Oleh Widi Kusnadi, Catatan perjalanan tim wartawan MINA dalam safari dakwah di Australia*
Ada ungkapan yang berkembang di negeri Kanguru itu “Burung saja betah tinggal di Australia, apalagi manusia”. Hal tersebut tampaknya tidak berlebihan mengingat ketertiban kota-kota di Australia dan keramahan warganya.
Australia adalah sebuah negara di belahan selatan yang terdiri dari daratan utama benua Australia, Pulau Tasmania, berbagai pulau kecil di Samudra Hindia, dan Samudra Pasifik. Negara persemakmuran Inggris itu memiliki 6 negara bagian; New South Wales (Ibukota di Sydney), Queensland(Brisbane), Australia Selatan (Adelaide), Tasmania (Hobart), Victoria (Melbourne), Australia Barat (Perth), dan 2 teritorial, yaitu Teritorial Utara (Darwin), dan Teritorial Ibu Kota Australia (Canberra).
Nama Australia berasal dari kata australis yang dalam bahasa Latin berarti selatan. Aussie adalah istilah percakapan bagi “orang/bangsa Australia”. Penggunaan awal kata Australia yang terdokumenkan dalam bahasa Inggris adalah pada tahun 1625 dalam “A note of Australia del Espíritu Santo, yang ditulis oleh Master Hakluyt.
Baca Juga: Pengungsi Sudan Menemukan Kekayaan Di Tanah Emas Mesir
Nama Australia dipopularkan oleh penjelajah Matthew Flinders yang diadopsi secara resmi sejak tahun 1804 dalam sebuah karya berjudul A Voyage to Terra Australis.
Sepanjang perjalanan kami ke beberapa kota seperti Sydney, Canberra, Brisbane dan Melbourne, kami menyimpulkan, Australia memang negara sekuler. Namun dalam kehidupan masyarakatnya terdapat nilai nilai Islami yang patut di contoh oleh bangsa Indonesia. Berikut adalah beberapa hal yang patut di tiru;
Tertib dari sisi administrasi negara
Pemerintah Australia memiliki sistem informasi yang terintegrasi. Setiap informasi yang kita perlukan dapat diakses di mana saja. Masing masing kementerian dan departemen sudah memiliki data dan sistem informasi yang bagus.
Baca Juga: Terowongan Silaturahim Istiqlal, Simbol Harmoni Indonesia
Pengalaman penulis, ketika akan mekakukan registrasi kartu telepon seluler, tanpa sengaja salah memasukkan tanggal lahir. Setelah kita submit, ternyata dari pihak operator mengatakan bahwa mereka sudah memiliki data saya, lengkap dengan data pribadi. Padahal saya baru satu hari di Sydney, bagaimana dengan warga yang sudah bertahun-tahun tinggal di sana, tentu sangat detail.
Ketertiban administrasi pemerintah Australia juga termasuk salah satu yang terbaik di dunia. Banyak pejabat dari negara berkembang yang datang ke Australia untuk belajar administrasi pemerintahan.
Setidaknya, kami menemui beberapa pelajar Indonesia di universitas-universitas di Sydney, Macquarie, Brisbane, dan Melbourne yang mengambil studi tata kelola pemerintahan, sistem administrasi negara dan akuntansi publik.
Tertib lalu lintas
Baca Juga: Bukit Grappela Puncak Eksotis di Selatan Aceh
Lalu lintas di Australia sangat tertib. Setiap pengendara mematuhi rambu-rambu lalu lintas meski tidak ada polisi di sana. Memang belum pernah kami jumpai ada polisi lalu lintas di perempatan, tidak ada pos polisi di sana.
Akan tetapi memang di banyak tempat terdapat tulisan “camera survailence” yang artinya bahwa kawasan itu dilengkapi dengan cctv sehingga terpantau oleh kepolisian meski mereka tidak ada di daerah tersebut.
Adalah salah seorang warga Indonesia, Hamim bercerita, ia pernah menerobos lampu merah karena tergesa-gesa dalam sebuah urusan. Ia berpikir tidak ada polisi di sana, lagian kondisinya juga sepi. Tetapi esok hari, ada sebuah surat dari kepolisian sampai ke rumah yang berisi perintah untuk membayar denda karena telah melanggar lampu lalu lintas.
