Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

ATURAN MENGHAMBAT, NELAYAN LOMBOK KELUAR NEGERI JADI BURUH

Rudi Hendrik - Kamis, 5 Maret 2015 - 07:04 WIB

Kamis, 5 Maret 2015 - 07:04 WIB

522 Views

Ilustrasi nelayan lobster. (Foto: ANTARA)

LOBSTER-300x200.jpg" alt="Ilustrasi nelayan lobster. (Foto: ANTARA)" width="300" height="200" /> Ilustrasi nelayan lobster. (Foto: ANTARA)

Mataram, NTB, 14 Jumadil Awwal 1436/5 Maret 2015 (MINA) – Sejumlah nelayan di Pulau Lombok, NTB, saat ini mempertimbangkan untuk bekerja di luar negeri meskipun sebagai buruh.

Hal itu terkait kondisi sulit yang mereka hadapi setelah Kementerian Kelautan dan Perikanan mengeluarkan banyak kebijakan yang dinilai dapat menghambat penghasilan mereka, ANTARA News melaporkan yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA).

“Berbagai aturan Kementerian Kelautan dan Perikanan sangat menyusahkan para nelayan. Makanya, sejumlah anggota saya mempertimbangkan untuk bekerja di luar negeri,” kata Supriadi, Ketua Kelompok Nelayan Pade Angen Desa Pemongkong, Kecamatan Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur, Mataram, NTB, Rabu (4/3).

Ia menyebutkan peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pujdiastuti yang menyusahkan itu, yakni larangan menangkap ikan menggunakan jaring cantrang, larangan menangkap dan menjual benih lobster di bawah ukuran karapas lima centimeter dan larangan menjual lobster konsumsi di bawah ukuran 300 gram.

Baca Juga: Menag Tekankan Pentingnya Diplomasi Agama dan Green Theology untuk Pelestarian Lingkungan

“Selama ini nelayan sudah terbiasa menjual lobster konsumsi dengan berat 100 sampai 150 gram dengan masa budidaya delapan bulan. Sekarang harus 300 gram. Untuk mendapatkan ukuran berat seperti itu, butuh waktu 1,5 tahun untuk budi daya,” ujar Supriadi.

Menurutnya, menunggu sampai 18 bulan itu sangat lama bagi mereka. Selama itu pula mereka berpotensi kehilangan pendapatan atau paling tidak pendapatannya sangat berkurang, apalagi dengan kondisi permodalan yang juga sangat terbatas.

Belum lagi dengan risiko kematian yang tinggi dengan masa panen yang terbilang cukup lama, ditambah harga lobster sekarang sedang anjlok.

Para nelayan enggan untuk budi daya lobster juga disebabkan biaya produksi yang terbilang mahal. Dalam satu keramba dengan empat lubang membutuhkan biaya produksi hingga Rp30 juta, di luar biaya operasional untuk pemeliharaan.

Baca Juga: Menhan: 25 Nakes TNI akan Diberangkatkan ke Gaza, Jalankan Misi Kemanusiaan

Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia NTB, H Kamala, mengatakan, para nelayan di daerahnya saat ini dalam kondisi bingung, karena tidak tahu harus berbuat apa lagi setelah adanya kebijakan larangan menangkap benih lobster ukuran karapas di bawah lima centimeter.

“Ibu menteri tidak memikirkan dampak sosial dari kebijakan yang dikeluarkannya,” katanya. (T/P001/R11)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Baca Juga: BMKG: Waspada Gelombang Tinggi di Sejumlah Perairan Indonesia

Rekomendasi untuk Anda

Indonesia
Indonesia
Indonesia
Renungan Al Quran