Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

BAGAIMANA MEMILIH RESTORAN HALAL

Rana Setiawan - Rabu, 11 Juni 2014 - 04:25 WIB

Rabu, 11 Juni 2014 - 04:25 WIB

2801 Views

LPPOM_MUI_WARNA

Logo Halal MUI. (Foto: Halal MUI)

Oleh: Dr.Ir. Anton Apriyantono,M.Si.*

Konsumen muslim di Indonesia, karena merasa sebagai penduduk mayoritas di Indonesia, seringkali tidak sadar bahwa ternyata tidak semua restoran di Indonesia menyediakan makanan halal. Tidak sadar pula bahwa walaupun di restoran tersebut tidak menyediakan masakan babi atau minuman keras ternyata makanan yang disajikan tidak semuanya dijamin halal.

Hal ini dapat terjadi di antaranya akibat ketidaktahuan si pengelola restoran maupun konsumen itu sendiri. Oleh karena itu, menjadi penting bagi konsumen untuk mengetahui peraturan yang berlaku, jenis makanan yang diragukan kehalalannya dan bagaimana cara terbaik untuk memilih restoran halal.

Peraturan Halal

Baca Juga: Ini Doa Terbaik Dari Keluarga untuk Jamaah Yang Pulang Umrah

Di Indonesia tidak ada peraturan yang mengharuskan setiap restoran menyediakan makanan halal, tidak juga ada keharusan memeriksakan kehalalan makanan yang disajikannya.

Yang ada adalah apabila pihak restoran ingin mengklaim bahwa restorannya menyajikan makanan halal maka harus memeriksakan makanannya ke Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI). Apabila pihak restoran tersebut telah mendapatkan sertifikat halal, maka restoran berhak mencantumkan logo halal pada restorannya. Peraturan ini sebetulnya merupakan analogi peraturan yang berlaku pada produk pangan dalam kemasan, bahwa pencantuman label halal didasarkan atas sertifikat halal LPPOM MUI.

Masalahnya, bisa saja pihak pengelola restoran mencantumkan label halal di restorannya walaupun belum pernah diperiksa LPPOM MUI. Bahkan, pernah ada restoran Jepang yang diperiksa LPPOM MUI, tapi tidak memperoleh sertifikat halal karena dalam pembuatan makanannya masih mengggunakan sake dan mirin (keduanya masuk ke dalam golongan khamar/alkohol). Namun ternyata pihak restoran tersebut mengiklankan dirinya sebagai restoran halal.

Praktik seperti ini jelas sangat merugikan konsumen muslim, karena konsumen tidak mengetahui bagaimana makanan yang disajikan restoran dibuat dan tidak ada pihak yang ketiga dan berwenang yang menjadi saksi dalam pembuatan makanan yang disajikan.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-21] Tentang Istiqamah

Kasus lainnya, sudah jelas-jelas suatu restoran menyajikan makanan yang tercampur bahan yang haram, sehingga makanan yang disajikan juga haram. Tapi dengan berani melakukan penipuan terhadap konsumen, karena mengklaim dan mengiklankan restorannya menyajikan makanan halal, padahal haram.

Celakanya, hampir tidak ada sanksi yang diterima oleh restoran walaupun mencantumkan label halal tetapi tidak diperiksa dan dinyatakan halal oleh yang berwenang.

Sebagai konsumen, kita harus waspada dan teliti karena jika suatu restoran tidak memiliki sertifikat halal, maka artinya kehalalan makanan yang disajikannya pun tidak menjamin kehalalannya.

Lebih disayangkan lagi adalah masih sedikitnya restoran yang telah memiliki sertifikat halal (lihat daftarnya di http://halalmui.org). Oleh karena itu, pengetahuan kita-lah yang harus ditingkatkan sehingga bisa mengetahui mana restoran yang menyajikan makanan yang diragukan kehalalannya dan mana yang tidak.

Baca Juga: Hijrah Hati dan Diri: Panduan Syariah untuk Transformasi Spiritual dan Pribadi

Jenis Makanan Meragukan

Secara umum jenis makanan modern lebih rentan kehalalannya dibandingkan dengan makanan tradisional. Ini karena bahan yang digunakannya lebih banyak impor dan berasal dari negara nonmuslim (khususnya bahan hewani dan turunannya).

Secara khusus ada beberapa produk China yang perlu diwaspadai karena dalam pembuatannya sering mencampurkan lemak babi dan arak, baik dalam bentuk arak putih maupun arak merah (ang ciu).

