Doha, MINA – Sumber-sumber pers mengungkapkan telah berlangsung empat pertemuan langsung antara Amerika Serikat dan Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) di Doha pekan lalu.
Pihak Amerika meminta kesepakatan sebagian terpisah untuk membebaskan seorang prajurit yang masih hidup dengan kewarganegaraan Amerika dan empat jenazah.
Sumber-sumber tersebut mengindikasikan bahwa “Hamas menyetujui kesepakatan tersebut dan menuntut pembebasan ratusan tahanan Palestina sebagai balasannya.” Quds Press melaporkan, Sabtu (8/3).
Pihak Amerika setuju untuk membebaskan 250 tahanan, termasuk 100 orang dengan hukuman seumur hidup dan sisanya dengan hukuman yang panjang.
Baca Juga: Komunitas Internasional Bertanggung Jawab atas Nasib Perempuan Palestina
Informasi menambahkan, pasukan pendudukan menolak 50 nama hukuman seumur hidup, sementara Hamas setuju untuk menolak maksimal 10 nama.
Pada pertemuan keempat, pejabat Amerika mengalah dan menyatakan bahwa “Presiden Donald Trump menginginkan pembebasan tahanan berkewarganegaraan Amerika tanpa kompensasi.”
Menurut sebuah sumber, pertemuan tersebut berakhir tanpa menyelesaikan kesepakatan.
Pengamat Yassin Ezz El-Din mengomentari apa yang dipublikasikan media Ibrani tentang perbedaan antara Amerika dan pendudukan terkait negosiasi langsung antara Amerika dan Hamas di Qatar, dengan mengatakan bahwa hal itu adalah “berlebihan dan drama media yang tidak mencerminkan kebenaran.”
Baca Juga: Puluhan Tawanan Israel yang Dibebaskan Desak Netanyahu Hormati Gencatan Senjata
Ia mengatakan, “Kedua pihak adalah satu hal yang sama, dan Amerika tidak dapat dengan sengaja menyinggung pendudukan Israel. Kalaupun ada perbedaan pendapat yang mungkin terjadi, itu adalah perbedaan pendapat di dalam barisan yang sama.”
Ia menekankan bahwa para pemimpin sayap kanan pendudukan suka berpura-pura bahwa Amerika dan Barat berkonspirasi melawan mereka.
Mereka mencoba mengatakan bahwa Israel kuat dengan sendirinya dan tidak membutuhkan dukungan Barat, imbuhnya.
Sementara itu, pakar urusan Ibrani, Firas Yaghi, mengatakan, Amerika Serikat sedang berusaha mengerahkan seluruh kekuatannya untuk mencoba mencapai kesepakatan, baik melalui jalur langsung dengan Adam Boehler di depan Hamas, atau melalui Steve Witkoff, yang dianggap sebagai faktor terpenting dalam berkomunikasi dengan para mediator.
Baca Juga: Inggris, Prancis, Italia, Jerman Dukung Inisiatif Arab untuk Rekonstruksi Gaza
Yaghi menegaskan bahwa pendudukan hanyamengatakan tengah bersiap untuk melanjutkan pertempuran, tetapi tidak akan ada pertempuran lagi tanpa lampu hijau dari Amerika.
Menurutnya, Amerika Serikat ingin memberikan lebih banyak waktu untuk mencoba menyelesaikan negosiasi, jadi Israel menerima undangan mediator dengan dukungan Amerika Serikat, dan akan mengirim delegasi ke Doha dalam upaya untuk memajukan negosiasi.
Perjanjian gencatan senjata di Gaza mulai berlaku pada 19 Januari 2025, dengan mediasi oleh Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat.
Pada awal bulan Maret, fase pertama perjanjian, yang berlangsung selama 42 hari, telah berakhir, dan pasukan pendudukan menghindari memasuki fase kedua, yang mencakup diakhirinya agresi.
Baca Juga: Hamas Desak Trump Bertemu Tahanan Palestina yang Dibebaskan Israel
Dengan berakhirnya tahap pertama perjanjian gencatan senjata, pasukan pendudukan menutup lagi semua penyeberangan menuju Gaza untuk mencegah masuknya bantuan kemanusiaan.
Israel juga mengancam tindakan eskalasi lebih lanjut yang mengarah pada dimulainya kembali perang genosida. []
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Hari Perempuan Internasional, Perempuan Palestina Rasakan Pahitnya Pengungsian