Washington, 12 Dzulhijjah 1437/14 September 2016 (MINA) – Amerika Serikat (AS) akan memasok bantuan militer kepada Israel untuk 10 tahun ke depan senilai US$38 miliar (Rp502 triliun). Nilai bantuan itu adalah yang terbesar dalam sejarah AS.
Keputusan itu menaikkan bantuan AS untuk Israel, dari yang saat ini US$3,1 miliar (Rp41 triliun) menjadi US$3,8 miliar (Rp52 triliun) per tahun.
Namun, sejumlah pejabat AS menegaskan Israel harus membuat sejumlah konsesi untuk bisa memperoleh dana itu, BBC melaporkan, Rabu (14/9) yang dikutip MINA.
Perjanjian yang akan ditandatangani pada Rabu (14/9) itu hasil dari 10 bulan perundingan, kendati pemerintahan Obama frustrasi atas pembangunan permukiman Israel di wilayah Palestina yang diduduki.
Baca Juga: Uni Eropa Berpotensi Embargo Senjata ke Israel Usai Surat Penangkapan ICC Keluar
Pakta itu sekaligus menggantikan paket 10 tahunan yang akan berakhir pada 2018. “Ini merupakan ikrar kesepakatan tunggal terbesar terkait bantuan militer bilateral dalam sejarah AS,” kata Departemen Luar Negeri.
Rinciannya, dengan kesepakatan itu Israel akan menerima US$500 juta per tahun untuk program pertahanan rudal.
Tapi pakta tersebut antara lain juga mempersyaratkan pemakaian semua dana melalui industri pertahanan Amerika, bukan kontraktor militer milik Israel.
Selain itu, Israel juga tidak boleh mencari dana tambahan dari Kongres di luar apa yang akan dijamin dalam paket tahunan baru tersebut.
Baca Juga: Israel Perintahkan Warga di Pinggiran Selatan Beirut Segera Mengungsi
Presdien Obama tampaknya sedang berusaha menunjukkan dukungan terhadap keamanan Israel untuk melawan kritik bahwa pemerintahannya tidak mendukung sekutu tradisional AS di kawasan Timur Tengah itu.
Sementara Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di berbagai kesempatan telah mengisyaratkan, ia mungkin menunggu pengganti Obama dengan harapan memperoleh kesepakatan yang lebih baik.
Itu dikarenakan hubungan antara Netanyahu dan Obama berubah jadi renggang sejak Maret 2015, ketika Netanyahu muncul di Kongres AS untuk melobi agar mereka menentang kesepakatan dengan Iran yang disokong oleh Obama.
Masalah pemukiman Israel di Tepi Barat dan Al-Quds timur juga merupakan titik perpecahan hubungan antara kedua sekutu tersebut.
Baca Juga: Diboikot, Starbucks Tutup 50 Gerai di Malaysia
Bulan lalu, Gedung Putih mencaci Israel terkait apa yang disebut ‘percepatan dramatis’ pembangunan pemukiman di wilayah Palestina yang diduduki.
Washington juga mengatakan kebijakan Netanyahu, serta kekerasan Palestina, menghambat kesempatan tercapainya kesepakatan damai.
Para pejabat mengisyaratkan Obama dan Netanyahu mungkin akan bertemu dalam pembicaraan di pertemuan Majelis Umum PBB pekan depan di New York. (T/P022/P001)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Survei: 37 Persen Remaja Yahudi di AS Bersimpati dengan Hamas