Oleh: Ali Farkhan Tsani, Wartawan Kantor Berita MINA (Mi’raj News Agency)
Musibah demi musibah, bencana demi bencana, datang silih berganti, seolah tiada pernah berhenti, menimpa manusia di segenap penjuru permukaan bumi. Mulai dari gunung meletus dan erupsi, tanah longsor yang menerjang pedesaan, banjir di perkotaan, kebakaran di perumahan padat penduduk, kecelakaan di jalan tol, dan sebagainya.
Bagaimana menyikapinya jika musibah atau bencana menimpa kita atau menimpa keluarga, kerabat, teman, dan sesama saudara di antara kita?
Tiada lain adalah mengembalikannya kepada Allah Yang Maha Kuasa atas segala-galanya, tempat kembali kita semuanya. Sebagaimana Allah nyatakan di dalam ayat:
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
ٱلَّذِينَ إِذَآ أَصَـٰبَتۡهُم مُّصِيبَةٌ۬ قَالُوٓاْ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّآ إِلَيۡهِ رَٲجِعُونَ
Artinya : “(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun” Sesungguhnya kita semua milik Allah dan kita semua kepada-Nya akan kembali.” (QS Al-Baqarah/2: 156).
Itu semua, termasuk bencana, sudah termaktub pada catatan Allah, Lauh Mahfudz. Seperti Allah sebutkan:
مَآ أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ۬ فِى ٱلۡأَرۡضِ وَلَا فِىٓ أَنفُسِكُمۡ إِلَّا فِى ڪِتَـٰبٍ۬ مِّن قَبۡلِ أَن نَّبۡرَأَهَآۚ إِنَّ ذَٲلِكَ عَلَى ٱللَّهِ يَسِيرٌ۬
Artinya : “Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan [tidak pula] pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab [Lauh Mahfudz] sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah”. (QS Al-Hadid/57: 22).
Di dalam Tafsir Al-Quran Kementerian Agama RI dijelaskan, pada ayat ini Allah menerangkan bahwa semua yang terjadi di alam ini merupakan ketetapan Allah yang tertulis di Lauh Mahfuz. Setiap bencana yang menimpa di bumi, seperti gempa, banjir, erupsi, dan lainnya, dan demikian pula bencana yang menimpa diri manusia sendiri, seperti sakit, kecelakaan, dan lainnya, semuanya telah tertulis dalam Kitab yang disebut Lauh Mahfuz sebelum Allah mewujudkannya. Sungguh, yang demikian itu, yaitu semua yang terjadi, sangat mudah bagi Allah.
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-5] Tentang Perkara Bid’ah
Allah memberitahukan hal tersebut agar manusia tidak terlalu bersedih hati terhadap apa yang tidak dapat tercapai, dan jangan pula terlalu gembira dan sombong terhadap apa yang diberikan-Nya.
Ini untuk menguatkan kesabaran kita, bahwa demikianlah yang menimpa diri kita. Boleh bersedih tapi tak boleh putus harapan apalagi putus asa. Bisa saja menangis, namun tetap tidak lantas menyalahkan-Nya atau malah menjauh dari Allah. Justru kita mendekati-Nya, untuk mendapatkan kekuatan dan ketabahan luar biasa menjalani hidup ini.
Tentu menjadi ibrah (pembelajaran) buat kita atas apa-apa yang telah kita lakukan sampai pada bencana atau musibah itu. Sebab, setiap bencana dan musibah yang terjadi, walaupun sekali lagi semua pasti atas kehendak-Nya. Namun, ternyata adalah akibat perbuatan manusia itu sendiri.
Allah menyatakan di dalam ayat:
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-4 ] Proses Penciptaan Manusia dan Takdir dalam Lauhul Mahfuzh
وَمَآ أَصَـٰبَڪُم مِّن مُّصِيبَةٍ۬ فَبِمَا كَسَبَتۡ أَيۡدِيكُمۡ وَيَعۡفُواْ عَن كَثِيرٍ۬
Artinya : “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar [dari kesalahan-kesalahanmu]”. (QS Asy-Syuura/42: 30).
Pada ayat lain Allah menyebutkan:
مَآ أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذۡنِ ٱللَّهِۗ وَمَن يُؤۡمِنۢ بِٱللَّهِ يَہۡدِ قَلۡبَهُ ۥۚ وَٱللَّهُ بِكُلِّ شَىۡءٍ عَلِيمٌ۬
Artinya : “Tidak ada sesuatu musibahpun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. (QS At-Taghaabun/64: 11).
Tentu bagi kita orang-orang beriman, apa-apa yang menimpa kita, adalah sebagai sarana dan cara Allah memberikan kasih sayang-Nya dan mengangkat derajat kita. Jika kita menerimanya dengan ikhlas, ridha, sabar dan tawakkal kepada Allah.
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-3] Rukun Islam
Musibah Penghapus Dosa
Pada sisi lainnya, musibah dan bencana yang menimpa kita, hakikatnya adalah dapat menghapus dosa-dosa kita. Seperti disebutkan di dalam hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam:
مَا يُصِيْبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلاَ كَفَّرَ اللهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
Artinya : “Tidaklah sesuatu yang menimpa orang Islam, baik penyakit biasa maupun menahun, kegundahan dan kesedihan, sampaipun duri yang menusuknya, kecuali Allah akan menghapus kesalahannya dengan semua derita yang dialaminya.” (HR Bukhari).
