AS: Kekerasan di Rakhine Berisiko Terjadi Kekejaman Baru

Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS Matthew Miller. (Foto: Anadolu)

Washington, MINA – Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS Matthew Miller mengatakan, kekerasan dan ketegangan antar komunitas di Negara Bagian Rakhine, Myanmar saat ini meningkatkan risiko terjadinya kekejaman baru lebih lanjut.

Pernyataan itu muncul dalam mengomentari laporan tentang meningkatnya kekerasan dan pengungsian Muslim Rohingya di Rakhine, di tengah pertempuran antara junta militer Myanmar dan pemberontak Tentara Arakan (AA) yang beragama Budha.

“Kami menyerukan kepada militer Burma (Myanmar), serta semua aktor bersenjata, untuk melindungi warga sipil dan mengizinkan akses kemanusiaan tanpa hambatan,” kata Miller pada Selasa (21/5), Anadolu melaporkan.

Miller mengatakan bahwa AS mendorong mitra internasional untuk mengutuk meningkatnya kekerasan di Myanmar, menahan para pelaku pelanggaran hak asasi manusia yang dapat dipertanggungjawabkan, dan memberikan perlindungan kepada mereka yang melarikan diri dari kekerasan.

Baca Juga:  Sembilan Aktivis Yahudi AS Ditangkap Saat Protes Kunjungan Netanyahu

Pada hari Sabtu (18/5), Tentara Arakan mengeklaim bahwa mereka mengambil kendali penuh atas Buthidaung, tempat bagi populasi etnis Rohingya dekat perbatasan Bangladesh, setelah Komando Militer Strategis rezim di kotapraja tersebut jatuh.

Kelompok tersebut mengatakan, pihaknya merebut empat markas besar batalion infanteri ringan dan dua pangkalan penjaga perbatasan di kota tersebut pekan ini, di tengah bentrokan yang terus berlanjut di luar Buthidaung. Pemberontak mengejar tentara junta yang “mundur”.

Buthidaung memiliki populasi Rohingya terbesar sejak gelombang kekerasan besar-besaran terhadap Rohingya pada tahun 2017 oleh tentara Myanmar.

Laporan dikuasainya Buthidaung oleh Tentara Arakan telah memicu eksodus baru, membuat 150.000 Muslim Rohingya mengungsi, menurut Free Rohingya Coalition, sebuah jaringan global aktivis Rohingya yang memiliki keprihatinan mengenai pelanggaran hak asasi manusia di Myanmar.

Baca Juga:  Lebih dari 2.000 Akademisi Tuntut Pengunduran Diri Menteri Pendidikan Jerman

Penduduk yang mengungsi masih berada di dalam kota, banyak yang mengungsi ke daerah pedesaan, menurut kelompok hak asasi manusia.

Sekitar 600.000 anggota kelompok etnis yang sebagian besar Muslim masih tinggal di negara bagian tersebut, sementara lebih dari 750.000 pengungsi Rohingya, sebagian besar perempuan dan anak-anak, meninggalkan Myanmar dan menyeberang ke Bangladesh pada Agustus 2017, sehingga menambah jumlah pengungsi Rohingya di Bangladesh melebihi 1,2 juta jiwa. []

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Rudi Hendrik

Editor: Bahron Ansori