Surat itu dilengkapi dengan bukti foto lengkap dengan menit dan detik kejadian. Denda pelanggaran 450 AUD (sekitar 4,5 juta). Namun jika berkeberatan bisa mengajukan banding ke pengadilan. Akhirnya ia memilih untuk membayar denda dengan mentransfer sejumlah dendanya ke bank yang telah ditunjuk.
Baca Juga: Masjid Harun Keuchik Leumik: Permata Spiritual di Banda Aceh
Pelanggaran lalu lintas yang dilakukan pengendara di Australia terbilang minim. Hal itu karena besarnya denda yang harus dibayar, juga mereka terancam dicabut izin mengemudinya jika melakukan pelanggaran berat (menabrak) atau pelanggaran yang berulang.
Tidak hanya para pengendara, pejalan kakipun jika menyeberang jalan bukan pada waktunya, mereka juga di denda hingga 80 AUD (Rp 800 ribu). Peraturan itulah yang membuat lalu lintas di Australia menjadi tertib.
Tertib tata kota
Kota-kota di Australia tertata dengan rapi. Area pendidikan, hiburan dan olah raga, pabrik, maupun pemukiman tidak saling bercampur satu dengan yang lainnya. Jika sebuah area diperuntukkan untuk pemukiman, maka tidak boleh ada pabrik di sana. Demikian jua jika diperuntukkan sebagai area pendidikan, tidak boleh ada mall di sana.
Baca Juga: Temukan Keindahan Tersembunyi di Nagan Raya: Sungai Alue Gantung
Masyarakat Australia termasuk yang mandiri dalam hal pangan. Mereka tidak mau mengimpor bahan makanan dari negara lain. Dengan luasnya daratan Australia yang sepuluh kali lipat luas pulau Sumatera itu, mereka gunakan sebaik-baiknya untuk swadaya pangan.
Biaya pengobatan semua ditanggung pemerintah
Pajak yang diberlakukan kepada warga atau perusahaan di Australia terbilang cukup tinggi jika dibandingkan dengan Indonesia. Untuk warga yang sudah berpenghasilan sesuai batas tertentu, mereka dikenakan pajak 28-30 persen. Demikian juga perusahaan dan badan usaha lainnya.
Dari penerimaan pajak itulah, pemerintah Australia mengalokasikan salah satunya di bidang kesehatan. Baik warga asli maupun para pendatang, jika mereka berobat ke rumah sakit, mereka tidak usah membayar biayanya. Semua ditanggung pemerintah.
Baca Juga: Kisah Perjuangan Relawan Muhammad Abu Murad di Jenin di Tengah Kepungan Pasukan Israel
Di sisi lain, kewaspadaan mereka sangat tinggi. Kebijakan pemerintah Australia, mereka tidak mengijinkan impor makanan atau bahan baku makanan dari negara lain. Bahkan, pengalaman kami sebelum mendarat di Bandara Sydney, kami harus mengisi kartu declare guna mengetahui barang-barang apa saja yang di bawa penumpang.
Kebijakan di bandara Australia, penumpang tidak di izinkan membawa barang makanan atau minuman apapun masuk Australia, kecuali obat-obatan pribadi.
Orang tua dan pengangguran diberi santunan
Bagi warga negara atau berstatus permanent residents yang sudah memasuki usia pensiun, pemerintah Autralia memberikan kepada mereka santunan sebesar 2000 AUD (sekitar Rp. 20 juta) per-bulan. Bantuan itu mereka berikan hingga mereka meninggal.
Baca Juga: Pejuang Palestina Punya Cara Tersendiri Atasi Kamera Pengintai Israel
Bagi orang-orang yang tidak bekerja, pemerintah juga memberi santunan kepada mereka. Ada juga kami temui di kota Melbourne, para homeless (orang-orang yang tidak memiliki rumah) mereka juga mendapat bantuan dari pemerintah.
Kami sempat bertanya kepada beberapa orang di Australia, mengapa mereka tidak punya rumah? Bukankah setiap mereka yang bekerja di beri apresiasi tinggi (rata-rata untuk tukang cuci piring saja mendapat 13 AUD (Rp. 130 ribu) per jam, atau pekerja buruh 18 AUD (Rp. 180 ribu) per jam.
