Canberra, MINA – Pesawat tempur Australia akan menghentikan operasi serangan udaranya di Irak dan Suriah, demikian Menteri Pertahanan Marise Payne mengumumkannya, Jumat (22/12).
Keputusan tersebut menyusul kelompok Islamic State (ISIS) telah kehilangan dua markas utamanya, Mosul di Irak dan Raqqa di Suriah. Demikian Al Arabiya memberitakannya yang dikutip MINA.
Payne mengatakan bahwa pemerintah Canberra telah memutuskan untuk mengurangi misinya setelah berkonsultasi dengan sekutu koalisi setelah tiga tahun misi dan melakukan lebih dari 2.700 serangan.
“Keberhasilan di medan perang melawan Daesh (ISIS) berarti Operasi OKRA kita sekarang telah mencapai titik transisi alami dan pesawat tempur kami akan mulai kembali ke rumah di awal Tahun Baru,” kata Payne.
Baca Juga: Pusat Budaya dan Komunitas Indonesia Diresmikan di Turki
Berbasis di Timur Tengah, Kelompok Tugas Udara Australia terdiri dari enam pesawat tempur F / A-18 Hornets, pesawat Ekspedisi Dini dan Ekspedisi E-7A Wedgetail, pesawat Tanker Multi-Role KC-30A.
Sementara pesawat Hornets kembali, pesawat Wedgetail dan pesawat pengisi bahan bakar akan terus mendukung operasi koalisi dan sekitar 380 personel akan tetap melatih pasukan Irak.
Sebuah koalisi internasional melawan ISIS dibentuk yang terdiri dari 60 negara. Koalisi terseut dipimpin oleh Amerika Serikat (AS).
Namun, selain AS, hanya segelintir negara yang memainkan peran penting di Irak dan Suriah, seperti Australia, Inggris dan Perancis. (T/RI-1/P1)
Baca Juga: DPR AS Keluarkan RUU yang Mengancam Organisasi Pro-Palestina
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Lima Paramedis Tewas oleh Serangan Israel di Lebanon Selatan