Syaikh Ibnu Utsaimin menjelaskan di dalam Syarah Riyadhush Shalihin, “Apabila engkau ditimpa musibah maka janganlah engkau berkeyakinan bahwa kesedihan atau rasa sakit yang menimpamu, sampaipun duri yang mengenai dirimu, akan berlalu tanpa arti. Bahkan Allah akan menggantikan dengan yang lebih baik (yaitu pahala) dan menghapuskan dosa-dosamu dengan sebab itu. Sebagaimana pohon menggugurkan daun-daunnya. Ini merupakan nikmat Allah. Sehingga, bila musibah itu terjadi dan orang yang tertimpa musibah itu mengingat pahala dan mengharapkannya, maka dia akan mendapatkan dua balasan, yaitu menghapus dosa dan tambahan kebaikan (sabar dan ridha terhadap musibah).”
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-2] Rukun Islam, Iman, dan Ihsan
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menegaskan di dalam sabdanya:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رض قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: مَنْ اُصِيْبَ بِمُصِيْبَةٍ بِمَالِهِ اَوْ فِى نَفْسِهِ فَكَتَمَهَا وَ لَمْ يَشْكُهَا اِلَى النَّاسِ كَانَ حَقًّا عَلَى اللهِ اَنْ يَغْفِرَ لَهُ. الطبرانى
Artinya : “Barangsiapa yang ditimpa musibah pada hartanya atau dirinya, lalu dia menyembunyikannya dengan tidak mengeluh kepada manusia, maka haq atas Allah untuk mengampuninya”. (HR Ath-Thabrani dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhu).
Adanya musibah dan bencana, juga sekaligus menunjukkan kelemahan kita sebagai manusia dan pengakuan kita akan kekuasaan Allah Yang Maha segala-galanya.
Baca Juga: Kaya Bukan Tanda Mulia, Miskin Bukan Tanda Hina
Allah, pencipta segala sesuatu, satu-satunya pemilik seluruh makhluk. Dia-lah Allah yang menghimpun gumpalan awan, yang menerangi bumi, yang menurunkan hujan, yang menjadikan petir bergemuruh, yang mengubah arah angin, yang menetapkan burung-burung tetap di langit, yang menyemai benih, yang menentukan detak jantung manusia, dan yang menjaga planet-planet pada orbitnya. Allah juga yang mengeluarkan lahar panas dari gunung berapi, yang menurunkan hujan lebat, dst.
Berkaitan dengan menghadapi musibah atau bencana, Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah menyebutkan, orang-orang beriman ketika tertimpa musibah dan bencana, ia akan tegar menghadapinya, bukan lari darinya, tidak juga berburuk sangka apalagi berputus asa. Akan tetapi ia berusaha mengobatinya sendiri dengan berbagai cara.
Pertama, menyadari sepenuhnya bahwa dunia ini adalah memang tempatnya ujian, bencana, petaka dan musibah. Tempat kenikmatan hanyalah di surga kelak. Sekaligus, menunjukkan bahwa memang Allah benar-benar Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Kedua, melihat sekelilingnya bahwa masih banyak musibah lain yang jauh lebih besar daripada musibah yang menimpa diri kita. Sehingga hati kita merasa terhibur bahwa yang ditimpa musibah seperti musibahnya bukan hanya diri kita saja.
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-1] Amalan Bergantung pada Niat
Ketiga, menyerahkan kepada Allah seraya mengharap pahala atas musibah yang menimpa kita, serta meminta ganti yang lebih baik hanya kepada-Nya. Diiringi doa,
اَللَّهُمَ أْجُرْنِيْ فِيْ مُصِيَبِتِيْ وَاخْلُفْ لِيْ خَيْرًا مِّنْهَا
Artinya : “Ya Allah berilah pahala atas musibah yang menimpaku ini, dan berilah ganti yang lebih baik daripadanya”. (HR Muslim).
Keempat, meyakini bahwa cobaan dan musibah dirasakannya adalah sebagai pelebur dari dosa-dosanya yang telah lalu.
Sekaligus musibah itu juga dapat menjadi pelajaran bagi orang beriman untuk meningkatkan taqwa kepada-Nya, memperbanyak istighfar, dan meningkatkan amal salihnya. Karena semua itu terjadi pasti mengandung berjuta hikmah bagi kebaikan orang beriman.
Baca Juga: Enam Langkah Menjadi Pribadi yang Dirindukan
Bagi kita sebagai sesama orang beriman dan sesama manusia, adanya musibah dan bencana akan menjadi sarana beramal shalih, menunjukkan kepeduliannya terhadap mereka yang membutuhkan, dengan belasungkawa, hingga empati dalam bentuk bantuan kemanusiaan berupa makanan siap saji, pakaian, harta, tenaga dan sebagainya. Termasuk doa untuk ketabahan mereka agar selalu dalam bimbingan Allah.
Semoga kita sebagai orang beriman dapat menyikapi musibah dan bencana dengan bersabar dan menyandarkan kepada Allah Sang Maha Pencipta alam semesta. Aamiin. (A/RS2/RS3)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Pemberantasan Miras, Tanggung Jawab Bersama