Perjuangan rakyat Palestina untuk mendapatkan kemerdekaan dan keadilan menjadi topik menarik bagi para aktifis perdamaian. Krisis yang sudah berlangsung sejak 76 tahun lalu hingga saat ini belum juga usai.
Penjajahan di Palestina telah menjadi salah satu konflik terpanjang dalam sejarah modern. Dengan dinamika geopolitik yang terus berubah, tahun 2025 diprediksi akan menjadi tahun yang penuh tantangan dan peluang baru bagi Palestina.
Bagaimana prediksi perjuangan rakyat Palestina di tahun 2025? Tentu hal ini menarik untuk dicermati, khususnya bagi setiap manusia yang mendamba perdamaian dan terhapusnya penjajahan di atas dunia.
Gambaran Politik Global dan Kawasan
Baca Juga: Meraih Kemenangan Hakiki: Idul Fitri sebagai Momentum Perubahan
Perubahan kepemimpinan di negara-negara besar seperti Amerika Serikat, kebangkitan Tiongkok sebagai kekuatan global, dan konflik internal di dunia Arab menjadi elemen penting yang memengaruhi perjuangan Palestina.
Para pengamat politik Timur Tengah memperkirakan bahwa perubahan kepemimpinan di negara-negara besar itu dapat menciptakan peluang baru bagi perdamaian Palestina. Namun di sisi lain, juga dapat memperburuk situasi jika para pemimpinnya tidak mampu menegakkan keadilan dan perdamaian.
Dr. Ahmed Al-Maqdisi, seorang ilmuwan politik Timur Tengah, berpendapat bahwa posisi Palestina pada tahun 2025 akan sangat tergantung pada kemampuan kepemimpinan negara-negara besar dan Kawasan. “Palestina harus lebih cerdas dalam merangkul kekuatan yang sedang naik seperti Tiongkok dan India, sambil tetap menjaga hubungan strategis dengan negara-negara Barat dan Dunia Arab,” ujarnya.
Negara-negara Arab, terutama yang tergabung dalam Liga Arab, memiliki peran penting dalam mendukung perjuangan Palestina. Mereka memiliki potensi untuk dapat memberi dukungan kepada Palestina, baik secara politik, ekonomi maupun sektor lainnya.
Baca Juga: Makna Sejati Idul Fitri: Kembali ke Fitrah dengan Hati yang Suci
Namun, normalisasi hubungan antara beberapa negara Arab dengan Israel telah melemahkan solidaritas regional tersebut. Pada tahun 2025, diprediksi bahwa tren ini akan terus berlanjut, dengan beberapa negara Arab lainnya mungkin akan menjalin hubungan diplomatik dengan Israel.
Sheikh Yusuf Al-Qaradawi Rahimahullah, seorang ulama terkemuka menyampaikan kekhawatirannya terkait normalisasi ini. “Normalisasi hubungan dengan Israel tanpa mengakui hak-hak Palestina adalah pengkhianatan terhadap perjuangan umat Islam dan keadilan,” tegasnya.
Namun, ia juga menekankan bahwa rakyat Palestina harus terus memperjuangkan hak-hak dan kemerdekaan mereka melalui diplomasi dan perlawanan damai. Perjuangan itu harus terus berlanjut, dengan atau tanpa dukungan negara-negara tetangganya.
Ulama dan tokoh Muslim dari seluruh dunia telah lama menyerukan solidaritas dengan perjuangan Palestina. Pada tahun 2025, solidaritas ini diprediksi akan semakin kuat seiring dengan meningkatnya kesadaran umat Islam terhadap isu Palestina.
Baca Juga: Sunnah-Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam saat Idul Fitri
Dr. Zakir Naik, seorang dai internasional, menekankan pentingnya dukungan ekonomi dan politik dari umat Islam di seluruh dunia. “Kita harus menggunakan kekuatan ekonomi kita untuk mendukung Palestina, baik melalui bantuan kemanusiaan maupun investasi yang dapat memperkuat perekonomian mereka,” kata Dr. Zakir.
Sementara itu, Prof. Tariq Ramadan, seorang akademisi Muslim terkemuka, menekankan pentingnya pendidikan dan pembangunan kapasitas bagi rakyat Palestina. “Hanya dengan memperkuat pendidikan dan persatuan internal, Palestina dapat menghadapi tantangan yang semakin kompleks di masa depan,” ujarnya.
