduhan kecurangan telah dibantah oleh mantan komisi pemilihan.

AS juga memberlakukan sanksi baru pertama terhadap Korea Utara dan menargetkan entitas militer Myanmar.

“Tindakan kami hari ini, terutama yang bermitra dengan Inggris dan Kanada, mengirimkan pesan bahwa negara-negara demokrasi di seluruh dunia akan bertindak melawan mereka yang menyalahgunakan kekuasaan negara untuk menimbulkan penderitaan dan penindasan,” kata Wakil Menteri Keuangan Wally Adeyemo dalam sebuah pernyataan.

Kedutaan Besar China di Washington mengecam langkah Amerika Serikat, dengan menyebutnya sebagai “campur tangan serius dalam urusan dalam negeri China” dan “pelanggaran berat terhadap norma-norma dasar yang mengatur hubungan internasional.”

Juru bicara kedutaan China Liu Pengyu mengatakan bahwa itu akan “membahayakan hubungan China-AS” dan meminta pemerintah Biden untuk membatalkan keputusan tersebut.

Hubungan antara AS dan China telah tegang karena berbagai masalah mulai dari perdagangan hingga keamanan dan pandemi COVID-19.

Meskipun Biden dan mitranya dari China Xi Jinping mengadakan pertemuan puncak virtual bulan lalu, itu tidak menghasilkan terobosan yang signifikan.

Bulan lalu, China mengecam AS atas keputusannya untuk menambahkan lusinan perusahaan China ke daftar hitam perdagangan, dengan mengatakan bahwa langkah itu melanggar konsensus yang dicapai antara Biden dan Xi. (T/RI-1/P1)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Rudi Hendrik

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.