Oleh: Lady Yulia, Pelaksana Subdit Halal Direktorat Urusan Agama Islam dan Bimbingan Masyarakat Kementerian Agama Republik Indonesia
Ada satu pertanyaan yang menggelitik bagi umat Islam, apa alasan yang bisa dicerna oleh akal terhadap pengharaman daging babi dan unsur-unsurnya?
Selama ini, analisis yang sering dikemukakan adalah karena di dalam unsur babi terdapat potensi cacing pita yang dapat membahayakan tubuh manusia. Konon, bibit cacing pita tersebut akan tetap hidup meski dipanaskan dalam derajat tertentu.
Kemudian, tesis tersebut seakan dibantah oleh ahli teknologi pangan yang lain bahwa dengan teknologi tertentu, potensi cacing pita akan hilang. Pertanyaan di atas hanya bisa dijawab, pengaharam unsur babi terkait dengan nilai keimanan umat Islam atas perintah Allah. Sifat dari pengharaman tersebut adalah “ta’abbudi” atau menjadi ketentuan yang harus ditaati oleh manusia.
Baca Juga: BPJPH Tegaskan Kewajiban Sertifikasi Halal untuk Perlindungan Konsumen
Tanpa memperdebatkan lebih dalam dari kedua pandangan tersebut, dalam artikel ini akan mencoba menelusuri bagaimana biokimia unsur babi mempengaruhi terhadap tubuh manusia agar kita semakin yakin atas ketentuan Allah.
Makanan yang mengandung unsur babi, merupakan salah satu jenis makanan yang dilarang dalam Islam sebagaimana disebut dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah: 173.
إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ ۖ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan haiwan yang disembelih disebut nama selain Allah. Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa memakannya sedang ia tidak menginginkannya dan tidak pula melampau, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Baca Juga: BPJPH Tekankan Kembali Wajib Halal Telah Berlaku
Mengonsumsi makanan, akan mempengaruhi pada perilaku; makanan halal akan membentuk akhlak yang baik dan makanan tidak halal akan membentuk perilaku yang buruk bagi orang yang mengonsumsinya. Bagaimana ilmu biokimia menjelaskan pengaruh DNA babi mempengaruhi tubuh manusia? Berikut sedikit ulasannya.
Sistem biokimia babi hanya mengeluarkan 2% kandungan Uric Acid (C5H4N4O3) , sisanya 98% bersarang di tubuhnya dimana ini adalah zat beracun. Artinya pada ekskresi babi hanya 2% zat buangan yang dikeluarkan tetapi 98% akan masuk kembali ke dalam metabolisme tubuh. Sedangkan pada manusia, 98% dikeluarkan lewat urine, sisanya disimpan/dipecah lewat sistem metabolisme tubuh (Nicholson: 2011). Sehingga menurut ilmu biologi modern babi merupakan inang tempat berkembang biak beragam parasit dan penyakit berbahaya (Danar: 2006).
Menurut seorang peneliti dari Jerman: Dr. Murad Hoffman, virus-virus berbahaya dapat berkembang sangat cepat dengan media yang berasal dari DNA babi, bahkan sangat memungkinkan terjadinya mutasi genetik. Seperti yang terjadi pada virus Avian Influenza (AI) yang bisa menjadi ganas. Virus normal AI (Strain H1N1 dan H2N1) tidak akan menular secara langsung ke manusia. Virus AI mati dengan pemanasan 60 ºC, tetapi dalam tubuh babi, virus AI dapat melakukan mutasi dan tingkat virulensinya bisa naik hingga menjadi H5N1. Virus AI Strain H5N1 dapat menular ke manusia. Virus H5N1 ini pada Tahun 1968 menyerang Hongkong dan membunuh 700.000 orang (diberi nama Flu Hongkong) (Danar: 2006).
Fakta lain yang cukup mencengangkan, berdasarkan kajian genetik, DNA babi hampir sama dengan DNA manusia, hanya berbeda sekitar 3%. Ketika ada unsur babi di dalam tubuh manusia, metabolisme tubuh dan sistem syaraf akan dipengaruhi dengan kuat oleh DNA babi, akibatnya DNA babi dapat mempengaruhi DNA manusia (Nicholson: 2011).
Baca Juga: UMK Wajib Sertifikasi Halal 17 Oktober 2026: Bagaimana dengan Produk Luar Negeri?
Demikianlah sedikit ulasan singkat tentang pengaruh DNA babi tehadap tubuh manusia. Semoga bermanfaat. (R05/P4)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: BPJPH, MUI, dan Komite Fatwa Sepakati Solusi Masalah Nama Produk Halal