Mereka menjawab sama, para homeless kebanyakan mereka malas bekerja. Mereka lebih memilih jadi pengangguran, dan mereka tetap mendapat bantuan dari pemerintah. Jalan itulah yang mereka pilih. He he he, ada juga ya orang Australia yang seperti itu.
Menjamin kebebasan beribadah
Baca Juga: Catatan Perjalanan Dakwah ke Malaysia-Thailand, Ada Nuansa Keakraban Budaya Nusantara
Meskipun Autralia adalah negara sekuler yang tidak memperdulikan urusan agama dari penduduknya, namun pemerintah tetap menghormati dan memberi kebebasan kepada masyarakatnya dalam beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya.
Memang ada peraturan yang ketat tentang pendirian sebuah rumah ibadah, tapi hal itu berlaku sama untuk semua agama. Suara azan tidak boleh sampai keluar, demikian juga tidak kami temui lonceng gereja. Pemerintah beralasan supaya tidak saling mengganggu.
Namun, jika umat Islam ingin melaksanakan shalat Idul Fitri atau Idul Adha, mereka diizinkan untuk memakai tempat umum seperti lapangan atau tempat olah raga dengan catatan mengajukan izin terlebih dulu kepada council (dewan wilayah setempat).
Bagi para siswa sekolah yang muslim, para guru juga mempersilahkan mereka untuk menunaikan shalat lima waktu. Bahkan setiap Jumat, mereka boleh izin untuk menunaikan shalat Jumat di komunitas mereka.
Baca Juga: Pengabdian Tanpa Batas: Guru Honorer di Ende Bertahan dengan Gaji Rp250 Ribu
Untuk saat ini, masjid yang dapat digunakan untuk shalat Jumat masih terbilang sedikit. Namu jika dibandingkan dengan 10 tahun lalu, sudah mengalami kemajuan yang signifikan. Untuk kota Sydney, sedikitnya ada 12 masjid untuk shalat Jumat. Sedangkan di Melbourne, sedikitnya ada 7 masjid yang kami temui menyelenggarakan shalat Jumat.
Meskipun ada oknum masyarakat Australia yang phobi terhadap Islam, namun untuk saat ini, mereka sudah terbilang minim. Kebanyakan mereka sangat menghormati kebebasan dan hak individu orang lain.
Muslim Australia harus mensyukurinya
Sebagai seorang Muslim yang hidup di suatu negeri, saling menghormati dan mematuhi peraturan serta adat istiadat setempat haruslah dilakukan demi keamanan dan kenyamanan bersama, meskipun negeri itu tidak menjalankan syariat Islam dalam undang-undangnya.
Baca Juga: RSIA Indonesia di Gaza, Mimpi Maemuna Center yang Perlahan Terwujud
Mematuhi hukum yang ada, selama hal itu tidak bertentangan dengan akidah Islam tentu harus dilakukan oleh semua warga Australia, terutama Muslim. Dengan menjalankan peraturan akan tercipta ketertiban umum dan dampaknya akan dirasakan bersama.
Giat berdakwah menyebarkan ajaran-ajaran dan nilai-nilai Islam kepada masyarakat Australia merupakan sebuah tanggung jawab yang harus dipikul bersama. Semua Muslim yang tinggal di Australia harus bisa menujnukkan bahwa Islam adalah agama yang rahmatan lil alamin. Pembawa kedamaian di tengah tengah masyarakat, bukan agama teroris atau radikal. (R03/P4)
Mi’raj Islamic News Agency IMINA)
*Tulisan ini merupakan bagian dari program “Liputan Khusus Islam di Australia.” Kantor Berita Islam Mi’raj Islamic News Agency (MINA) telah meliput ke empat kota di tiga negara bagian dan satu wilayah khusus ibukota Australia (Sydney, Canberra, Brisbane, dan Melbourne) pada 8 – 19 September 2016 yang didukung Ashabul Kahfi Islamic Centre Sydney dan Indonesian Muslim Community of Victoria (IMCV).