Oleh Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Kantor Berita Islam MINA
Jama’ah Tablig di Malaysia sedang menjadi pemberitaan mendunia, sehubungan ditemukannya kasus virus corona (COVID-19). Pasalnya, seperti diumumkan Kementerian Kesehatan Malaysia (KKM), 40 peserta Tablig Akbar (Ijtima Tablig) dari sekitar 16.000 orang, di Masjid Jamek Sri Petaling, Kuala Lumpur, setelah diperiksa positif terjangkiti virus corona.
malaysia-positif-corona/">https://minanews.net/40-peserta-tablig-akbar-di-malaysia-positif-corona/
Menurut sumber media setempat, New Straits Times, edisi Sabtu, 14 Maret 2020, dari jumlah tersebut, 14.500 di antaranya adalah warga Malaysia, sedangkan sisanya adalah peserta luar negeri, termasuk dari Indonesia.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-25] Tentang Bersedekah Tidak Mesti dengan Harta
Dari sejumlah 696 WNI yang menghadiri tablig akbar yang diselenggarakan dari 28 Februari hingga 1 Maret itu, tiga di antaranya terpapar virus corona.
Negara lainnya yang sudah melaporkan, Brunei mengkonfirmasi 50 kasus corona terkait dengan acara tersebut, dari total 56 kasus. Singapura (5), Kamboja (13) dan Thailand (2).
Jumlah ini kemungkinan masih bisa bertambah, mengingat yang melaporkan dan memerikskan diri ke rumah sakit yang menangani virus corona, baru sebagiannya.
“Budaya malu,” mungkin saja masih dimiliki oleh jamaah, terutama yang dari Indonesia. Padahal tidak perlu malu, sebab jika diketahui terjangkit virus mematikan tersebut, akan ditemukan upaya penanganannya oleh pihak rumah sakit, dan biaya pun tanggungan pemerintah.
Baca Juga: Tafsir Surat Al-Fatihah: Makna dan Keutamaannya bagi Kehidupan Sehari-Hari
Sebaliknya kalau tidak memeriksakan diri, dan ternyata terbukti terjangkiti COVID-19, maka akan dapat menular ke anggota keluarganya, rekan-rekannya yang mengadakan kontak langsung, termasuk bisa juga mengenai jamaah masjid tempat yang bersangkutan aktif shalat berjamaah.
Pihak KKM di Malaysia maupun Pemerintah Indonesia sendiri juga sudah memberikan imbauan agar warga yang menghadiri tabligh tersebut untuk memeriksanakan dirinya dengan sukarela guna membendung penularan corona.
Ini bukan soal malu atau aib, tapi soal tanggung jawab kesehatan dan keselamatan diri, keluarga yang dicintai, dan masyarakat secara lebih luas.
Lingkaran Penyebaran Virus
Baca Juga: Sejarah Al-Aqsa, Pusat Perjuangan dari Zaman ke Zaman
Seperti layaknya tablig akbar, para jamaah jika saling bertemu, terlebih saudara atau kawan lama dari jauh, hampir dipastikan setelah berucap salam, tentu bersalaman, bahkan berpelukan tanda keakraban dan kerinduan mendalam.
Mereka juga saling sapa, bercerita, tertawa, makan bersama, bahkan biasanya satu nampan berjamaah. Tidurpun dalam satu tenda, atau satu kamar, atau di ruang masjid yang berdesakan. Sementara itu, sebaran virus corona bisa saja lewat tanpa diketahui di antara para tamu. Siapa yang berpotensi membawanya, dan siapa saja yang tertularinya.
Media saat ini sedang menyimak tablig akbar itu sebagai salah satu sumber potensial ratusan infeksi virus corona baru yang menyebar di Asia Tenggara. Jangan salah persepsi juga, bukan soal tabligh akbarnya, sebab tahun-tahun sebelumnya juga tidak apa-apa. Tapi saat ini sedang musim mewabahnya virus corona. Ini berkaitan dengan soal kerumunan orang yang berpotensi sudah memiliki virus corona yang tak terdeteksi karena belum pernah memeriksakan diri sebelumnya.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) melalui instruksinya ke seluruh negara anggotanya telah mencanangkan apa yang disebut dengan maintain social distancing atau menjaga jarak sosial. Yaitu dengan menjaga jarak setidaknya satu meter antara seseorang dengan siapa saja yang batuk atau bersin.
Baca Juga: Bebaskan Masjidil Aqsa dengan Berjama’ah
Mengapa? Ketika seseorang batuk atau bersin, mereka menyemprotkan tetesan cairan kecil dari hidung atau mulut mereka yang mungkin mengandung virus corona. Jika seseorang terlalu dekat, orang tersebut bisa menghirup tetesan air, termasuk virus corona jika orang tersebut menderita batuk.
Termasuk jika orang yang ternyata terjangkiti virus corona itu sebelumnya batuk, dan virus coronanya itu menempel di tangan, di baju, di tas, dan lainnya, dan dia belum sempat cuci tangan pakai sabun. Maka lingkaran virus penyebarannya pun bisa dimulai dari benda-benda itu yang kemudian tersentuh orang lain.
Seperti disebutkan Reuters, dari 673 kasus virus corona yang terkonfirmasi di Malaysia, hampir dua pertiganya terkait dengan pertemuan empat hari di tabligh akbar itu, kata Menteri Kesehatan Malaysia, Dr. Adham Baba. Namun tidak jelas siapa yang membawa virus ke sana.
