ASEAN AKAN MENGGELAR KTT BERSEJARAH DENGAN AS PADA 2016

KTT ASEAN-AS
-

Singapura, 12 Rabiul Awwal 1437/24 Desember 2015 (MINA) – Para pemimpin negara-negara Asia Tenggara akan berkunjung ke AS pada semester pertama 2016 untuk melakukan pertemuan puncak khusus dengan Presiden AS, Barack Obama, demikian menurut seorang dubes AS di kawasan itu.

Presiden Obama mengundang para pemimpin Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dalam kunjungannya ke kawasan tersebut saat menghadiri Konferesi Tingkat Tinggi (KTT) Asia Timur di Manila dan KTT ASEAN di Kuala Lumpur pada Nopember lalu, sebagai upaya lebih lanjut untuk memfokuskan kembali perhatian atas apa yang disebut poros Amerika menuju Asia, demikian laporan CNA, seperti dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA).

Dubes AS untuk ASEAN, Nina Hachigian mengatakan akan ada pengumuman lebih lanjut pada pekan mendatang tentang waktu yang tepat dan agenda bagi KTT bersejarah tersebut, yang pertama antara pemimpin AS dan ASEAN di tanah Amerika.

“Peningkatan hubungan kita dengan kemitraan strategis dan undangan Presiden Obama agar semua pemimpin ASEAN datang ke Amerika Serikat adalah contoh sempurna tentang bagaimana kami telah meningkatkan keterlibatan kami di Asia-Pasifik yang cukup dramatis dan mengatur apa yang kita sebut tingkat dasar baru kegiatan intensif dengan Asia, ” katanya.

Berbicara kepada wartawan, Hachigian mengatakan ASEAN telah menunjukkan ambisi yang jelas untuk memainkan peran kepemimpinan global yang lebih besar, menunjuk pada upaya bersama blok itu pada perubahan iklim, perang melawan teror,  perdagangan manusia dan pencurian ikan. Dikatakannya Amerika Serikat telah menunjukkan “komitmen politik tingkat tinggi” untuk ASEAN, sebagaimana dibuktikan dengan kunjungan tingkat tinggi Presiden Obama, Menlu John Kerry dan Menhan Ashton Carter tahun ini.

Diharapkan pembicaraan pada pertemuan puncak mendatang akan berpusat pada sengketa teritorial di Laut Cina Selatan, tema dominan selama diskusi di Manila dan Kuala Lumpur. Selama kunjungannya ke Asia, Obama menyatakan pengklaim harus “menghentikan reklamasi, konstruksi dan militerisasi wilayah yang disengketakan ity”, fokus pada aturan hukum seperti yang ditegaskan Dubes Hachigian.

“Kami mendukung resolusi damai sengketa, termasuk penggunaan mekanisme hukum internasional seperti arbitrase, juga arbitrase yang diperjuangkan Filipina,” katanya, seraya membela kebebasan navigasi AS di Laut Cina Selatan, yang telah memicu kemarahan Beijing.

“Operasi ini tidak menegaskan hak khusus AS, kami telah melakukannya selama puluhan tahun dan di puluhan lokasi, termasuk di masa lalu di Laut Cina Selatan. Tidak ada alasan mengapa Laut Cina Selatan harus menjadi pengecualian untuk program ini.

“Tidak ada alasan bahwa operasi ini, yang dilakukan sesuai dengan hukum internasional, harus dipandang sebagai meningkatkan ketegangan dengan cara apapun. Ketika Cina telah beroperasi secara sah di wilayah perairan kami, kami belum bereaksi karena mereka memiliki hak hukum untuk melakukannya, ” katanya.

Dia juga membahas tantangan yang akan datang akibat pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN (AEC), yang mulai 31 Desember ini akan mengintegrasikan ekonomi Asia Tenggara menjadi pasar dan basis produksi tunggal.

“Ini hal baru sehingga dapat dimengerti bila beberapa orang merasa prihatin dengan perubahan tersebut, tetapi itu akhirnya akan menjadi sangat positif,” katanya. Kecemasan tentang AEC tidak hanya terjadi di negara-negara brkembang yang lebih kecil, tetapi juga di negara-negara yang lebih maju memiliki keprihatinan tentang hal itu.

“Saya tidak berpikir siapa pun di awal 90-an akan mengira ASEAN akan menjadi sebuah komunitas bebas tarif. Akan tetapi, semua orang mengakui akan ada banyak pekerjaan yang harus dilakukan.” (T/R07/R01)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: Widi Kusnadi

Editor:

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.