Selain itu, Kie Kian yang sering digunakan dalam pembuatan cap cai menggunakan lemak babi.

Baca Juga: Aksi Peduli Palestina: Cara Efektif dan Nyata Membantu Sesama yang Membutuhkan

Masakan Jepang dan sejenisnya dalam pembuatannya juga sering memakai sake dan mirin. Keduanya masuk ke dalam golongan khamar, sehingga masakan yang dibuat dengan menggunakan sake dan mirin tidak diperkenankan dikonsumsi oleh umat Islam.

Masakan Barat juga rawan kehalalannya karena banyak menggunakan keju (status kehalalannya syubhat), Wine (khususnya masakan Perancis), daging yang tidak halal, buillon (ekstrak daging), wine vinegar, dan lainnya.

Cukup banyak pula restoran, warung, kaki lima, gerobak dorong yang masih menggunakan ang ciu (anggur merah) dalam pembuatan masakannya seperti masakan seafood, nasi goreng, dan lainnya, bahkan masih ada pula praktek merendam ayam dalam arak sebelum diolah lebih lanjut.

Bagaimana memilih?

Baca Juga: Enam Cara Mudah Bantu Palestina

Dalam memilih mana restoran yang menyajikan makanan yang kehalalannya terjamin di Indonesia memang agak repot mengingat jenis restoran yang ada sangat banyak dan bervariasi. Mulai dari warung tegal, warung tenda, restoran kecil, restoran besar, restoran fast food, dan lain-lain. Namun, walaupun demikian, ada beberapa saran yang dapat dijadikan pegangan yaitu:

  1. Pilihlah restoran yang telah mendapatkan sertifikat halal (lihat daftarnya di http://halalmui.org). Restoran yang telah mendapatkan sertifikat halal sudah tidak perlu diragukan lagi kehalalan makanan dan minuman yang disajikannya.
  2. Jika kita tidak membawa daftar restoran halal maka pada waktu masuk ke restoran yang kita ragu atas kehalalan makanan dan minuman yang disajikannya, maka tanyakanlah sertifikat halal yang dimiliki oleh restoran tersebut secara sopan. Jangan terkecoh dengan adanya label halal yang ada di restoran yang bersangkutan karena seperti telah dijelaskan sebelumnya, tidak selalu benar apa yang dinyatakan oleh restoran tersebut. Jika kita ragu terhadap kehalalan makanan dan minuman yang disajikan oleh restoran yang tidak memiliki sertifikat halal maka harus kita hindari restoran tersebut.
  3. Hindari restoran yang menyajikan masakan yang secara umum diragukan kehalalannya seperti telah dijelaskan sebelumnya, kecuali restoran tersebut telah mendapatkan sertifikat halal dari fihak yang berwenang.
  4. Tidak ada salahnya bertanya secara sopan dan baik untuk memastikan bahwa restoran yang kita datangi tidak menyajikan masakan yang diragukan kehalalannya. Sebagai contoh, kita dapat bertanya: “Apakah dalam pembuatan masakan di restoran ini menggunakan ang ciu?”, jika jawabannya “ya” maka kita katakana: “Terima kasih, maaf saya tak jadi makan di tempat ini, ada keperluan lain”, lalu kita meninggalkan restoran tersebut.
  5. Hindari restoran yang menyajikan masakan yang jelas-jelas haram seperti produk babi (B2) dan minuman keras. Jangan pula makan di restoran yang menyajikan masakan halal bercampur dengan masakan haram seperti produk babi atau minuman keras. Tidak ada jaminan bahwa masakan yang disajikan tidak bercampur dalam pembuatannya dengan masakan yang haram.  Dalam hal minuman keras, kita diperintahkan untuk menghindari tempat di mana minuman keras disajikan. Semoga kita bisa lebih berhati-hati dalam makanan halal ini. (T/P02/R1)

*Penulis adalah pakar di bidang kimia pangan, khususnya flavor, Menteri Pertanian RI periode 2004-2009. Saat ini, Penulis juga aktif sebagai anggota Komite Inovasi Nasional, Dosen Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor (IPB). Sebagai pegiat halal beliau aktif sebagai Pembina Komunitas Masyarakat Peduli Halal Indonesia (KOMPHI) dan komunitas Halal Watch.

Tulisan ini diambil dari dari Mailing List Halal-Baik-Enak

Baca Juga: Makna Mubazir dalam Tafsir Al-Isra’ Ayat 27, Mengapa Pelaku Pemborosan Disebut Saudara Setan?

Rekomendasi untuk Anda