Jamaah Tablig di pusat India sendiri langsung mengumumkan, menangguhkan semua kegiatan tabligh akbar, tetapi tidak mengomentari langsung acara Malaysia. Masjid tempat acara diadakan tablig pun kemudian sementara ditutup oleh pemerintah Malaysia, untuk disterilisasi. Bukan hanya itu, bahkan semua masjid di Malaysia pun ditutup selama dua pekan.
Baca Juga: Tak Perlu Khawatir Tentang Urusan Dunia
“Saya benar-benar terkejut bahwa acara itu berjalan terus,” kata Surachet Wae-asae, mantan anggota parlemen Thailand yang menghadiri acara tersebut, setelah kembali ke rumah. Ia sendiri dites dan negatif corona.
“Acara tabligh di Kuala Lumpur bisa menyebabkan lonjakan regional, dan pihak berwenang mengapa mengizinkannya,” kata diplomat Singapura Bilahari Kausikan di halaman Facebook-nya. Seperti diberitakan New Straits Times, edisi Selasa, 17 Maret 2020.
Ini tentu bukan satu-satunya acara keagamaan Islam dipandang sebagai pusat menyebarkan virus dalam skala massal. Ribuan kasus di Korea Selatan terkait dengan layanan massal Gereja Shincheonji Yesus di kota Daegu.
Apalagi pada saat acara di Malaysia, negara itu dalam keadaan politik yang tidak stabil. Perdana Menteri Mahathir Mohamad saat itu telah mundur. Penerusnya, Muhyiddin Yassin dilantik sebagai perdana menteri baru pada 1 Maret, dan baru mengumumkan larangan pertemuan massal pada 13 Maret. Sebelumnya, hanya ada saran dari kementerian kesehatan untuk meminimalkan paparan publik.
Baca Juga: Keutamaan Al-Aqsa dalam Islam, Sebuah Tinjauan Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis
Beberapa peserta membela acara tersebut, dengan mengatakan bahwa pada saat itu situasi di Malaysia, yang telah mengumumkan 25 kasus yang diketahui pada 28 Februari, belum dianggap parah.
“Kami tidak khawatir saat itu ketika situasi Covid-19 pada saat itu tampak terkendali,” kata Khuzaifah Kamazlan, seorang guru agama berusia 34 tahun yang berbasis di Kuala Lumpur yang menghadiri acara tersebut tetapi telah diuji negatif untuk virus corona.
Upaya Bersama
Tentu ini menjadi pembelajaran (ibrah) bersama. Tidak ada yang patut dipersalahkan satu pihak manapun, sebab semuanya juga sudah terjadi, tinggal penanganannya secara bersama, kerjasama antar individu yang maksimal, dan periksakan diri ke Rumah Sakit penanganan virus corona yang ditunjuk pemerintah.
Baca Juga: Selamatkan Palestina sebagai Tanggung Jawab Kemanusiaan Global
Menjaga jarak sosial (maintain social distancing) yang dicanangkan Badan Kesehatan Dunia (WHO) tentu bukan dimaknai memutus silaturahim. Tapi hendak memutus mata rantai penyebaran virus corona.
Mengurangi pertemuan kerumunan massa dan lebih banyak di rumah, seperti anjuran Presiden RI Joko Widodo juga bukan untuk mengurangi produktivitas kerja dan amal. Namun untuk mencegah risiko lebih besar pada penyebaran virus corona (COVID-19).
corona/">https://minanews.net/presiden-jokowi-minta-kurangi-kerumunan-massa-cegah-risiko-penyebaran-corona/
Secara aqidah tentu yang paling pokok adalah bahwa semua yang terjadi di muka bumi ini, termasuk mewabahnya virus pandemic corona, tidak lepas dari kekuasaan dan kebesaran Allah Sang Maha Pencipta segala-galanya.
Baca Juga: [Hadits Al-Arbain ke-24] Tentang Haramnya Berbuat Zalim
Ikhtiar secara medis dan sosial sesuai syar’i tentu menjadi bagian dari amal kebaikan dan demi untuk kemaslahatan semua. Memperhatikan makanan yang halal dan thayyib, menjauhi makanan dam hewan yang diharamkan, juga bagian dari ikhtiar itu.
Secara sosial, tetap saling menolong dan membantu, tidak menimbun dan memborong makanan berlebihan, ingat saudaranya yang lain. Saling bantu yang memerlulkan, agar Allah membantu kita yang perlu pertolongan.
Ikhtiar ruhaniah, tentu tidak kalah hebatnya kekuatannya, seperti berwudhu sesuai sunnah, menjaga kebersihan diri dan lingkungan sebagai bagian dari iman, shalat dan dzikrullah, doa pagi-petang dan qunut nazilah, tadarus Al-Quran dan shalat malam, berinfaq dan sedekah, menjadi penguat diri menghadapi berbagai ujian, musibah dan cobaan.
Ikhtiar dan tawakkal yang saling melengkapi sebagai sikap seorang Mukmin.
Baca Juga: Bantuan Pangan untuk Palestina
corona/">https://minanews.net/khutbah-jumat-ikhtiar-dan-tawakkal-hadapi-wabah-corona/
Dengan kembali bertaubat, memperibadati Allah, seraya mengambil pelajaran, sebab bisa jadi ini semua pelajaran besar dari Allah diakibatkan dosa-dosa dan kemaksiatan manusia yag telah berlebihan.
Semoga wabah corona ini segera berlalu, dan menyadarkan umat manusia untuk kembali kepada Allah Yang Maha Tahu. Aamiin. (A/RS2/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)