Washington, MINA – Amerika Serikat (AS) kembali mengumumkan tawaran hadiah besar bagi siapa pun yang bisa memberikan informasi yang mengarah pada penangkapan Presiden Venezuela Nicolás Maduro.
Kali ini, besaran hadiah mencapai US$46 juta atau sekitar Rp755 miliar. Pengumuman tersebut disampaikan Jaksa Agung AS Matthew Bondi melalui sebuah video di media sosial, yang dikutip Al-Jazeera.
“Dia adalah salah satu pengedar narkoba terbesar di dunia dan merupakan ancaman bagi keamanan nasional kami,” kata Bondi.
Maduro telah lama menjadi target buruan Washington. Pada 2020, di masa pemerintahan pertama Presiden Donald Trump, pengadilan federal AS mendakwa Maduro bersama sejumlah pejabat tinggi Venezuela atas tuduhan konspirasi narko-terorisme.
Baca Juga: Jerman Tangguhkan Ekspor Senjata ke Israel
Washington menuduh Maduro mengepalai geng penyelundup kokain yang dikenal sebagai Kartel Matahari (Cartel de los Soles), yang disebut telah mengirim ratusan ton narkoba ke AS selama dua dekade terakhir dan meraup keuntungan ratusan juta dolar.
Ketika dakwaan itu diumumkan, Maduro menegaskan tuduhan AS “palsu dan keliru”, menuduh Washington berupaya menjatuhkan pemerintahannya.
Hubungan diplomatik AS–Venezuela telah memburuk selama bertahun-tahun. AS tidak pernah mengakui pemerintahan Maduro, meski ia memenangkan pemilihan presiden Venezuela dua kali. Sebaliknya, pemerintahan Maduro kerap menuding AS melakukan intervensi terhadap politik dalam negeri Venezuela.
Menanggapi tawaran hadiah terbaru ini, Menteri Luar Negeri Venezuela Yvan Gil menyebut langkah AS tersebut “menyedihkan” dan “konyol”. “Ini mencerminkan kebijakan luar negeri yang penuh kebencian dan intervensi,” ujarnya dalam keterangan resmi di Caracas.
Baca Juga: Belgia Panggil Dubes Israel Terkait Rencana Pendudukan Gaza
Langkah AS ini bukan yang pertama. Pada Januari 2020, masih di periode pemerintahan Trump, Washington pernah menawarkan hadiah US$25 juta atau sekitar Rp407 miliar bagi pihak yang bisa menangkap Maduro.
Pengamat hubungan internasional dari Universitas Georgetown, Prof. Eric Farnsworth, mengatakan tawaran hadiah ini merupakan bagian dari “tekanan maksimum” AS terhadap Venezuela. “Ini adalah pesan politik bahwa Washington tidak akan menghentikan upayanya hingga Maduro kehilangan kekuasaan,” ujarnya dalam wawancara dengan The Hill.
Namun, analis Amerika Latin dari International Crisis Group, Phil Gunson, menilai langkah ini kecil kemungkinan akan berhasil. “Maduro masih memiliki kendali kuat atas militer, aparat keamanan, dan dukungan dari sekutu seperti Rusia, China, dan Iran,” katanya.
Di sisi lain, situasi dalam negeri Venezuela terus memburuk akibat krisis ekonomi, inflasi yang melambung, serta eksodus jutaan warga yang meninggalkan negara itu mencari kehidupan lebih baik. Menurut data PBB, lebih dari 7 juta warga Venezuela telah mengungsi sejak 2015.
Baca Juga: PBB: Rencana Israel Ambil Kendali Penuh Gaza Harus Dihentikan
AS dan sejumlah negara Barat menjatuhkan sanksi ekonomi yang menargetkan sektor minyak Venezuela, yang menjadi sumber pendapatan utama negara itu. Sanksi ini semakin memperburuk kondisi ekonomi rakyat, namun belum mampu menggoyahkan kekuasaan Maduro.
Meski demikian, beberapa pengamat menilai tawaran hadiah besar ini lebih bersifat simbolis daripada operasional. “Kemungkinan pihak yang mampu menangkap Maduro sangat kecil, kecuali terjadi kudeta militer internal,” ujar Gunson. []
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Genosida Israel di Gaza Picu Lonjakan Islamofobia di Australia