Diplomasi dan Perlawanan
Diplomasi internasional tetap menjadi salah satu alat utama perjuangan Palestina. Pada tahun 2025, ada harapan bahwa Palestina akan mendapatkan pengakuan lebih luas di tingkat internasional.
Baca Juga: Mudik Lebaran: Tradisi Budaya yang Menyatu dengan Nilai-nilai Islam
Hingga kini, sudah lebih dari 130 negara telah mengakui Palestina sebagai negara berdaulat. Namun, veto dari Amerika Serikat di Dewan Keamanan PBB masih menjadi hambatan utama.
Dengan veto AS atas resolusi Palestina itu, muncul kritik dari beberapa negara, bahwa veto dianggap menjadi salah satu hambatan mewujudkan perdamaian dunia. Maka mereka mengusulkan penghapusan hak veto tersebut.
Selain diplomasi, perlawanan di lapangan juga diperkirakan akan terus berlanjut. Kelompok-kelompok seperti Hamas, Jihad Islam dan lainnya di Gaza mungkin menghadapi tekanan lebih besar dari Israel.
Selain itu, di Tepi Barat. Namun, masyarakat sipil Palestina, terutama generasi muda diprediksi akan menjadi motor utama dalam melawan pendudukan melalui gerakan-gerakan damai, aksi demonstrasi maupun gerakan perlawanan.
Baca Juga: Mudik Lebaran, Wujud Cinta dan Bakti pada Orangtua
Opini publik internasional juga memainkan peran penting dalam perjuangan Palestina. Gerakan seperti Boycott, Divestment, and Sanctions (BDS) telah berhasil meningkatkan kesadaran global tentang pelanggaran hak asasi manusia di Palestina.
Pada tahun 2025, gerakan ini diprediksi akan terus tumbuh, terutama di negara-negara Barat, Asia, Afrika dan bahkan di dalam negeri AS sendiri.
Pengamat politik, Prof. Edward Said, dalam salah satu tulisannya yang masih relevan hingga kini, menyebut bahwa opini publik adalah senjata paling efektif dalam perjuangan melawan ketidakadilan. “Dengan terus memberikan tekanan pada pemerintah dan perusahaan yang mendukung pendudukan, rakyat Palestina dapat mendapatkan dukungan yang lebih besar dari komunitas internasional,” tulisnya.
Tantangan Internal Palestina
Baca Juga: Hakikat Kembali kepada Fitrah: Sebuah Tinjauan Ilmiah dan Syar’i
Selain tantangan eksternal, Palestina juga menghadapi tantangan internal, seperti perselisihan antara Hamas dan Fatah yang meruncing di Tepi Barat.
Persatuan nasional menjadi kunci untuk menghadapi tekanan dari Israel dan dunia internasional. Pada tahun 2025, banyak pihak berharap bahwa faksi-faksi politik Palestina dapat mencapai rekonsiliasi yang nyata.
Dr. Hanan Ashrawi, seorang politisi dan akademisi Palestina, menekankan pentingnya persatuan ini. “Tanpa persatuan, kita akan terus berada dalam posisi lemah, baik di meja perundingan maupun di lapangan,” katanya.
Tahun 2025 diprediksi akan menjadi tahun yang krusial bagi perjuangan Palestina. Dengan dinamika geopolitik yang terus berubah, peran negara-negara Arab, pendekatan diplomasi, serta dukungan opini publik internasional akan menjadi faktor utama yang memengaruhi situasi Palestina.
Baca Juga: 10 Hakikat Mudik bagi Seorang Muslim
Namun, tantangan internal seperti perselisihan politik juga harus diatasi agar perjuangan Palestina dapat mencapai hasil yang nyata.
Dari perspektif ulama, tokoh, dan pengamat, perjuangan Palestina harus didasarkan pada persatuan, strategi yang cerdas, dan dukungan umat Islam di seluruh dunia.
Dengan komitmen yang kuat dan langkah-langkah yang terkoordinasi, ada harapan bahwa Palestina dapat mencapai kemerdekaan dan keadilan yang telah lama mereka perjuangkan. Semoga. []
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Tradisi Mudik, Sejak Kapan Dilakukan?